Kenangan
“ Terkadang sebuah
harapan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di dunia nyata.” Mungkin
itulah pepatah yang tertulis di dalam buku bahasa Indonesia milik Pak guruku
tersayang. Sebuah harapan besar, untuk menjadikan aku, dia dan mereka anak –
anak yang pandai dan kreatif. Dari seorang guru yang aku sayang dan kagumi.
Semua harapanku telah sirna, luluh sudah semangatku untuk meraih mimpi. Mimpi
seorang anak thionghoa untuk menjadi
pemimpin negeri ini.
Masih teringat saat itu aku duduk di bawah
pohon ini, Pohon Salam tempat kami duduk bersama anak – anak Thionghoa lainnya, juga dia pak guruku
tersayang. Pohon ini menjadi saksi hidup saat aku kecil menuntut ilmu di sekolah
ini bersama teman – temanku, anak-anak
Thionghoa. Di bawah pohon ini juga, kami sering bersenda gurau saat setelah lonceng
istirahat berbunyi . Aku rasa pak guru juga masih ingat, saat kami duduk
bersama di sini , pak guru bercerita tentang pelajaran disertai guyonan lucu
yang membuat aku tertawa terbahak - bahak. Aku rasa pak guru masih ingatkan?
Mestinya pak guru tidak melupakan kejadian itu. Tapi ya itulah teman, pak guru
terkadang sibuk sehingga ia lupa dengan kenangan indah disini.
Oh iya teman, aku ingin
juga bercerita tentang ruangan atas di lantai dua, tempat kami dulu pernah belajar.
Ya ruangan ini banyak sekali kenangan yang aku lalui bersama teman-temanku
anak-anak thionghoa. Aku ingin sekali bercerita kepada kalian, mungkin cerita
ini agak sedikit seram. Waktu itu sekitar pukul 11.00 siang, kami belajar di sini,
aku duduk di sini tepat di bangku ini, waktu itu pelajaran Agama dan yang
mengajar adalah ibu Maretta sedangkan di ruangan sebelah pak guru sedang
mengajar Matematika. Tiba-tiba keanehan terjadi, saat kami berdoa sambil
menyanyi tiba-tiba keanehan terjadi, seorang temanku mengalami kerasukan,
sedang yang lain merasa ketakutan dan mengalami kerasukan. Kejadian itu sontak membuat
guru-guru terkejut bukan kepalang, mereka panik, sedangkan kami mengalami
kerasukan yang cukup parah.
Pada saat kejadian itu,
aku memang merasakan sesuatu hal yang aneh. Aku tidak sadar, tapi aku bisa
mendengar suara buk guru dan pak guru serta teman-temanku. Mereka mengucapkan
doa dan nyanyian kepada Tuhan agar aku bisa bebas dari kerasukan itu. Saat itu
tubuhku berat, mulutku tak dapat dibuka apalagi berbicara, lidahku kaku, aku
kejang-kejang.kejadian ini aku lihat di dalam rekaman video ibu guru.
Di sekolah ini,
teman-temanku hampir 80% etnis Thionghoa,
begitu juga dengan aku. Kebiasaan keluarga kami di rumah, setiap hari harus
berdoa di kelenteng, atau paling
tidak menyembah arwah leluhur yang ada pekong kecil dengan menyalakan lilin, membakar
hio atau dupa dan stanggi. Itulah budaya kami disini, tradisi
Etnis Thionghoa yang selalu
menghormati arwah para leluhur kami yang telah tiada.
Tapi jika dikaitkan
dengan kejadian itu, apakah mungkin arwah leluhur kami yang ada di rumah ikut
bersamaku ke sekolah? Tapi menurut teman yang mengalami kerasukan, roh yang
masuk kedalam tubuhnya itu roh yang ada kaitannya dengan peristiwa masalalu di
sekolah ini. Tapi ya sudahlah, aku tidak mau membahas dan mengingat kejadian
itu lagi.
Waktu kecil, aku memang
anak etnis Thionghoa yang kurang beruntung, aku hanya bisa bersekolah di sini.
Sekolah ini sudah banyak membantuku, terutama dalam hal pendanaan. Memang aku
akui, sarana dan prasarana di sini sangat kurang memadai, namun paling tidak
dari segi keuangan telah memberiku sedikit keringanan. Aku akui, siapa orangtuaku
dan siapa aku. Aku memang anak yang kurang, sehari-hari ayahku bekerja sebagai buruh
kasar. Ayah harus bekerja demi memenuhi keperluan keluarga. Memang saat itu
kehidupan keluarga kami sangat melarat.
Sejujurnya aku saat itu
sangat terpukul dengan keadaan ekonomi ayah. Aku tak sanggup melihat
penderitaan ayah, setiap hari harus membanting tulang. Dapat diibaratkan pergi
pagi pulang malam. Tapi ya sudahlah, Itu memang sudah kewajiban orang tua kata
pak guru kepada kami. Memang kebanyakan temanku juga merasakan hal yang sama, orang
tua mereka juga sama dengan orang tua ku. Mereka harus membanting tulang untuk
membiayaai kehidupan keluarga masing - masing. Ya, memang begitulah kehidupan yang
terjadi pada saat itu, aku harus mengalami saat - saat yang sulit bersama
keluarga thionghoa lainnya di wilayah
pinggiran kota ini.
Oh iya teman, aku ingin kembali melihat-lihat
keadaan sekolah ini lagi. Setelah 20 tahun aku tidak ke sini, sudah banyak
perubahan yang terjadi. Pohon – pohon semakin tinggi tidak dipangkas,
rerumputan liarpun tumbuh dimana-mana, tidak seperti dulu yang selalu disemprot
oleh penjaga sekolah. Dulu halaman sekolah ini selalu disemprot dengan
herbisida, itu sejenis racun rumput yang cukup berbahaya jika dihirup oleh
manusia. Tapi itu memang kami alami disini, jika saatnya halaman harus
dibersihkan maka aroma racun rumput pun tercium di ruang kelas. Ya begitulah
yang kami, anak-anak thionghoa alami
di sini. Waktu itu aku masih teramat kecil untuk tahu hal - hal seperti itu,
namun aku lihat saat pak guru mengajar dia selalu menutup hidup dan merasa mual.
Mungkin dipikiranku pak guru hamil, tapi bagaimana mungkin pak guru seorang
laki-laki bisa hamil. Tapi ya itulah yang terjadi padanya saat itu.
Di sini, di lapangan
ini dulu aku pernah bermain bola bersama teman-temanku, anak-anak thionghoa. Kami sangat senang jika bermain bola di sini.
Ketika hujan tiba, lapangan ini becek dan apabila cuaca panas tiba, lapangan
ini kering kerontang berdebu. Aku senang bisa bermain bersama mereka walau itu
hanya sementara saja. Oh iya teman, aku juga ingin memberitahu kalian, di sini
dulu aku juga pernah bermain drama pendek bersama temanku serta pak guru yang menjadi
sutradaranya. Kata pak guru, drama pendeknya akan di masukkan ke youtube. Tapi memang, aku ada melihat
drama pendek yang kami mainkan di sini. Drama pendek itu menjadi kenanganku
hingga aku tua sekarang. Waktu itu, saat kami bermain drama, aku masih berusia
11 tahun. Aku masih merasa malu untuk berakting dan bergaya, akan tetapi pak
guru selalu mengarahkan dan memberikan trik-trik yang baik dalam bermain drama.
Aku dan teman-teman menjadi senang, selain kami bisa bermain layaknya artis di
televisi, kami juga dapat melihat hasilnya di youtube. Pesan pak guru, kami harus banyak berlatih supaya kami
kelak menjadi seorang aktor dan aktris yang professional. Ya memang terbukti,
sekarang aku menjadi seorang actor yang terkenal dan telah mendapatkan banyak
penghargaan dari dunia perfilmman. Tak dapat aku pungkiri, bahwa nasehat pak
guru memang harus aku simpan baik-baik dalam ingatanku.
Ingin rasanya aku
kembali ke masa lalu, masa lalu yang indah bersama mereka. Dimana aku ada
bersama mereka di sini, di sekolah ini. Tapi untuk kembali ke masa lalu,
sepertinya itu tidak mungkin dan sangat – sangat hal yang mustahil terjadi.
Sekarang Pak guruku telah pergi untuk selamanya, sedangkan teman - teman ku
telah pindah entah kemana tiada kabar
berita. Aku tak bisa mencari jejak mereka lagi, kami telah berpisah hampir
berpuluh tahun. Sekarang, aku hanya ingin mengenang mereka. Mereka yang membuat
aku bahagia dapat merasakan cinta kasih yang mereka berikan kepadaku. Pesan terakhir
yang tidak boleh aku lupakan dari pak guru buatku dan teman-temanku, anak- anak thionghoa
adalah kami harus menjadi pengusaha yang sukses serta menjadi pemimpin yang
tegas untuk negeri ini. Pesan yang tidak akan aku pernah aku lupakan.
Suatu saat aku akan
kembali lagi ke sekolah ini, sekolah yang memiliki kenangan indah bersama
mereka. Aku ingin mengenang masa-masa terindahku dulu, saat bersama mereka yang
tidak akan mungkin aku dapatkan kembali tatkala usiaku telah lanjut sembari
menanti ajalku tiba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar