pendekatan historis periode klasik, pertengahan dan modern
Makalah Individu
METODE
STUDI ISLAM
(Pendekatan
Historis : Periode Klasik, Pertengahan dan Modern)
Disusun
Oleh :
Irvan Khoiri
1422010030
Program Studi : Ilmu Tarbiyah
Konsentrasi : Pendidikan Agama Islam
Mata Kuliah : Metode Studi Islam
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. M. Nasor, M.Si
Dr. H. Damanhuri Fattah, MM

PROGRAM
PASCASARJANA
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
RADEN
INTAN LAMPUNG
2015
M/ 1436 H
KATA
PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt
yang telah memberikan taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini. Shalawat salam semoga selalu tercurahkan kepada
Nabi besar Muhammad saw yang kita harapkan syafaatnya nanti di hari akhir.
Makalah ini berjudul “Pendekatan
Historis (Periode Klasik, Pertengahan dan Modern)”. Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Metode
Studi Islam dengan dosen Pengampu Prof. Dr. H. M. Nasor, M.Si dan Dr. H. Damanhuri
Fattah, M.M.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih banyak
terdapat kekurangan dan kesalahan, hal tersebut semata-mata kerena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman yang penulis
miliki. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari semua pembaca.
Akhirnya penulis memohon taufik dan hidayah-Nya kepada
Allah Rabb seluruh alam. Dan semoga makalah ini bermanfaat pribadi penulis dan bagi
kita semua. Amiin....
Bandar
Lampung, Desember 2014
Penulis,
Irvan Khoiri
1422010030
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ......... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... ......... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah ......................................................... ......... 1
B.
Rumusan Masalah …………………………………………............ 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sejarah dan Pendekatan Sejarah..................................... 2
B.
Pendekatan
Sejarah dalam Studi Islam ……………………. . 4
C.
Urgensi Pendekatan Sejarah ……………………………….. 7
D.
Periodesasi Studi Islam Dengan Pendekatan Sejarah ……… 11
E.
Manfaat Pendekatan Historis ……………………………… 14
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan.............................................................................. ......... 16
B.
Saran........................................................................................ ......... 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam telah menjadi kajian yang menarik minat banyak
kalangan dan studi keislaman pun semakin berkembang. Islam tidak lagi
dipahami hanya dalam pengertian historis dan doktriner (normatif) saja,
tetapi telah menjadi fenomena yang kompleks. Islam tidak hanya terdiri dari
rangkaian petunjuk formal tentang bagaimana seorang individu harus memaknai
kehidupannya. Islam telah menjadi sebuah sistem budaya, peradaban, komunitas
politik, ekonomi dan bagian dari perkembangan dunia. Mengkaji dan mendekati
Islam, tidak lagi mungkin hanya dari satu aspek, karenanya dibutuhkan metode
dan pendekatan interdisipliner.
Sementara itu, agama atau keagamaan sebagai sistem
kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui berbagai sudut
pandang. Islam khususnya, sebagai agama yang telah berkembang selama empat
belas abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu dipelajari
dan diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran kegamaan maupun
realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya. Salah satu sudut pandang yang
dapat dikembangkankan bagi pengkajian Islam itu adalah pendekatan sejarah.
Berdasarkan sudut pandang tersebut, Islam dapat dipahami dalam berbagai dimensinya. Betapa banyak
persoalan umat Islam hingga dalam perkembangannya sekarang, bisa dipelajari
dengan berkaca kepada peristiwa-peristiwa masa lampau, sehingga segala kearifan
masa lalu itu memungkinkan untuk dijadikan alternatif rujukan di dalam menjawab
persoalan-persoalan masa kini. Di sinilah arti pentingnya sejarah bagi umat
Islam pada khususnya, apakah sejarah sebagai pengetahuan ataukah ia dijadikan
pendekatan di dalam mempelajari agama.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pendekatan sejarah dalam studi Islam?
2. Pendekatan Sejarah
Periode klasik
3. Pendekatan Sejarah Periode
Pertengahan
4. Pendekatan Sejarah
Periode Modern
5. Apakah manfaat studi Islam dengan menggunakan pendekatan
sejarah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sejarah dan Pendekatan Sejarah
Secara
etimologi, kata
“sejarah” terjemahan dari kata tarikh,
sirah (bahasa Arab), history (bahasa Inggris), geschichte (bahasa jerman).Semua kata
tersebut berasal dari bahasa Yunani, yaitu “istoria”
yang berarti ilmu[1].
Dalam penggunaannya, filosof Yunani memakai kata istoria untuk menjelaskan secara sistematis mengenai gejala alam.
Dalam perkembangan selanjutnya, kata istoria
dipergunakan untuk menjelaskan mengenai gejala-gejala terutama hal ikhwal
manusia dalam urutan kronologis.
Secara
leksikal, sejarah adalah pengetahuan atau uraian tentang peristiwa-peristiwa
dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Secara
terminologi sejarah adalah kisah dan peristiwa masa lampau umat manusia, baik
yang berhubungan dengan peristiwa politik, sosial, ekonomi maupun gejala alam[2].Defenisi
ini memberi pengertian bahwa sejarah tidak lebih dari sebuah rekaman peristiwa
masa lampau manusia dengan segala dimensinya.
Maka
lapangan sejarah adalah meliputi segala pengalaman manusia.
Menurut Ibnu Khaldun sejarah tidak hanya dipahami sebagai suatu rekaman perisriwa masa lampau, tetapi juga penalaran kritis untuk menemukan kebenaran suatu peristiwa, adanya batasan waktu (yaitu masa lampau), adanya pelaku (yaitu manusia) dan daya kritis dari peneliti sejarah. Dengan kata lain di dalam sejarah terdapat objek peristiwanya (what), orang yang melakukannya (who), waktunya (when), tempatnya (where) dan latar belakangnya (why). Seluruh aspek tersebut selanjutnya disusun secara sistematik dan menggambarkan hubungan yang erat antara satu bagian dengan bagian lainnya.
Menurut Ibnu Khaldun sejarah tidak hanya dipahami sebagai suatu rekaman perisriwa masa lampau, tetapi juga penalaran kritis untuk menemukan kebenaran suatu peristiwa, adanya batasan waktu (yaitu masa lampau), adanya pelaku (yaitu manusia) dan daya kritis dari peneliti sejarah. Dengan kata lain di dalam sejarah terdapat objek peristiwanya (what), orang yang melakukannya (who), waktunya (when), tempatnya (where) dan latar belakangnya (why). Seluruh aspek tersebut selanjutnya disusun secara sistematik dan menggambarkan hubungan yang erat antara satu bagian dengan bagian lainnya.
Sebagai
ilmu, sejarah terikat pada prosedur penelitian ilmiah. Sejarah juga terikat
pada penalaran yang bersandar pada fakta. Kebenaran sejarah terletak dalam
kesediaan sejarawan untuk meneliti sumber sejarah secara tuntas, sehingga
diharapkan ia akan mengungkapkan sejarah secara objektif. Hasil akhir yang
diharapkan ialah adanya kecocokan antara pemahaman sejarawan dengan fakta.
Sejarah dengan demikian didefenisikan sebagai ilmu tentang manusia yang
merekonstruksi masa lalu.
Adapun yang
direkonstruksi sejarah adalah menyangkut apa yang sudah dipikirkan, dikatakan,
dikerjakan, dirasakan dan dialami oleh manusia. Mengungkapkan kisah dan
peristiwa masa lampau umat manusia, terdapat dua implikasi metodologis. Pertama, keharusan memakai metode studi
sejarah yang lebih problem oriented. Kedua,
penjelasan serta penelaahan sejarah didasarkan pada analisis yang social-scientific. Terdorong oleh
kecenderungan metodologis ini, maka dalam prakteknya sejarawan menggunakan
pendekatan dan konsep-konsep serta teori-teori ilmu-ilmu sosial yang mempunyai
daya penjelas yang lebih besar dalam memberikan keterangan historis (historial explanation).
Secara
ringkas dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah suatu cabang studi yang
berkenaan dengan penelitian yang berhubungan dengan kejadian-kejadian yang
terikat pada waktu, yang berhubungan dengan semua kejadian yang terjadi di dunia ini. Dengan
demikian sejarah pada hakekatnya adalah upaya melihat masa lalu melalui masa
kini. Untuk mengarah pada suatu keyakinan atas kebenaran informasi masa lampau
tentu tidak terlepas dari dukungan berbagai data yang akurat, di antara data
itu adalah data sejarah. Maka pendekatan sejarah (historis) amat
dibutuhkan dan tidak dapat dielakkan dalam memahami agama, karena agama itu
sendiri turun berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.
Adapun yang
dimaksud di sini
dengan pendekatan sejarah yang menjadi titik fokus pembahasan disini adalah cara pandang yang
digunakan untuk merekonstruksi masa lalu umat manusia yang melihat suatu
peristiwa dari segi kesadaran sosial yang mendukungnya. Pendekatan ini lebih
populer disebut “sejarah sosial”. Pendekatan ini merupakan alternatif terbaik
untuk lebih menjelaskan perkembangan dan perubahan-perubahan historis pada masa
lalu secara lebih aktual dan komprehensif.
Melalui
pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang
bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya
kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan
yang ada di alam empiris dan historis. Pendekatan sejarah dibutuhkan dalam
studi agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang kongkret bahkan
berkaitan dan kondisi sosial kemasyarakatan.
Pendekatan
sejarah adalah mengkaji Islam dari perspektif yang dikenal dalam ilmu-ilmu
sejarah, dalam ini sebuah sejarah dipengaruhi oleh banyak faktor, sejarah
dipengaruhi oleh masa dan cara berpikir di masa itu, dan sebagainya. Ketika
diterapkan dalam mengkaji Islam, maka Islam bukan dilihat sebagai doktrin
semata, tetapi dilihat secara historis yang terkena deretan hukum historis yang
selalu berubah.
B.
Metode dan Pendekatan Sejarah
dalam Studi Islam
Dalam studi Islam dikenal adanya beberapa metode yang
dipergunakan dalam memahami Islam. Penguasaan dan ketepatan pemilihan metode tidak
dapat dianggap sepele. Karena penguasaan metode yang tepat dapat menyebabkan
seseorang dapat mengembangkan ilmu yang dimilikinya. Sebaliknya mereka yang
tidak menguasai metode hanya akan menjadi konsumen ilmu, dan bukan menjadi
produsen. Oleh karenanya disadari bahwa kemampuan dalam menguasai materi
keilmuan tertentu perlu diimbangi dengan kemampuan di bidang metodologi
sehingga pengetahuan yang dimilikinya dapat dikembangkan.
Diantara metode studi Islam yang pernah ada dalam sejarah,
secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu
:
Pertama, metode komparasi, yaitu
suatu cara memahami agama dengan membandingkan seluruh aspek yang ada dalam
agama Islam tersebut dengan agama lainnya. Dengan cara yang demikian akan
dihasilkan pemahaman Islam yang obyektif dan utuh.
Kedua, metode
sintesis, yaitu suatu cara memahami Islam yang memadukan antara metode ilmiah
dengan segala cirinya yang rasional, obyektif, kritis, dan seterusnya dengan
metode teologis normative[3].
Metode ilmiah digunakan untuk memahami Islam yang nampak dalam kenyataan
histories, empiris, dan sosiologis. Sedangkan metode teologis normative digunakan untuk memahami Islam yang terkandung
dalam kitab suci. Melalui metode teologis
normative ini seseorang memulainya dari meyakini Islam sebagai agama agama
yang mutlak benar. Hal ini di dasarkan kerena agama berasal dari Tuhan, dan apa
yang berasal dari Tuhan mutlak benar, maka agamapun mutlak benar. Setelah itu
dilanjutkan dengan melihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan
berbagai aspek kehidupan manusia yang secara keseluruhan diyakini amat ideal.[4]
Metode-metode yang digunakan untuk memahami Islam itu suatu
saat mungkin dpandang tidak cukup lagi, sehingga diperlukan adanya pendekatan
baru yang harus terus digali oleh para pembaharu. Dalam konteks penelitian,
pendekatan-pendekatan (approaches) ini tentu saja mengandung arti satuan
dari teori, metode, dan teknik penelitian. Terdapat banyak pendekatan yang
digunakan dalam memahami agama. Diantaranya adalah pendekatan teologis normative, antropologis,
sosiologis, psikologis, histories, kebudayaan, dan pendekatan filodofis. Adapun
pendekatan yang dimaksud di sini (bukan dalam konteks penelitian), adalah cara
pandang atau paradigma yang terdapat dalam satu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan
dalam memahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat, menandasakan bahwa
agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan
yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya.
Karena itu tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu
social, penelitian filosofis, atau penelitian legalistic[5].
Mengenai banyaknya pendekatan ini, penulis tidak akan
menguraikan secara keseluruhan pendekatan yang ada, melaikan hanya pendekatan histories
sesuai dengan judul di atas, yakni pendekatan histories.
Sejarah atau histories adalah suatu ilmu yang di dalamnya
dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek,
latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala
peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana,
apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut[6].
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami
agama, karena gama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan
berkaitan dengan kondisi social kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo
telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam,
menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari Al-Qur’an ia sampai pada satu
kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan Al-Qur’an itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama,
berisi konsep-konsep, dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan
perumpamaan.
Dalam bagian pertama yang berisi konsep ini kita mendapati
banyak sekali istilah al-Qur’an yang merujuk kepada pengertian-pengertian
normative yang khusus, doktrin-doktrin etik, aturan-aturan legal, dan
ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah-istilah atau singkatnya
pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat dari konsep-konsep yang telah
dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu Al-Qur’an, atau bias jadi merupakan istilah-istilah baru yang
dibentuk untuk mendukung adanya konsep-konsep relegius yang ingin
diperkenalkannya. Yang jelas istilah itu kemudian diintegrasikan ke dalam
pandangan dunia Al-Qur’an,
dan dengan demikian, lalu menjadi onsep-konsep yang otentik.
Dalam bagian pertama ini, kita mengenal banyak sekali konsep
baik yang bersifat abstrak maupun konkret. Konsep tentang Allah, Malaikat,
Akherat, ma’ruf, munkar, dan sebagainya adalah termasuk yang abstrak. Sedangkan
konsep tentang fuqara’, masakin,
termasuk yang konkret.
Selanjutnya, jika pada bagian yang berisi konsep, Al-Qur’an
bermaksud membentuk pemahaman yang komprehensif mengenai nilai-nilai Islam, maka
pada bagian yang kedua yang berisi kisah dan perumpamaan, Al-Qur’an ingin mengajak
dilakukannya perenungan untuk memperoleh hikmah[7] Melalui
pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya
berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorag tidak akan
memahami agama keluar dari konteks historisnya. Seseorang yang ingin memahami Al-Qur’an
secara benar misalnya, yang bersangkutan harus memahami sejarah turunnya Al-Qur’an
atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya al-Qur’an yang selanjutnya
disebut dengan ilmu asbab al-nuzul yang pada intinya berisi sejarah turunnya
ayat Al-Qur’an.
Dengan ilmu ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkadung dalam
suatu ayat yang berkenaan dengan hokum tertentu, dan ditujukan untuk memelihara
syari’at dari kekeliruan memahaminya.
C.
Urgensi
Pendekatan Sejarah dalam Metodologi Studi Islam
Setidaknya ada empat fungsi sejarah yang
dinyatakan Nugroho Notosusanto, yaitu:
1. Fungsi rekreatif
Yaitu sejarah sebagai
pendidikan keindahan, sebagai pesona perlawatan. Hanya pada fungsi rekreatif
ini menekankan pada upaya untuk menumbuhkan rasa senang untuk belajar dan
menulis sejarah. Kalau yang dipelajari berkait dengan sejarah naratif dan isi
kisahnya mengandung hal-hal yang terkait dengan keindahan, dengan romantisme,
maka akan melahirkan kesenangan astetis. Tanpa beranjak dari tempat duduk,
seseorang yang mempelajari sejarah dapat menikmati bagaimana kondisi saat itu.
Jadi, seolah-olah seseorang tadi sedang berekreasi ke suasana yang lalu.
2. Fungsi
inspiratif.
Fungsi ini terkait
dengan suatu proses untuk memperkuat identitas dan mempertinggi dedikasi
sebagai suatu bangsa. Dengan menghayati berbagai peristiwa dan kisah-kisah
kepahlawanan, memperhatikan karya-karya besar dari para tokoh, akan memberikan
kebanggaan dan makna yang begitu dalam bagi generasi muda. Karena itu, dengan
mempelajari sejarah akan dapat mengembangkan inspirasi, imajinasi dan
kreativitas generasi yang hidup sekarang dalam rangka hidup berbangsa dan
bernegara. Fungsi inspirasi juga dapat dikaitkan dengan sejarah sebagai
pendidikan moral. Sebab setelah belajar sejarah, seseorang dapat mengembangkan
inspirasi dan berdasarkan keyakinannya dapat menerima atau menolak pelajaran
yang terkandung dalam peristiwa sejarah yang dimaksud. Kaitannya dengan fungsi
inspiratif, C.P. Hill juga menambahkan bahwa belajar sejarah dapat menumbuhkan
rasa ingin tahu terhadap perjuangan dan pemikiran serta karya-karya tokoh
pendahulu.
3. Fungsi instruktif.
Yaitu sebagai alat
bantu dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini sejarah dapat berperan dalam
upaya penyampaian pengetahuan dan keterampilan kepada subjek belajar. Fungsi
ini sebenarnya banyak dijumpai, tetapi nampaknya kurang dirasakan, atau kurang
disadari, karena umumnya terintegrasi dengan bahan pelajaran teknis yang
bersangkutan.
4. Fungsi edukatif.
Maksudnya adalah bahwa
sejarah dapat dijadikan pelajaran dalam kehidupan keseharian bagi setiap
manusia. Sejarah juga mengajarkan tentang contoh yang sudah terjadi agar
seseorang menjadi arif, sebagai petunjuk dalam berperilaku.
Pendekatan kesejarahan
sangat dibutuhkan dalam studi Islam, karena Islam datang kepada seluruh manusia
dalam situasi yang berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatannya
masing-masing.
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang
diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu
peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari
konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang
memahaminya. Seseorang yang ingin memahami Alquran secara benar misalnya, yang
bersangkutan harus mempelajari sejarah turunnya alquran yang selanjutnya disebut asbab al-Nuzul (ilmu tentang sebab-sebab turunnya ayat
alquran) yang pada intinya berisi sejarah turunnya ayat alquran. Dengan ilmu
asbabun nuzul ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam
suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara
syariat dari kekeliruan memahaminya.[8]
Senada dengan alquran, dalam mempelajari hadits dan sunnah nabi pun, pengkaji
juga harus melihat asbabul wurudnya (sebab-sebab datangnya hadits tersebut).
Islam sebagai wahyu dicerminkan dalam
hadits-hadits Nabi Muhammad Saw. Persoalan di sekitar hadits tidak perlu
dikemukakan banyaknya. Bagaimana dalam buku hadits pertama Al Muwatha’, yang
dikumpulkan ternyata haya memuat sekitar 700 buah hadits, termasuk sunnah
sahabat. Sementara itu oleh imam Bukhori yang datang belakangan dicatat 4000
hadits, dan oleh Imam Muslim dicatat 6000 hadits. Lalu oleh Imam Ahmad Ibn
Hambal dicatat 8500 hadits. Kenapa ada pertambahan jumlah semacam itu? Kemudian
ada hadits shoheh, hadits mutawatir, hadits masyhur, hadits ahad.
Wilayah-wilayah inilah antara lain yang dapat dijadikan kajian. Kita melihat
bahwa orang sekarang mempunyai perlengkapan yang lebih untuk melakukan seleksi
hadits. Sebab sekarang misalnya kita memiliki komputer. Mungkin juga perlu
dipikirkan pendapat Fazlur Rahman, yang menyarankan penggunaan pendekatan Historical
critism terhadap haditst. Mungkin metode ini tidak dapat dilakukan oleh
pribadi-pribadi, tetapi sangat mungkin bisa dilakukan oleh kelompok. Kita
mengetahui dalam sejarah adanya upaya pemalsuan hadits. Kita juga mengetahui
bahwa Imam Bukhori, Imam Muslim, atau Imam Malik lebih dulu melakukan wudlu dan
shalat sebelum mencatat haditsnya. Hal
ini dilakukan sebagai usaha kehati-hatian. Imam Muslim dalam pengantarnya
mengatakan, tadinya hadits yang dikumpulkan ada 300.000 buah. Tetapi, setelah
diseleksi menjadi 6000 buah. Pertanyaannya, darimana dan sudah kemana saja
sisanya itu? Persoalan-persoalan seperti ini merupakan wilayah yang bisa
dilakukan kajian-kajian hermeneutika dan historical critism terhadap
hadits kita dapat meneliti matan hadits, rijalul hadits atau perawi hadits
tertentu. Ilmu yang sudah baku yang membahas persoalan hadits adalah ilmu
hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Ilmu-ilmu ini perlu terus
dikembangkan.[9]
Melalui pendekatan
sejarah seorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat
adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis
dengan yang ada di alam empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan
ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam
situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.
Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap
agama yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia
mempelajari al-Qur’an ia sampai pada satu kesimpulan bahwa pada dasarnya
kandungan al-Qur’an itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi
konsep-konsep, dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Dalam bagian pertama
yang berisi konsep ini kita mendapati banyak sekali istilah al-Qur’an yang
merujuk kepada pengertian-pengertian normative yang khusus, doktrin-doktrin
etik, aturan-aturan legal, dan ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya.
Istilah-istilah atau singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat dari
konsep-konsep yang telah dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu al-Qur’an,
atau bias jadi merupakan istilah-istilah baru yang dibentuk untuk mendukung
adanya konsep-konsep relegius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas istilah
itu kemudian dintegrasikan ke dalam pandangan dunia al-Qur’an, dan dengan
demikian, lalu menjadi konsep-konsep yang otentik.
Dalam bagian pertama
ini, kita mengenal banyak sekali konsep baik yang bersifat abstrak maupun
konkret. Konsep tentang Allah, Malaikat, Akherat, ma’ruf, munkar, dan
sebagainya adalah termasuk yang abstrak. Sedangkan konsep tentang fuqara’,
masakin, dhuafa’, munafiq, musyrikin, kafir, termasuk konsep yang
konkret.
Selanjutnya, jika pada
bagian yang berisi konsep, al-Qur’an bermaksud membentuk pemahaman yang
komprehensif mengenai nilai-nilai Islam, maka pada bagian yang kedua yang
berisi kisah dan perumpamaan, al-Qur’an ingin mengajak dilakukannya perenungan
untuk memperoleh hikmah. Melalui kontemplasi terhadap kejadian-kejadian atau perisiwa
historis dan juga melalui kiasan-kiasan yang berisi hikmah tersembunyi, manusia
diajak merenungkan hakikat dan makna kehidupan. Banyak sekali ayat yang berisi
ajakan semacam ini, tersirat maupun tersirat, baik menyangkut hikmah historis
ataupun menyangkut simbol-simbol. Misalnya simbol tentang rapuhnya rumah
lab-laba, tentang luruhnya sehelai daun yang tak lepas dari pengamatan Tuhan
atau tentang keganasan samudera yang menyebabkan orang-orang kafir berdoa.[10]
D. Periodesasi Studi Islam Dengan Pendekatan Sejarah
1. Pendekatan
Sejarah Periode klasik
Masa ini
merupakan masa kebangkitan atau kejayaan
islam/periode keemasan bagi umat islam. Harun Nasution membagi periode klasik kedalam
dua fase:
a. Fase, ekspansi, integrasi, dan puncak kemajuan
Islam (650-1000M)
Pada
zaman ini daerah Islam meluas melalui Afrika Utara sampai Spanyol di barat,dan
melalui Persia sampai keIndia timur.Di zaman ini pula berkembang dan
memuncaknya Ilmu pengetahuan baik dalam Agama maupun non agama dan kebudayaan
Islam. Dalam Hukum Islam ,bagaimana ini dapat menghasilkan ulama`besar seperti
Imam Malik (93H), Imam Abu Hanifah (80H), Imam Syafi`i dan Imam Ahmad Bin
Hanbal(164H).
Dalam
bidang teologi (Ilmu Kalam) seperti Imam al Asy`ari, Imam al-Maturidi, Pemuka
pemuka Mu`tazilah seperti Wasil Bin Atho`,Abu al Hudzail. Al Nazzam, dan
al-Jubba`i. Dalam bidang tasawuf/mistisme, seperti Dzul al Nun al Misri, Abu
Yazid al Bustami dan al Hallaj. Dalam bidang filsafat seperti al Kindi, al Farabi,
Ibnu Sina,al Ghazali, Ibnu Rusdy dan Ibn Maskawaih.Dalam bidang Ilmu
pengetahuan (sains) Ibnu Hayyan, Ibnu Haytam, al Khawarizmi, al Mas`udi al
Razi.dan bidang-bidang lainnnya. Dengan demikian periode klasik ini merupakan
periode kebudayaan dan peradaban Islam yang tertinggi dan mempunyai pengaruh
terhadap tercapainya kemajuan atau peradaban modern di Barat sekarang,
sungguhpun tidak secara langsung.Hal ini diakui oleh orentalis Barat
diantaranya :
1) Cristoper Dawson menyatakan "Periode Kemajuan Islam ini
bersama masanya dengan abad kegelapan di Barat"
2) Gustave Lebon,
menyatakan "Orang Arablah yang menyebabkan kita mempunyai peradaban,
karena mereka adalah imam kita selama enam abad"
b. Fase Disintegrasi (1000-1250)
Fase
disintegrasi ini sebenarnya telah didahului oleh fase pradisintegrasi, yaitu
suatu fase di mana kemajuan Islam masih berlangsung, yaitu daerah daerahnya
mulai terdapat usaha memisahkan diri dari khalifah pusat di Damaskus atau
Baghdad Misalnya: Disebelah Timur Baghdad, timbul Dinasti Tahiri, yang berkuasa
di Khurasan (820-872M), Dinasti Samani (874) melepaskan diri dari Baghdad,
dan Dinasti Saffari pada tahun 908M. Adapun fase disintegrasi merupakan fase di
mana pemisahan diri dinasti dinasti dari kekuasaan pusat, dilanjutkan dengan perebutan
kekuasaan antara dinasti dinasti tersebut untuk menguasai satu sama lain
.Sepeti Dinasti Buwaihi menguasai daerah Persia dikalahkan oleh Saljuk
pimpinan Tughril Beg (1076M). Di zaman disintegrasi ini, ajaran ajaran sufi
timbul pada zaman kemajuan Islam, mengambil bentuk terikat, sehingga mutunya
mulai menurun.
2. Pendekatan
Sejarah Periode Pertengahan
Periode
pertengahan ini juga dibagi menjadi dua fase
a.
Masa
kemunduran (1250-1500M)
Pada
masa ini desentralisasi dan disisntegrasi bertambah meningkat. Perbedaan antara
Sunni dan Syi`ah, demikian juga antara Arab dan Persia bertambah
tampak.Pada masa itu pula umat Isalm di Spanyol di paksa masuk Kristen atau
keluar dari daerah itu.
b.
Fase
tiga kerajaan besar (1500-1700M)
Fase
tiga kerajaan besar ini dimulai dengan zaman kemajuan (1500-1700M), kemudian
zaman kemunduran (1700-1800M).Tiga kerajaan besar yaitu :
1) Kerajaan Usmani (otto mani empire) di Turki
2) Kerajaan Safawi di Persia
3) Kerajaan Mughal di India
3. Pendekatan
Sejarah Periode Kebangkitan Islam
Pada
periode ini dunia Kristen Eropa sedang mengalami masa kegelapan,
diseumpamakan dengan ” bangkai raksasa yang sedang membusuk “, sementara
itu dunia Islam tengah mengalami masa keemasan.Perlu dicatat bahwa pada periode
ini peradaban Eropa mengalami kebangkitan, sementara dunia Islam mengalami
kemunduran. Pada masa ini muncul tokoh-tokoh intelektual diantaran Gerard Van
Cromona yang menyalin buku Ibnu Sina The canon of medicine ,
Fransiscan Roger Bacon, yang menganut aliran pemikiran empirisme dan realisme
berusaha menenentang berbagai kebijakan gereja dan penguasa pada waktu
itu, sehingga menyebabkan perlawanan terhadap gereja dan raja yang
menindas terus berlangsung, revolusi ilmu pengetahuan makin gencar dan
meningkat, Newton dengan teori gravitasinya, John Locke yang menghembuskan
perlawanan kepada pihak gereja
dengan mengemukakan bahwa manusia bebas
untuk berbicara, bebas mengeluarkan
pendapat, hak untuk hidup,
hak untuk merdeka, hak
berfikir, begitu juga J.J .Rousseau yang mengecam penguasa melalui
bukunya yang berjudul Social Contak.
4. Pendekatan
Sejarah Periode Modern
Periode
ini merupakan zaman kebangkitan Islam. Ekspedisi Napoleon di Mesir yang
berakhir pada Tahun 1801M yang mengakibatkan jatuhnya Mesir ketangan Barat, itu
membuka mata dunia Islam terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran dan
kelemahan umat Islam dibanding dengan kemajuan dan kekuatan Barat yang baru
bangun dari tidurnyaThun 1000 M. Atas dasar itu maka raja raja dan para pemuka
Islam mulai berfikir bagaiman meningkatkan mutu dan kekuatan umat Islam
kembali, serta mencari jalan untuk mengembalikan balance of power yang telah
pincang dan memebahayakan umat Islam.
Ciri
ciri umat Islam pada periode modern ini adalah keadaan yang berbalik pada
periode klasik, dalam arti bahwa pada periode ini umat Islam mulai bangkit sementara Barat sedang dalam kegelapan.
Sedang pada periode modern ini sebaliknya umat Islam sedang dalam kegelapan
semantara Barat mendominasi dunia Islam, sehingga menyebabkan umat Islam ingin
belajar dari Barat.
5. Pendekatan
Sejarah Periode Kontemporer
Periode
ini merupakan era tahun terakhir hingga saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan
di periode kontemporer ini diantaranya teknologi rekayasa genetika
(genetic engineering), teknologi informasi, teori partikel elementer.perkembangan
stadi Islam sampai era kebangkitan Eropa (Reinasans), dimana kebangkitan
peradaban dan ilmu pengetahuan Barat Eropa telah menghempaskan dan merobohkan
pohon peradaban Islam klasik yang memang sudah rapuh dari dalam diri umat Islam
sendiri.Yang kemudian memasuki masa modern hingga era kontemporer saat ini,
umat Islam masih tertatih-tatih untuk bangkit dari keterpurukan moral,
spiritual dan intelektual.dengan pendekatan sejarah dan komparasi
(Historical and Comparative Research Approach) yaitu
suatu pendekatan untuk memahami sesuatu dengan mempelajari sejarahnya dan
untuk selanjutnya membandingkan seluruh aspek yang ada dalam sesuatu
tersebut dengan sesuatu yang lainnya, dengan demikian akan dihasilkan pemahaman
suatu yang objektif dan utuh. Atau dengan kata lain, pendekatan
dengan tujuan untuk mengetahui Islamic Studies era klasik dan
kontemporer dari sisi sejarah pasang surutnya, dan bagaimana
bentuk komparasi perbandingan yang dapat dibangun dari Islamic
Studies era klasik dan kontemporer, sebagai usaha untuk memotifasi diri.
E.
Manfaat Pendekatan Historis
Dalam Studi Islam
Pendekatan
historis dalam studi Islam amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama
itu sendiri turun dalam situasi dan kondisi sosial kemasyarakatan. Yaitu bagaimana
melakukan pengkajian terhadap berbagai studi keislaman dengan menggunakan
pendekatan histories sebagai salah satu alat (metodelogi) untuk menyatakan
kebenaran dari objek kajian itu.
Pentingnya pendekatan ini, mengingat karena rata-rata disiplin keilmuan dalam Islam tidak terlepas dari berbagai peristiwa atau sejarah. Baik yang berhubungan dengan waktu, lokasi dan format peristiwa yang terjadi. Melalui pendekatan historis dalam studi Islam ditemukan berbagai manfaat yang amat berharga, guna merumuskan secara benar berbagai kajian keislaman dengan tepat berkenaan dengan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya.
Pentingnya pendekatan ini, mengingat karena rata-rata disiplin keilmuan dalam Islam tidak terlepas dari berbagai peristiwa atau sejarah. Baik yang berhubungan dengan waktu, lokasi dan format peristiwa yang terjadi. Melalui pendekatan historis dalam studi Islam ditemukan berbagai manfaat yang amat berharga, guna merumuskan secara benar berbagai kajian keislaman dengan tepat berkenaan dengan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya.
Seseorang
yang ingin memahami alquran secara benar, maka ia harus mempelajari sejarah
turunnya Al-quran (asbab al-Nuzul) dengan demikian ia akan
dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan
hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara syari’at dari kekeliruan
memahaminya.
Mengingat
begitu besar peranan pendekatan historis ini, maka diharapkan akan melahirkan
semangat keilmuan untuk meneliti lebih lanjut beberapa peristiwa yang ada
hubungannya terutama dalam kajian Islam di berbagai disiplin ilmu dan
diharapkan dari penemuan-penemuan ini akan lebih membuka tabir kedinamisan
dalam mengamalkan ajaran murni ini dalam kehidupan yang lebih layak sesuai
dengan kehendak syara’, mengingat
pendekatan historis memiliki cara tersendiri dalam melihat masa lalu guna
menata masa sekarang dan akan datang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendekatan
sejarah adalah mengkaji Islam dari perspektif yang dikenal dalam ilmu-ilmu
sejarah, dalam ini sebuah sejarah dipengaruhi oleh banyak faktor, sejarah
dipengaruhi oleh masa dan cara berpikir di masa itu, dan sebagainya. Ketika
diterapkan dalam mengkaji Islam, maka Islam bukan dilihat sebagai doktrin
semata, tetapi dilihat secara historis yang terkena deretan hukum historis yang
selalu berubah.
Menurut Harun Nasution periodesasi sejarah islam ada tiga, yang pertama
periode klasik yang di mulai pada tahun 620M, yang ke dua periode pertengahan
yang di mulai pada tahun 1250M, yang ke tiga periode modern yang di mulai pada
tahun 1800M.
B. Saran
Mudah-mudahan makalah yang sederhana ini bisa bermanfaat
kita, terutama dalam memahami metode
studi Islam dengan pendekatan historis. Namun penulis menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi bahasa, sistematika
penulisan, dll. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.
Penulis mohon maaf atas semua kekurangan dan
keterbatasan. Terima kasih atas kerjasama dan saran dari pembaca semua.
DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1998
Departemen Pendidikan dan Kebudayan
RI, Kamus Umum Bahasa
Indonesia,
Jakarta: Balai
pustaka, 1995)
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu,
1999)
Mudzhar, Atho. Pendekatan Studi Islam dalam
Teori dan Praktek. Yogyakarta:
Pustaka
Pelajar. 1998
Taufik Abdullah dan M Rusli Karim (ed.), Metodologi
Penelitian Agama Sebuah
Pengantar,
Yogyakarta;
Tiara Wacana Yogyakarta, 1990
Taufik Abdullah, (ed.), Sejarah dan
Masyarakat, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1987)
[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayan RI, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai pustaka,
1995)
[5] Taufik
Abdullah dan M Rusli Karim (ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah
Pengantar, Yogyakarta; Tiara Wacana Yogyakarta, 1990, Cet. ke-2, h. 92
[6] Taufik
Abdullah, (ed.), Sejarah dan Masyarakat, (Jakarta; Pustaka Firdaus,
1987), h. 105.
[8] Ibid.,
hal. 48
[9]
Mudzhar, Atho. Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1998