Jumat, 16 Desember 2016

cerpen Kenangan



Kenangan

“ Terkadang sebuah harapan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di dunia nyata.” Mungkin itulah pepatah yang tertulis di dalam buku bahasa Indonesia milik Pak guruku tersayang. Sebuah harapan besar, untuk menjadikan aku, dia dan mereka anak – anak yang pandai dan kreatif. Dari seorang guru yang aku sayang dan kagumi. Semua harapanku telah sirna, luluh sudah semangatku untuk meraih mimpi. Mimpi seorang anak thionghoa untuk menjadi pemimpin negeri ini.
 Masih teringat saat itu aku duduk di bawah pohon ini, Pohon Salam tempat kami duduk bersama anak – anak Thionghoa lainnya, juga dia pak guruku tersayang. Pohon ini menjadi saksi hidup saat aku kecil menuntut ilmu di sekolah ini bersama  teman – temanku, anak-anak Thionghoa. Di bawah pohon ini juga, kami sering bersenda gurau saat setelah lonceng istirahat berbunyi . Aku rasa pak guru juga masih ingat, saat kami duduk bersama di sini , pak guru bercerita tentang pelajaran disertai guyonan lucu yang membuat aku tertawa terbahak - bahak. Aku rasa pak guru masih ingatkan? Mestinya pak guru tidak melupakan kejadian itu. Tapi ya itulah teman, pak guru terkadang sibuk sehingga ia lupa dengan kenangan indah disini.  
Oh iya teman, aku ingin juga bercerita tentang ruangan atas di lantai dua, tempat kami dulu pernah belajar. Ya ruangan ini banyak sekali kenangan yang aku lalui bersama teman-temanku anak-anak thionghoa. Aku ingin sekali bercerita kepada kalian, mungkin cerita ini agak sedikit seram. Waktu itu sekitar pukul 11.00 siang, kami belajar di sini, aku duduk di sini tepat di bangku ini, waktu itu pelajaran Agama dan yang mengajar adalah ibu Maretta sedangkan di ruangan sebelah pak guru sedang mengajar Matematika. Tiba-tiba keanehan terjadi, saat kami berdoa sambil menyanyi tiba-tiba keanehan terjadi, seorang temanku mengalami kerasukan, sedang yang lain merasa ketakutan dan mengalami kerasukan. Kejadian itu sontak membuat guru-guru terkejut bukan kepalang, mereka panik, sedangkan kami mengalami kerasukan yang cukup parah.
Pada saat kejadian itu, aku memang merasakan sesuatu hal yang aneh. Aku tidak sadar, tapi aku bisa mendengar suara buk guru dan pak guru serta teman-temanku. Mereka mengucapkan doa dan nyanyian kepada Tuhan agar aku bisa bebas dari kerasukan itu. Saat itu tubuhku berat, mulutku tak dapat dibuka apalagi berbicara, lidahku kaku, aku kejang-kejang.kejadian ini aku lihat di dalam rekaman video ibu guru.
Di sekolah ini, teman-temanku hampir 80% etnis Thionghoa, begitu juga dengan aku. Kebiasaan keluarga kami di rumah, setiap hari harus berdoa di kelenteng, atau paling tidak menyembah arwah leluhur yang ada pekong kecil dengan menyalakan lilin, membakar hio atau dupa dan stanggi. Itulah budaya kami disini, tradisi Etnis Thionghoa yang selalu menghormati arwah para leluhur kami yang telah tiada.
Tapi jika dikaitkan dengan kejadian itu, apakah mungkin arwah leluhur kami yang ada di rumah ikut bersamaku ke sekolah? Tapi menurut teman yang mengalami kerasukan, roh yang masuk kedalam tubuhnya itu roh yang ada kaitannya dengan peristiwa masalalu di sekolah ini. Tapi ya sudahlah, aku tidak mau membahas dan mengingat kejadian itu lagi.
Waktu kecil, aku memang anak etnis Thionghoa yang kurang beruntung, aku hanya bisa bersekolah di sini. Sekolah ini sudah banyak membantuku, terutama dalam hal pendanaan. Memang aku akui, sarana dan prasarana di sini sangat kurang memadai, namun paling tidak dari segi keuangan telah memberiku sedikit keringanan. Aku akui, siapa orangtuaku dan siapa aku. Aku memang anak yang kurang, sehari-hari ayahku bekerja sebagai buruh kasar. Ayah harus bekerja demi memenuhi keperluan keluarga. Memang saat itu kehidupan keluarga kami sangat melarat.
Sejujurnya aku saat itu sangat terpukul dengan keadaan ekonomi ayah. Aku tak sanggup melihat penderitaan ayah, setiap hari harus membanting tulang. Dapat diibaratkan pergi pagi pulang malam. Tapi ya sudahlah, Itu memang sudah kewajiban orang tua kata pak guru kepada kami. Memang kebanyakan temanku juga merasakan hal yang sama, orang tua mereka juga sama dengan orang tua ku. Mereka harus membanting tulang untuk membiayaai kehidupan keluarga masing - masing. Ya, memang begitulah kehidupan yang terjadi pada saat itu, aku harus mengalami saat - saat yang sulit bersama keluarga thionghoa lainnya di wilayah pinggiran kota ini.
Oh  iya teman, aku ingin kembali melihat-lihat keadaan sekolah ini lagi. Setelah 20 tahun aku tidak ke sini, sudah banyak perubahan yang terjadi. Pohon – pohon semakin tinggi tidak dipangkas, rerumputan liarpun tumbuh dimana-mana, tidak seperti dulu yang selalu disemprot oleh penjaga sekolah. Dulu halaman sekolah ini selalu disemprot dengan herbisida, itu sejenis racun rumput yang cukup berbahaya jika dihirup oleh manusia. Tapi itu memang kami alami disini, jika saatnya halaman harus dibersihkan maka aroma racun rumput pun tercium di ruang kelas. Ya begitulah yang kami, anak-anak thionghoa alami di sini. Waktu itu aku masih teramat kecil untuk tahu hal - hal seperti itu, namun aku lihat saat pak guru mengajar dia selalu menutup hidup dan merasa mual. Mungkin dipikiranku pak guru hamil, tapi bagaimana mungkin pak guru seorang laki-laki bisa hamil. Tapi ya itulah yang terjadi padanya saat itu.
Di sini, di lapangan ini dulu aku pernah bermain bola bersama teman-temanku, anak-anak thionghoa. Kami  sangat senang jika bermain bola di sini. Ketika hujan tiba, lapangan ini becek dan apabila cuaca panas tiba, lapangan ini kering kerontang berdebu. Aku senang bisa bermain bersama mereka walau itu hanya sementara saja. Oh iya teman, aku juga ingin memberitahu kalian, di sini dulu aku juga pernah bermain drama pendek bersama temanku serta pak guru yang menjadi sutradaranya. Kata pak guru, drama pendeknya akan di masukkan ke youtube. Tapi memang, aku ada melihat drama pendek yang kami mainkan di sini. Drama pendek itu menjadi kenanganku hingga aku tua sekarang. Waktu itu, saat kami bermain drama, aku masih berusia 11 tahun. Aku masih merasa malu untuk berakting dan bergaya, akan tetapi pak guru selalu mengarahkan dan memberikan trik-trik yang baik dalam bermain drama. Aku dan teman-teman menjadi senang, selain kami bisa bermain layaknya artis di televisi, kami juga dapat melihat hasilnya di youtube. Pesan pak guru, kami harus banyak berlatih supaya kami kelak menjadi seorang aktor dan aktris yang professional. Ya memang terbukti, sekarang aku menjadi seorang actor yang terkenal dan telah mendapatkan banyak penghargaan dari dunia perfilmman. Tak dapat aku pungkiri, bahwa nasehat pak guru memang harus aku simpan baik-baik dalam ingatanku.
Ingin rasanya aku kembali ke masa lalu, masa lalu yang indah bersama mereka. Dimana aku ada bersama mereka di sini, di sekolah ini. Tapi untuk kembali ke masa lalu, sepertinya itu tidak mungkin dan sangat – sangat hal yang mustahil terjadi. Sekarang Pak guruku telah pergi untuk selamanya, sedangkan teman - teman ku telah pindah entah  kemana tiada kabar berita. Aku tak bisa mencari jejak mereka lagi, kami telah berpisah hampir berpuluh tahun. Sekarang, aku hanya ingin mengenang mereka. Mereka yang membuat aku bahagia dapat merasakan cinta kasih yang mereka berikan kepadaku. Pesan terakhir yang tidak boleh aku lupakan dari pak guru buatku  dan teman-temanku, anak- anak thionghoa adalah kami harus menjadi pengusaha yang sukses serta menjadi pemimpin yang tegas untuk negeri ini. Pesan yang tidak akan aku pernah aku lupakan.
Suatu saat aku akan kembali lagi ke sekolah ini, sekolah yang memiliki kenangan indah bersama mereka. Aku ingin mengenang masa-masa terindahku dulu, saat bersama mereka yang tidak akan mungkin aku dapatkan kembali tatkala usiaku telah lanjut sembari menanti ajalku tiba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar