Tangisan memekik keras saat tangan pak
pendeta memberi aba-aba untuk membuka peti jenazah indah berwarna coklat tua
berukirmalaikat dan bunga teratai indahdengan dua pintuyang dapat dibuka
seharga Rp3 juta rupiah. Di dalamnya terdapatsesosok jenazah wanita tua yang
cantik dengan make up dan pakaian yang indah seakan belum meninggal, “ marilah kita melihat wajah nyonya Kinah
untuk yang terakhir kali, sosok wanita yang berhati mulia,tegas,bijaksana dan
tegar” sambil mengacungkan tangan nya kearah para pelayat dan memberi
aba-aba untuk mengalihkan pandangan kearah peti jenazah yang telah terbuka. Di dalam
peti tampak wajah wanita dengan pakaian
indah berusia 70 an.
Wajah ibu tampak bahagia, kemerahan, dengan riasan
alis yang hitam ,rambut hitam tersisir rapi seakan belum meninggal. Semua yang
menyaksikan seolah-olah melihat wanita yang sedang tertidur pulas menikmati
tidur panjangnya dalam sebuah peti jenazah yang indah.
Tetesan air mata membanjiri wajah semua orang yang menghadiri pemakaman
Ny.Kinah. mereka tidak tahan membendung lautan air mata yang siap mendobrak
pelupuk mata mengiringi kepergian ibu. Kesedihan meliputi suasana sore itu di
sebuah pemakaman umum yang telah dipenuhi warga. Terdengar teriakan “ ibu, jangan tinggalkan kami ....... ” memanggil
nama wanita yang tidak akan pernah kembali untuk membagikan kebahagiaannya lagi
di tengah-tengah orang tersebut.
Saat peti ditutup,suara tangisan semakin
keras memecah suasana pemakaman. Tampak
wajah-wajah lelaki dan perempuan yang dipenuhi air mata dengan wajah kusut
penuh kesedihan yang tidak mengenal tingkatan umur dan status sosial. Kesedihan
semakin menggunung, seakan telah terjadi bencana besar yang menimpa desa
itu.
Di tengah kesedihan itu, tampak seonggok
gunung kecil berukuran 2 kali 1 yang di atas salah satu ujung sisinya berdiri
sebuah tiang salib berwarna hitam yang bertuliskan inisial nama wanita.
Onggokan tanah yang di atasnya bertaburan
bunga berwarna – warni dengan potongan daun pandan disertai wewangian
dan karangan bunga dari para pelayat.
Di sekitar pemakaman ibu tercium
semerbak wewangian yang menusuk hidung
seakan mengiringi kepergian ibu dan mengakhiri penderitaan selama hidupnya. Di
situ tak ada lagi suara tangisan dan doa yang dipanjatkan, sepi dan lenggang
tak seorangpun yang tertinggal di situ selain lilin-lin putih yang terus
menyala menanti datangnya angin yang akan segera meniup dan akhirnya padam. Awan
hitam semakin menumpuk membuat langit
semakin gelap, namun anehnya hujan tidak turun. Apakah gerangan yang terjadi?
“ Tak ada sesuatu apapun yang sempurna
dan akan tetap abadi di dunia ini, karna semuanya akan kembali kepangkuan-Nya,
kita hanya bisa menunggu kapan kita dipanggil dan menunggu giliran kita. ”
itulah ucapan ibu kepada aku dan kakak
ketika makan bersama di ruang dapur tua yang dipenuhi suasana kebahagiaan.
Senyuman yang selalu dipancarkan ibu seolah menebarkan aroma-aroma kebahagiaan
kepada semua yang melihatnya.
“ Ibu ingin kalian menjadi orang - orang
yang berguna bagi keluarga, agama, bangsa dan negara.” Ucap ibu.
“ Ibu masih ingat perjuangan ayah dulu
saat harus berjuang dan menumpas para
pemberontak terhadap negara kesatuan RI bersama anggota Militer tentara
Siliwangi yang memperjuangkan nasib
bangsa masa awal perang kemerdekaan. Ayah tidak pernah gentar, bahkan takut, apalagi mengeluh akan
kematian yang sewaktu – waktu menimpa. Berjuanglah untuk negeri ini selagi
kalian bisa, tumpas semua kejahatan, keserakahan dan kezaliman yang ada. Walau
kalian harus menderita kehilangan kebahagiaan , kehilangan harta namun kalian
tetap memiliki harga diri dan maruah
yang tinggi untuk negeri ini.” Dengan
terbata – bata ibu memberikan wejangan dan pengajaran yang bagiku amatlah
berharga di saat makan malam bersama. Tampak sesekali ibu mengambil sesesuap
nasi dari dalam piring seng lalu mengarahkan kedalam mulutnya untuk dikunyah,
dan mengambil segelas air putih dari ketel alumunium berwarna putih.
Ibu memang gemar bercerita, apalagi di
saat suasana makan bersama. Kebahagiaan yang dapat aku rasakan tidak akan
pernah terjadi lagi dalam hidupku. Kebahagiaan seorang ibu yang memiliki
kharisma dan pesona laksana bidadari yang selalu memberikan kesegara pada yang
meminta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar