Jumat, 16 Desember 2016

cerpen aku dan kupu kupu malam



Aku dan Kupu-Kupu Malam Eiffel

“ Ibarat seekor kupu-kupu cantik yang terbang kesana kemari mencari madu, mungkin itu yang bisa aku katakan pada diriku.” Tutur seorang wanita cantik perawakan cina kepadaku tanpa ada  rasa malu. Aku katakan pada nya, walaupun dia  seorang pelacur,dia juga manusia yang harus dihargai.  “ Memang sakit rasanya, apabila hidup begini hidup menjadi seorang wanita tuna susila yang selalu menjajakan kelamin dan payu dara kepada lelaki hidung belang. Ini memang bukan kemauanku tapi aku harus bagaimana lagi. hidupku hancur, ibaratnya tak adalagi yang harus dibanggakan pada diriku.” Isak tangis wanita itu, membuat air mataku jatuh menetes. Aku tak sanggup membayangkan betapa besar penderitaan yang ia alami. Memang aku akui wanita cina itu termasuk wanita yang tegar. Namun jika ia tegar, mengapa ia sampai menjajakan diri di pinggir jalan? Itulah yang menjadi pertanyaan dalam hatiku.
Aku lihat dia terus menangis, sepertinya ia ingin menceritakan masalahnya padaku. Namun malam itu aku harus pulang ke Apartement karena malam telah larut. “ Cik sepertinya sepertinya saya harus pulang, karena besok saya harus berangkat ke kantor.”  Pamitku kepada wanita cina itu. “ Baiklah, semoga besok malam kita bisa berjumpa di tempat ini lagi.” Sahut Si Wanita cina.
Malam semakin larut, kira – kira sekitar pukul satu dini hari, cuacapun dingin dan menusuk kulit membuat aku terhuyung-huyung sendirian menyusuri jalanan beraspal di kota Paris ini. Aku merasa agak ketakutan jalan sendirian begini,memang hari ini suasana kota berbeda dengan hari biasanya. Aku terus mempercepat langkah kakiku,hingga tibalah di apartement tempat aku tinggal. Rasa takutku pun segera sirna setelah aku tiba dengan selamat. Sesampai di Apartemant aku langsung membenahi diriku dari tugas kantor yang menumpuk. Ku ambil segelas air putih dan ku teguk sedikit demi sedikit untuk membuang rasa dahaga yang aku tahan sejak tadi di jalanan. Aku tak langsung tidur, aku masih teringat dengan wanita cina tadi yang aku jumpai sedang menjajakan diri di jalanan kota ini. Aku tak habis pikir tentang wanita itu.
“ Teng, teng, teng” bunyi suara dentingan jam yang ada di ruang tamu. Ternyata sudah jam tiga subuh, aku belum tidur asyik memikirkan wanita itu, aku masih penasaran dengannya dan ingin mencari tahu tentangnya lebih banyak lagi. Akan tetapi, memang mata ini tidak mau di ajak kompromi aku sesekali menguap, menandakan bahwa aku harus segera tidur agar besok tidak terlambat berangkat ke kantor. Lalu aku mulai merebahkan tubuhku di atas kasur dan mataku pun mulai terlelap. Aku tertidur pulas tak sadar akan apa yang terjadi selanjutnya.
Hari telah berganti pagi, aku buru – buru mengambil handuk untuk membersihkan diriku.  Namun aku lupa bahwa tangki penampungan air tidak berfungsi, dikarenakan hari Sabtu kemarin tangki itu kepenuhan hingga tangkinya jatuh dan pagi ini aku harus kesulitan untuk mandi. Rasa jengkel tak dapat aku hindari, memang pagi ini emosiku meluap.  Kemudian aku ke dapur  untuk menyiapkan sarapan, tetapi sepertinya aku harus kecewa juga. Di dalam lemari yang ada hanya sepotong roti sedangkan susu dan keju sudah habis, sungguh sial nasibku hari ini. Ih, geram, rasa mau aku banting piring ini.
 Jam dinding  sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi waktu setempat. Lalu aku bergegas berangkat ke kantor tanpa mandi dan sarapan pagi. Tapi aku punya akal supaya tidak di ketahui teman – teman kantor bahwa aku belum mandi. Aku menggunakan pengharum tubuh melebihi kapasitas biasanya, ya tujuannya pastilah supaya aku tetap terlihat anggun ,segar dan wangi.
“ Sandra, bagaimana hasil laporan keuangan kemarin, apakah sudah kamu selesaikan penyusunannya?” Tanya pak manager kepadaku.
“ ya pak, sudah… “ Jawabku kepada pak manager yang selalu tersenyum saat bertemu denganku. Memang ku akui, pak manager memang tampan dan berwibawa. Di usia muda dia sudah menjadi seorang menager perusahaan yang bergerak di bidang periklanan. Pak manager tampan, Aku memang jatuh hati dengannya, tapi aku takut kalau-kalau dia sudah mempunyai pacar. Kalaupun dia sudah mempunyai pacar, siapa ya kira – kira? Ih rasanya tidak enak jika aku bicara tentang pacar.
“ Sandra, apakah malam ini kamu ada acara di luar? “ Tanya pak manager.
 “ Maaf pak, memangnya ada apa ya? “ jawabku balik bertanya. Aku teringat dengan
   wanita cina dipinggir jalan tadi malam.
“ Oh iya pak, malam ini aku ada janji dengan temanku.” Jawabku dengan tegas.
  Tidak ada apa – apa, aku hanya ingin mengajak kamu makan ke Restoran.” Jelas
   Pak manager tanpa ada rasa gugup seperti lelaki lain yang biasa ingin menembakku.
“ Maaf pak, bagaimana lain kali saja kita jalannya.” Ujarku lagi.
“ Ya baiklah Sandra, sekarang kamu boleh kembali ke ruanganmu.”
   Perintah pak manager tampan.
Aku bergegas melangkahkan kaki menuju ruang kantorku, aku tak habis pikir tidak biasanya pak manager mengajakku makan malam di restoran. Padahal banyak temanku yang lain yang bisa dia ajak. Tapi ya sudahlah,,, mungkin ini rezeki buatku.  
Jam kantor sudah berakhir,  sekarang pukul tiga lewat tiga puluh lima sore. Aku harus berkemas – kemas karena kantor akan segera ditutup. Teman – teman yang lain pun juga sudah  pulang.
“ Sandra, kamu pulang dengan siapa ? “ Tanya Hendra temanku.
“ Aku pulang sendirian Hen.” Jawabku.
“ Kalau begitu kita, kita sama-sama yuk.” Ajak hendra.
“ Tidak usah hen, aku ada urusan lain setelah ini.” Sahutku.
“ Okelah San kalau begitu aku duluan ya, sampai jumpa besok.” Tambah Hendra
“ Ya hen, see you next.” Sahutku.
Hendra memang sahabat lamaku di kantor ini. Dia memang orang yang baik, kebetulan juga dia seorang keturunan campuran  Belanda – Cina. Orang tuanya menetap di Belanda sedangkan  dia dulunya pernah tinggal di Singkawang bersama istrinya yang kebetulan orang Indonesia dari etnis Dayak. Persahabatanku dengan Hendra sudah cukup lama, kira – kira tujuh tahunan. Dia juga sudah kuanggap sebagai saudara angkatku. Pahit manisnya kehidupanku kujalani disini bersama Hendra dan keluarganya. Memang mereka keluarga yang bahagia, istrinya juga selalu memberi semangat kepadaku agar selalu betah di negeri orang.
Waktu terus berlanjut, aku harus tiba di rumah secepatnya. Karena nanti malam aku harus menemui wanita cina itu lagi di dekat menara. Aku masih penasaran dengan dia, yang tak lain adalah wanita cina misterius itu. Wanita itu membuat hatiku terus bertanya-tanya.
Kulangkahkan terus kakiku hingga tiba di sebuah mini market. Di Mini market itu aku membeli keperluanku sehari-hari. Keperluan yang harus dipenuhi oleh seorang Sandra. Aku masuk dan mulai memilih barang. Di sini barang – barang yang dipasarkan kebanyakan produk local, jadi aku tidak perlu kuatir akan kualitas barang yang dijual.
Aku terus memilih belanjaan, sementara jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Agaknya aku harus terlambat lagi pulang kerumah. Tapi ya tidak apalah, yang penting barang yang aku perlukan  sehari – hari bisa aku penuhi.
Aku segera ke kasir, untuk membayar belanjaanku.
Mademoisellei Sandra.    sapa seorang ibu.
Oui, madame.’’ Jawabku.
“ Vous-Etez Sandra, oui?” Tanya ibu itu.
“ Oui madame.” Sahutku.
“ Comment Ça-va?” dia menanyakan kabarku.
“ Bien madame. Vous etez, madame Dubois Margarette?” sahutku sambil kembali
    bertanya balik kepadanya.
“ Bien sur, moi Margarrette.” Dia menjawab dengan antusias kepadaku.
Pembicaraan ku dengan nyonya Dubois Margarette berlangsung sekitar lima belas menit, di depan kasir mini market itu. Nyonya Dubois margarrette adalah teman akrab bibiku. Nyonya margarrette biasa aku memanggilnya merupakan sosok yang baik. Setiap hari natal pasti aku berkunjung ke rumahnya. Rumahnya juga berada di kota Paris. Dia sudah ku anggap bibiku sendiri. Namun sayangnya di kerenakan aku terlalu sibuk, sehingga aku hampir jarang kerumahnya  terkecuali hari natal. Hari natal ini pun aku akan datang ke rumahnya, maklumlah aku sudah lama tidak berjumpa dengan Melanie, putri semata wayangnya yang masih kecil.
Waktu terus berlalu, setelah aku bertemu nyonya Margarrette di mini market tadi sore. Aku hampir lupa bahwa malam ini aku ada janji dengan  wanita Cina itu. Aku cepat – cepat menyelesaikan makan malamku. Setelah semuanya beres, akupun segera bergegas ke kamar. Aku memilih pakaian yang cocok dan tidak tampak kelihatan lekuk tubuhku. Aku sangat takut jika menggunakan pakaian yang mini di sini, maklumlah di kota besar dan gemerlap. Biar kata orang aku tidak mode, yang penting aku aman dari kejahatan dan pelecehan seksual.
Jaket hitam yang aku gunakan ini memang cocok dikenakan pada malam hari. Selain longgar, bahannya juga dapat menyerap keringat dan bagian luarnya anti air. Jadi dapat berfungsi ganda. Selain itu, celana Pantalon berwarna hitam berbahan jean’s yang aku kenakan juga longgar dan tidak menyusahkan untuk aku bergerak bebas. Sepatu yang kupakai tetap sepatu sports kesayanganku. Sepatu ini sudah banyak menolong kakiku dari batu dan debu.
Malam semakin larut, kota Paris dengan penuh gemerlapnya lampu – lampu hias, membuat aku seakan berada di antara kunang – kunang yang bersinar di malam hari. Aku terus berjalan menyusuri jalanan yang dipenuhi  orang-orang yang berlalu lalang. Biarpun sudah larut malam namun tetap saja masih ada orang yang terjaga. Mungkin saja orang-orang itu sama sepertiku, yang selalu sibuk dengan pekerjaan di siang hari.
Dari jauh tampak menara Eiffel Paris, menara ini cukup besar dan tinggi. Menurut buku sejarah dan cerita pak  guru dulu, Menara ini dirancang oleh Alexandre Gustave Eiffel antara tahun 1887-1889 sebagai pintu masuk Exposition Universelle, yaitu pameran Dunia yang merayakan seabad Revolusi Perancis. Ya memang itulah kebenaran sejarah yang diajarkan pak guru dulu, saat aku duduk dibangku sekolah dasar.
Tanpa terasa sekarang aku telah berada di bawah menara Eiffel, tak ada wanita cina itu di sini. Di mana ya dia? Pikirku. Tiba-tiba aku menengok kearah lain, di sana aku melihat seorang wanita berpakaian seksi dengan dandanan menor. Akupun mendekatinya, ternyata itu memang wanita cina semalam.
“ Kamu yang tadi malam? ‘ tanyaku untuk memastikan.
“ Oh, iya.” Jawab wanita itu.
“ Kamu sendiriaan …. ? ” tanyanya lagi.
“ Iya… “ sahutku lagi.
Percakapan demi percakapan terus berlanjut, tiba pada point yang paling penting saat aku mengintrogasi dia tentang jati dirinya dan sebpenyebab dia masuk ke dunia prostitusi itu. Menurut pengakuannya, dahulu ia berangkat ke Paris bersama seorang lelaki setempat yang datang ke Indonesia. Pada saat itu di Indonesia terjadi kerusuhan besar sekitar tahun 1996. Lelaki itu berada di Jakarta, ia bekerja di sana sebagai sopir pejabat pada salah satu kedutaan besar yang ada di Jakarta. Tanpa sengaja lelaki itu mengajak dia pergi ke Perancis untuk menghindari kerusuhan besar tersebut. Ya, menurut pengakuan wanita cina itu. Saat aia berada di Jakarta, keadaan di sana cukup menegangkan. Banyak terjadi penjarahan, pembakaran, pembunuhan, bahkan keluarganya ada yang dibunuh dan diperkosa oleh orang yang tidak berperi kemanusiaan. Saat aku mendengar pengakuannya itu aku menjadi sangat terharu dan tak dapat aku bayangkan apabila aku berada di tengah kejadian tersebut.
Percakapan terus berlanjut, dan malam pun terus berlalu. Namun aku tetap mengintrogasi wanita cina itu dengan penuh sabar dan kehati – hatian. Aku tidak ingin membuat dia curiga bahkan marah, hanya satu yang aku inginkan darinya adalah terus bercerita tentang masa lalunya.
Percakan sepertinya tidak habis-habisnya. Tibalah pada pokok percakapan yang paling penting. Sebab dimana dia jatuh menjadi seorang wanita tuna susila.
“ Saat aku berada di sini pertama kalinya, sebenarnya malu menjadi seorang pelacur. Namun apa boleh buat, lelaki itu telah membawa aku ke dalam jurang hitam ini. Pertama kalinya aku dia perkosa, setelah itu aku dijual lagi ke para lelaki hidung belang. Aku di jadikannya sebagai sumber uang, dirumah aku di jadikan pemuas nafsu birahinya. Kalau tidak melayaninya, aku  dipukul dan harus mengalami penyiksaan berat. Kejadian ini berlangsung terus menerus selama lima belas tahun. Saat aku hamil, kandunganku diaborsi. Dia tidak mau aku mempunyai anak dan hidup normal, yang dia inginkan hanyalah uang dan nafsu yang terlampiaskan padaku.” Wanita itu terus bercerita dengan air mata yang membanjiri wajahnya, Sungguh cerita yang menurutku dapat dipercaya.
“ Aku dulu tidak tamat sekolah, aku hanya kelas lima SD. Aku hanya bisa membaca dan berhitung. Namun, sejak aku berada di Jakarta, aku bisa sedikit lancar berbahasa Indonesia dikarenakan aku setiap hari bergaul dengan teman-temanku yang ada di sana. Aku memang orang kampung, berasal dari Singkawang, sebuah kota kecil di Kalimantan barat. Aku berangkat ke Jakarta, dikarenakan niat untuk bekerja membantu keluargaku yang ada di sana. Namun kenyataan pahit harus aku terima, hingga aku terdampar di sini menjadi seorang pelacur. ”  tambah wanita itu, sambil sesekali mengusap air matanya yang terus mengalir deras membasahi kelopak mata yang mulai keriput.
Cerita terus berlanjut, malam telah berganti subuh. Waktu itu sekitar  pukul tiga subuh. Aku merasakan hawa dingin turun dari langit dan sudah mulai menusuk kulitku. Namun ku perhatikan, wanita cina itu tetap bertahan dengan cuaca seperti itu. Pakaian mini baginya bukanlah sebuah penghalang. Aku terus bertanya padanya, dan tibalah pada point terakhir.
“ Sekarang aku tinggal sendiri di sudut kota ini, sedangkan lelaki itu telah meninggal sekitar 2 tahun yang lalu karena menderita penyakit HIV. Penderitaan ku kini sedikit berkurang, namun penyakit itu kini aku derita dan menurut diagnose dokter seminggu lagi aku akan meninggal, aku berharap kamu tidak terkejut mendengarnya. Aku hanya  ingin kamu membantuku. Seandainya kelak kamu pulang ke Indonesia, aku ingin kamu mengantarkan surat dan kotak kecil ini kepada keluargaku yang mungkin masih ada di sana.” Wanita itu terus berbicara padaku, lalu ia memberikan sepucuk surat dan sebuah kotak kecil berwarna perak kepadaku. 
“ Di dalam kotak ini ada sebuah cincin peninggalan leluhur kami yang harus kembali ke anak cucunya.” ucap wanita cina itu kepadaku tentang isi kotak kecil tersebut.
Aku tertegun sesaat, aku bertanya dalam hati kecilku, mengapa wanita ini percaya padaku?. Akan tetapi aku tetap menanggapinya dengan pemikiran positif.
“ Baiklah  Cik, aku akan menyampaikan surat dan pesanmu ini kepada  saudaramu yang ada di Indonesia. Aku bersyukur bisa berjumpa dengan mu, walau hanya sebentar. Namun kau sudah banyak memberiku cerita tentang pengalaman hidupmu yang penuh perjuangan.” jawabku kepadanya.
Air mata ku tidak dapat aku bendung, saat dia memeluk tubuhku dan membelai rambut pendekku. Aku sangat terharu, dengan kejadian itu. Aku tahu dia sangat mengalami beban hidup yang berat. Aku tahu bagaimana hati dan perasaan seorang wanita, karena aku juga seorang wanita yang membutuhkan perhatian dan perlindungan dari orang – orang terdekat. Namun waktu tidak dapat diputar ulang, semua harus terjadi padanya.
 Aku bermaksud mengajaknya pulang ke Apartementku, agar dia dapat lebih dekat denganku. Akan tetapi dia menolak, dia lebih memilih untuk hidup bebas di kota itu. Di akhir percakapan dan kesedihan kami.
“ Terima kasih Sandra .. atas kesediaanmu mau mendengarkan suara hatiku. Aku tahu kau terlalu muda untuk  mendengar peristiwa yang pernah aku alami. Namun itu harus aku katakana padamu, menjadi seorang wanita penghibur bukanlah cita-citaku. Tidak ada seorangpun yang terlahir di dunia menginginkan hidupnya susah begini, semua pasti menginginkan kebahagiaan. Akan tetapi inilah hidupku penuh liku-liku dan penderitaan. Aku berharap kau tidak muak mendengar ceritaku tadi. Aku berharap kau juga tidak membenciku, seperti orang-orang yang selalu meludah saat melihatku. Memang aku ini seorang pelacur, namun aku juga ingin dihargai seperti mereka. Aku bersyukur malam ini bisa bertemu denganmu, karena ternyata  masih ada orang sepertimu yang mau mengerti diriku, sekali lagi terima kasih Sandra. Aku harus pergi sekarang,karna aku tidak mau ada yang tahu pertemuan kita mala mini. Pesanku terakhirku, semoga kelak kau dapat pulang Indonesia dengan membawa kotak dan surat itu kepada keluargaku di sana. Jadilah wanita yang tegar dan pantang menyerah dan jangan ikuti jejak hidupku. Aurevoir Sandra, merci pour Ecoutez-moi.” Ucapan terakhir wanita cina itu sambil meneteskan air mata.
Dia melangkahkan kakinya kearah keramaian. Aku tahu dia berat untuk berpisah denganku, dari jauh sesekali dia menoleh ke belakang dimana aku berada. Aku melambaikan tanganku dan di balasnya dengan senyuman dan air mata. Tetesan airmatanya membuat aku juga terharu dan akupun kembali meneteskan airmata. Segera aku juga pulang ke apartementku, karena besok aku harus berangkat ke kantor.
Seminggu telah berlalu, namun peristiwa perjumpaan malam itu masih membekas di ingatanku. Aku masih ingat paras wanita cina itu, cara dia berbicara, cara dia meletakkan tangganya, dan  posisi saat dia berdiri di bawah menara ini bersamaku. Namun itu hanya akan menjadi sebuah kenangan dalam hidupku. Cerita kelam hidupnya yang tentu saja memberiku pelajaran baru tentang arti sebuah kehidupan seorang wanita tuna susila. Pertemuan itu merupakan pertemuan terakhir bersamanya. Aku  tidak akan pernah berjumpa dengannya lagi. Karna tadi sore ada yang memberitahuku bahwa dia telah meninggal dunia. Selamat jalan Cicik semoga kita bisa berjumpa di alam mimpi.
Oleh : Hendra Bahari Singkawang (Des’16)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar