Aku
dan Kupu-Kupu Malam Eiffel
“ Ibarat seekor
kupu-kupu cantik yang terbang kesana kemari mencari madu, mungkin itu yang bisa
aku katakan pada diriku.” Tutur seorang wanita cantik perawakan cina kepadaku
tanpa ada rasa malu. Aku katakan pada
nya, walaupun dia seorang pelacur,dia
juga manusia yang harus dihargai. “
Memang sakit rasanya, apabila hidup begini hidup menjadi seorang wanita tuna
susila yang selalu menjajakan kelamin dan payu dara kepada lelaki hidung
belang. Ini memang bukan kemauanku tapi aku harus bagaimana lagi. hidupku
hancur, ibaratnya tak adalagi yang harus dibanggakan pada diriku.” Isak tangis
wanita itu, membuat air mataku jatuh menetes. Aku tak sanggup membayangkan
betapa besar penderitaan yang ia alami. Memang aku akui wanita cina itu
termasuk wanita yang tegar. Namun jika ia tegar, mengapa ia sampai menjajakan
diri di pinggir jalan? Itulah yang menjadi pertanyaan dalam hatiku.
Aku lihat dia terus
menangis, sepertinya ia ingin menceritakan masalahnya padaku. Namun malam itu
aku harus pulang ke Apartement karena malam telah larut. “ Cik sepertinya
sepertinya saya harus pulang, karena besok saya harus berangkat ke
kantor.” Pamitku kepada wanita cina itu.
“ Baiklah, semoga besok malam kita bisa berjumpa di tempat ini lagi.” Sahut Si
Wanita cina.
Malam semakin larut,
kira – kira sekitar pukul satu dini hari, cuacapun dingin dan menusuk kulit
membuat aku terhuyung-huyung sendirian menyusuri jalanan beraspal di kota Paris
ini. Aku merasa agak ketakutan jalan sendirian begini,memang hari ini suasana
kota berbeda dengan hari biasanya. Aku terus mempercepat langkah kakiku,hingga
tibalah di apartement tempat aku tinggal. Rasa takutku pun segera sirna setelah
aku tiba dengan selamat. Sesampai di Apartemant aku langsung membenahi diriku
dari tugas kantor yang menumpuk. Ku ambil segelas air putih dan ku teguk
sedikit demi sedikit untuk membuang rasa dahaga yang aku tahan sejak tadi di
jalanan. Aku tak langsung tidur, aku masih teringat dengan wanita cina tadi
yang aku jumpai sedang menjajakan diri di jalanan kota ini. Aku tak habis pikir
tentang wanita itu.
“ Teng, teng, teng”
bunyi suara dentingan jam yang ada di ruang tamu. Ternyata sudah jam tiga
subuh, aku belum tidur asyik memikirkan wanita itu, aku masih penasaran
dengannya dan ingin mencari tahu tentangnya lebih banyak lagi. Akan tetapi,
memang mata ini tidak mau di ajak kompromi aku sesekali menguap, menandakan
bahwa aku harus segera tidur agar besok tidak terlambat berangkat ke kantor.
Lalu aku mulai merebahkan tubuhku di atas kasur dan mataku pun mulai terlelap.
Aku tertidur pulas tak sadar akan apa yang terjadi selanjutnya.
Hari telah berganti
pagi, aku buru – buru mengambil handuk untuk membersihkan diriku. Namun aku lupa bahwa tangki penampungan air
tidak berfungsi, dikarenakan hari Sabtu kemarin tangki itu kepenuhan hingga
tangkinya jatuh dan pagi ini aku harus kesulitan untuk mandi. Rasa jengkel tak
dapat aku hindari, memang pagi ini emosiku meluap. Kemudian aku ke dapur untuk menyiapkan sarapan, tetapi sepertinya
aku harus kecewa juga. Di dalam lemari yang ada hanya sepotong roti sedangkan susu
dan keju sudah habis, sungguh sial nasibku hari ini. Ih, geram, rasa mau aku
banting piring ini.
Jam dinding
sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi waktu setempat. Lalu aku
bergegas berangkat ke kantor tanpa mandi dan sarapan pagi. Tapi aku punya akal
supaya tidak di ketahui teman – teman kantor bahwa aku belum mandi. Aku
menggunakan pengharum tubuh melebihi kapasitas biasanya, ya tujuannya pastilah
supaya aku tetap terlihat anggun ,segar dan wangi.
“ Sandra, bagaimana
hasil laporan keuangan kemarin, apakah sudah kamu selesaikan penyusunannya?”
Tanya pak manager kepadaku.
“ ya pak, sudah… “ Jawabku
kepada pak manager yang selalu tersenyum saat bertemu denganku. Memang ku akui,
pak manager memang tampan dan berwibawa. Di usia muda dia sudah menjadi seorang
menager perusahaan yang bergerak di bidang periklanan. Pak manager tampan, Aku
memang jatuh hati dengannya, tapi aku takut kalau-kalau dia sudah mempunyai
pacar. Kalaupun dia sudah mempunyai pacar, siapa ya kira – kira? Ih rasanya
tidak enak jika aku bicara tentang pacar.
“ Sandra, apakah malam
ini kamu ada acara di luar? “ Tanya pak manager.
“ Maaf pak, memangnya ada apa ya? “ jawabku
balik bertanya. Aku teringat dengan
wanita cina dipinggir jalan tadi malam.
“ Oh iya pak, malam ini
aku ada janji dengan temanku.” Jawabku dengan tegas.
“ Tidak ada apa – apa, aku hanya ingin mengajak
kamu makan ke Restoran.” Jelas
Pak manager tanpa ada rasa gugup seperti lelaki
lain yang biasa ingin menembakku.
“ Maaf pak, bagaimana lain
kali saja kita jalannya.” Ujarku lagi.
“ Ya baiklah Sandra,
sekarang kamu boleh kembali ke ruanganmu.”
Perintah pak manager tampan.
Aku bergegas
melangkahkan kaki menuju ruang kantorku, aku tak habis pikir tidak biasanya pak
manager mengajakku makan malam di restoran. Padahal banyak temanku yang lain
yang bisa dia ajak. Tapi ya sudahlah,,, mungkin ini rezeki buatku.
Jam kantor sudah
berakhir, sekarang pukul tiga lewat tiga
puluh lima sore. Aku harus berkemas – kemas karena kantor akan segera ditutup.
Teman – teman yang lain pun juga sudah pulang.
“ Sandra, kamu pulang
dengan siapa ? “ Tanya Hendra temanku.
“ Aku pulang sendirian
Hen.” Jawabku.
“ Kalau begitu kita,
kita sama-sama yuk.” Ajak hendra.
“ Tidak usah hen, aku
ada urusan lain setelah ini.” Sahutku.
“ Okelah San kalau
begitu aku duluan ya, sampai jumpa besok.” Tambah Hendra
“ Ya hen, see you
next.” Sahutku.
Hendra memang sahabat
lamaku di kantor ini. Dia memang orang yang baik, kebetulan juga dia seorang
keturunan campuran Belanda – Cina. Orang
tuanya menetap di Belanda sedangkan dia
dulunya pernah tinggal di Singkawang bersama istrinya yang kebetulan orang
Indonesia dari etnis Dayak. Persahabatanku dengan Hendra sudah cukup lama, kira
– kira tujuh tahunan. Dia juga sudah kuanggap sebagai saudara angkatku. Pahit
manisnya kehidupanku kujalani disini bersama Hendra dan keluarganya. Memang
mereka keluarga yang bahagia, istrinya juga selalu memberi semangat kepadaku
agar selalu betah di negeri orang.
Waktu terus berlanjut,
aku harus tiba di rumah secepatnya. Karena nanti malam aku harus menemui wanita
cina itu lagi di dekat menara. Aku masih penasaran dengan dia, yang tak lain
adalah wanita cina misterius itu. Wanita itu membuat hatiku terus
bertanya-tanya.
Kulangkahkan terus
kakiku hingga tiba di sebuah mini market. Di Mini market itu aku membeli
keperluanku sehari-hari. Keperluan yang harus dipenuhi oleh seorang Sandra. Aku
masuk dan mulai memilih barang. Di sini barang – barang yang dipasarkan
kebanyakan produk local, jadi aku tidak perlu kuatir akan kualitas barang yang
dijual.
Aku terus memilih
belanjaan, sementara jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Agaknya aku harus
terlambat lagi pulang kerumah. Tapi ya tidak apalah, yang penting barang yang
aku perlukan sehari – hari bisa aku
penuhi.
Aku segera ke kasir,
untuk membayar belanjaanku.
“ Mademoisellei Sandra.
” sapa seorang ibu.
“ Oui, madame.’’ Jawabku.
“
Vous-Etez Sandra, oui?” Tanya
ibu itu.
“
Oui madame.” Sahutku.
“
Comment Ça-va?” dia menanyakan
kabarku.
“
Bien madame. Vous etez, madame Dubois Margarette?” sahutku sambil kembali
bertanya balik kepadanya.
“
Bien sur, moi Margarrette.” Dia
menjawab dengan antusias kepadaku.
Pembicaraan ku dengan
nyonya Dubois Margarette berlangsung sekitar lima belas menit, di depan kasir
mini market itu. Nyonya Dubois margarrette adalah teman akrab bibiku. Nyonya
margarrette biasa aku memanggilnya merupakan sosok yang baik. Setiap hari natal
pasti aku berkunjung ke rumahnya. Rumahnya juga berada di kota Paris. Dia sudah
ku anggap bibiku sendiri. Namun sayangnya di kerenakan aku terlalu sibuk,
sehingga aku hampir jarang kerumahnya
terkecuali hari natal. Hari natal ini pun aku akan datang ke rumahnya,
maklumlah aku sudah lama tidak berjumpa dengan Melanie, putri semata wayangnya
yang masih kecil.
Waktu terus berlalu,
setelah aku bertemu nyonya Margarrette di mini market tadi sore. Aku hampir
lupa bahwa malam ini aku ada janji dengan
wanita Cina itu. Aku cepat – cepat menyelesaikan makan malamku. Setelah
semuanya beres, akupun segera bergegas ke kamar. Aku memilih pakaian yang cocok
dan tidak tampak kelihatan lekuk tubuhku. Aku sangat takut jika menggunakan pakaian
yang mini di sini, maklumlah di kota besar dan gemerlap. Biar kata orang aku
tidak mode, yang penting aku aman dari kejahatan dan pelecehan seksual.
Jaket hitam yang aku
gunakan ini memang cocok dikenakan pada malam hari. Selain longgar, bahannya
juga dapat menyerap keringat dan bagian luarnya anti air. Jadi dapat berfungsi
ganda. Selain itu, celana Pantalon berwarna hitam berbahan jean’s yang aku
kenakan juga longgar dan tidak menyusahkan untuk aku bergerak bebas. Sepatu
yang kupakai tetap sepatu sports kesayanganku.
Sepatu ini sudah banyak menolong kakiku dari batu dan debu.
Malam semakin larut,
kota Paris dengan penuh gemerlapnya lampu – lampu hias, membuat aku seakan
berada di antara kunang – kunang yang bersinar di malam hari. Aku terus berjalan
menyusuri jalanan yang dipenuhi
orang-orang yang berlalu lalang. Biarpun sudah larut malam namun tetap
saja masih ada orang yang terjaga. Mungkin saja orang-orang itu sama sepertiku,
yang selalu sibuk dengan pekerjaan di siang hari.
Dari jauh tampak menara
Eiffel Paris, menara ini cukup besar dan tinggi. Menurut buku sejarah dan
cerita pak guru dulu, Menara ini
dirancang oleh Alexandre Gustave Eiffel antara tahun 1887-1889 sebagai pintu
masuk Exposition Universelle, yaitu pameran Dunia yang merayakan seabad
Revolusi Perancis. Ya memang itulah kebenaran sejarah yang diajarkan pak guru
dulu, saat aku duduk dibangku sekolah dasar.
Tanpa terasa sekarang
aku telah berada di bawah menara Eiffel, tak ada wanita cina itu di sini. Di
mana ya dia? Pikirku. Tiba-tiba aku menengok kearah lain, di sana aku melihat
seorang wanita berpakaian seksi dengan dandanan menor. Akupun mendekatinya,
ternyata itu memang wanita cina semalam.
“ Kamu yang tadi malam?
‘ tanyaku untuk memastikan.
“ Oh, iya.” Jawab
wanita itu.
“ Kamu sendiriaan …. ?
” tanyanya lagi.
“ Iya… “ sahutku lagi.
Percakapan demi
percakapan terus berlanjut, tiba pada point yang paling penting saat aku
mengintrogasi dia tentang jati dirinya dan sebpenyebab dia masuk ke dunia
prostitusi itu. Menurut pengakuannya, dahulu ia berangkat ke Paris bersama
seorang lelaki setempat yang datang ke Indonesia. Pada saat itu di Indonesia
terjadi kerusuhan besar sekitar tahun 1996. Lelaki itu berada di Jakarta, ia
bekerja di sana sebagai sopir pejabat pada salah satu kedutaan besar yang ada
di Jakarta. Tanpa sengaja lelaki itu mengajak dia pergi ke Perancis untuk
menghindari kerusuhan besar tersebut. Ya, menurut pengakuan wanita cina itu.
Saat aia berada di Jakarta, keadaan di sana cukup menegangkan. Banyak terjadi
penjarahan, pembakaran, pembunuhan, bahkan keluarganya ada yang dibunuh dan
diperkosa oleh orang yang tidak berperi kemanusiaan. Saat aku mendengar
pengakuannya itu aku menjadi sangat terharu dan tak dapat aku bayangkan apabila
aku berada di tengah kejadian tersebut.
Percakapan terus
berlanjut, dan malam pun terus berlalu. Namun aku tetap mengintrogasi wanita
cina itu dengan penuh sabar dan kehati – hatian. Aku tidak ingin membuat dia
curiga bahkan marah, hanya satu yang aku inginkan darinya adalah terus
bercerita tentang masa lalunya.
Percakan sepertinya
tidak habis-habisnya. Tibalah pada pokok percakapan yang paling penting. Sebab
dimana dia jatuh menjadi seorang wanita tuna susila.
“ Saat aku berada di
sini pertama kalinya, sebenarnya malu menjadi seorang pelacur. Namun apa boleh
buat, lelaki itu telah membawa aku ke dalam jurang hitam ini. Pertama kalinya
aku dia perkosa, setelah itu aku dijual lagi ke para lelaki hidung belang. Aku
di jadikannya sebagai sumber uang, dirumah aku di jadikan pemuas nafsu
birahinya. Kalau tidak melayaninya, aku
dipukul dan harus mengalami penyiksaan berat. Kejadian ini berlangsung
terus menerus selama lima belas tahun. Saat aku hamil, kandunganku diaborsi.
Dia tidak mau aku mempunyai anak dan hidup normal, yang dia inginkan hanyalah
uang dan nafsu yang terlampiaskan padaku.” Wanita itu terus bercerita dengan
air mata yang membanjiri wajahnya, Sungguh cerita yang menurutku dapat
dipercaya.
“ Aku dulu tidak tamat
sekolah, aku hanya kelas lima SD. Aku hanya bisa membaca dan berhitung. Namun, sejak
aku berada di Jakarta, aku bisa sedikit lancar berbahasa Indonesia dikarenakan
aku setiap hari bergaul dengan teman-temanku yang ada di sana. Aku memang orang
kampung, berasal dari Singkawang, sebuah kota kecil di Kalimantan barat. Aku
berangkat ke Jakarta, dikarenakan niat untuk bekerja membantu keluargaku yang
ada di sana. Namun kenyataan pahit harus aku terima, hingga aku terdampar di
sini menjadi seorang pelacur. ” tambah
wanita itu, sambil sesekali mengusap air matanya yang terus mengalir deras
membasahi kelopak mata yang mulai keriput.
Cerita terus berlanjut,
malam telah berganti subuh. Waktu itu sekitar
pukul tiga subuh. Aku merasakan hawa dingin turun dari langit dan sudah
mulai menusuk kulitku. Namun ku perhatikan, wanita cina itu tetap bertahan
dengan cuaca seperti itu. Pakaian mini baginya bukanlah sebuah penghalang. Aku
terus bertanya padanya, dan tibalah pada point terakhir.
“ Sekarang aku tinggal
sendiri di sudut kota ini, sedangkan lelaki itu telah meninggal sekitar 2 tahun
yang lalu karena menderita penyakit HIV. Penderitaan ku kini sedikit berkurang,
namun penyakit itu kini aku derita dan menurut diagnose dokter seminggu lagi
aku akan meninggal, aku berharap kamu tidak terkejut mendengarnya. Aku
hanya ingin kamu membantuku. Seandainya
kelak kamu pulang ke Indonesia, aku ingin kamu mengantarkan surat dan kotak
kecil ini kepada keluargaku yang mungkin masih ada di sana.” Wanita itu terus
berbicara padaku, lalu ia memberikan sepucuk surat dan sebuah kotak kecil berwarna
perak kepadaku.
“ Di dalam kotak ini
ada sebuah cincin peninggalan leluhur kami yang harus kembali ke anak cucunya.”
ucap wanita cina itu kepadaku tentang isi kotak kecil tersebut.
Aku tertegun sesaat,
aku bertanya dalam hati kecilku, mengapa wanita ini percaya padaku?. Akan
tetapi aku tetap menanggapinya dengan pemikiran positif.
“ Baiklah Cik, aku akan menyampaikan surat dan pesanmu
ini kepada saudaramu yang ada di
Indonesia. Aku bersyukur bisa berjumpa dengan mu, walau hanya sebentar. Namun
kau sudah banyak memberiku cerita tentang pengalaman hidupmu yang penuh
perjuangan.” jawabku kepadanya.
Air mata ku tidak dapat
aku bendung, saat dia memeluk tubuhku dan membelai rambut pendekku. Aku sangat
terharu, dengan kejadian itu. Aku tahu dia sangat mengalami beban hidup yang
berat. Aku tahu bagaimana hati dan perasaan seorang wanita, karena aku juga
seorang wanita yang membutuhkan perhatian dan perlindungan dari orang – orang
terdekat. Namun waktu tidak dapat diputar ulang, semua harus terjadi padanya.
Aku bermaksud mengajaknya pulang ke Apartementku,
agar dia dapat lebih dekat denganku. Akan tetapi dia menolak, dia lebih memilih
untuk hidup bebas di kota itu. Di akhir percakapan dan kesedihan kami.
“ Terima kasih Sandra
.. atas kesediaanmu mau mendengarkan suara hatiku. Aku tahu kau terlalu muda
untuk mendengar peristiwa yang pernah
aku alami. Namun itu harus aku katakana padamu, menjadi seorang wanita
penghibur bukanlah cita-citaku. Tidak ada seorangpun yang terlahir di dunia
menginginkan hidupnya susah begini, semua pasti menginginkan kebahagiaan. Akan
tetapi inilah hidupku penuh liku-liku dan penderitaan. Aku berharap kau tidak
muak mendengar ceritaku tadi. Aku berharap kau juga tidak membenciku, seperti
orang-orang yang selalu meludah saat melihatku. Memang aku ini seorang pelacur,
namun aku juga ingin dihargai seperti mereka. Aku bersyukur malam ini bisa
bertemu denganmu, karena ternyata masih
ada orang sepertimu yang mau mengerti diriku, sekali lagi terima kasih Sandra.
Aku harus pergi sekarang,karna aku tidak mau ada yang tahu pertemuan kita mala
mini. Pesanku terakhirku, semoga kelak kau dapat pulang Indonesia dengan
membawa kotak dan surat itu kepada keluargaku di sana. Jadilah wanita yang tegar
dan pantang menyerah dan jangan ikuti jejak hidupku. Aurevoir Sandra, merci
pour Ecoutez-moi.” Ucapan terakhir wanita cina itu sambil meneteskan air mata.
Dia melangkahkan
kakinya kearah keramaian. Aku tahu dia berat untuk berpisah denganku, dari jauh
sesekali dia menoleh ke belakang dimana aku berada. Aku melambaikan tanganku
dan di balasnya dengan senyuman dan air mata. Tetesan airmatanya membuat aku
juga terharu dan akupun kembali meneteskan airmata. Segera aku juga pulang ke
apartementku, karena besok aku harus berangkat ke kantor.
Seminggu telah berlalu,
namun peristiwa perjumpaan malam itu masih membekas di ingatanku. Aku masih
ingat paras wanita cina itu, cara dia berbicara, cara dia meletakkan tangganya,
dan posisi saat dia berdiri di bawah
menara ini bersamaku. Namun itu hanya akan menjadi sebuah kenangan dalam
hidupku. Cerita kelam hidupnya yang tentu saja memberiku pelajaran baru tentang
arti sebuah kehidupan seorang wanita tuna susila. Pertemuan itu merupakan
pertemuan terakhir bersamanya. Aku tidak
akan pernah berjumpa dengannya lagi. Karna tadi sore ada yang memberitahuku
bahwa dia telah meninggal dunia. Selamat jalan Cicik semoga kita bisa berjumpa
di alam mimpi.
Oleh :
Hendra Bahari Singkawang (Des’16)