Kamis, 10 Desember 2015

METODELOGI DAN HISTORIOGRAFI SEJARAH

METODELOGI DAN HISTORIOGRAFI SEJARAH


METODELOGI DAN HISTORIOGRAFI SEJARAH
(MISKAWI)

Bab 1
Metode dan Metodelogi Sejarah
Metode dan metodelogi mempunyai tugas yang sama tetapi mempunyai kegiatan yang berbeda terutama dalam ilmu sejarah. Agar tidak tumpang tindih dalam mengartikan keduanya maka dibawah ini akan diberikan gambaran secara ringkas mengenai metode, metodelogi, hubungan metode dan metodelogi, prosedur metode sejarah dan prosedur penelitian sejarah
Pengertian Metode
Menurut definisi kamus Webster’s Third New International Dicitionary Of The English Language yang disebut dengan metode pada umunya adalah
  1. suatu prosedur atau proses untuk mendapatkan sesuatu objek;
  2. suatu disiplin atau sistem yang acapkali dianggap sebagai suatu cabang logika yang berhubungan  dengan prinsip-prinsip yang dapat diterapkan untuk penyidikan kedalam suatu eksposisi dari beberapa subjek;;
  3. suatu prosedur, teknik, atau cara melakukan penyelidikan  sistematis yang dipakai oleh atau yang sesuai untuk suatu ilmu (sains), seni, atau disiplin tertentu : metodelogi;
  4. suatu rencana sistematis yang diikuti dalam menyajikan materi untuk pengajaran;
  5. suatu cara memandang, mengorganisasi dan memberikan bentuk dan arti khusus pada materi-materi artistik 1): suatu cara, teknik, atau proses dari atau untuk melakukan sesuatu 2): suatu keseluruhan keterampilan-keterampilan (a body of skills) atau teknik-tehnik (1966:1422:1423).
Kemudian menurut kamus The Lexicon Webster’s Dictionary of The Inglish language. Metode adalah suatu cara untuk berbuat sesuatu:suatu prosedur untuk mengerjakan sesuatu;keteraturan dalam berbuat dan berencana,.... (1989:628).
Jadi yang dimaksud dengan metode adalah suatu prosedur yang sifatnya teratur dalam melakukan penelitian agar mendapatkan objek yang akan menjadi penelitiaanya.
Pengertian Metodelogi
Dalam hal ini metode dan metodelogi erat hubungannya seperti yang akan digambarkan oleh  webster’s. Metodelogi yang dimaksud adalah:
  1. suatu keseluruan (body) metode –metode prossedur –prossedur ,konsep-konsep kerja ,aturan-aturan,dan postult –postulat yang di gunakan oleh ilmu pengetahuan,seni ,atau disiplin ... b: proses , tehnik –tehnik , atau pendekatan –pendekatan yang di pakai dalam pemecahan suatu masalah atau didalam mengerjakan sesuatu;suatu atau seperangkat prosedur –prosedur...c: dasar teoritis dari suatu doktrin filsafat :premis –premis,2 postulat –postulat, dan konsep-konsep dasar dari suatu filsafat ... ;2suatu ilmu atau kajian tentang metode ...menganalisis prinsip –prinsip atau prosedur –prosedur yang harus menuntun penyelidikan dalam suatu bidang (kajian) tertentu(wabster’s 1966:1423).
Kamus the new lexicon memberikan devinisi umum tentang metodelogi yang lebih singkat : ’’suatu cabang filsafat yang berhubungan dengan ilmu tentang metode tentang atau prosedur; suatu sistem tentang metode- metode dan aturan-aturan yang digunakan dalam sains (science) ’’ (the new lexicon, 1989:628).

Metode dan Metodelogi (Sejarah) Serta Hubungannya
Merujuk pengertian diatas sudah nampak jelas pengertian dari metode dan metodelogi. Apabila di garis bawahi setiap pengertian keduanya ternyata mempunyai tugas yang sama, ringkasnya untuk mendapatkan objek yang sedang diteliti oleh seorang peneliti itu sendiri. Hal ini juga ditambahkan oleh Sjamsuddin bahwa ”metode ada hubungannnya dengan suatu prosedur, proses atau teknik yang sistematis untuk mendapatkan objek yang diteliti” (2007: 12-13).
Selain mempunyai tugas yang sama antara metode dan metodelogi mempunyai kegiatan yang berbeda. Ini salah satu contoh yang cukup mudah dicerna seperti yang dijelaskan oleh Helius Syamsudin masalah tukang tembok dan Insinyur. Seorang tukang tembok yang jelas mengetahui bagaimana mengetahui dan menguasai (metode) membangun rumah dengan melakukan sendiri penyusunan bata demi bata, pencampuran semen untuk beton dan plester tembok tampa harus mengetahui segala macam teori dan perhitungan yang cukup rumit. Tetapi seorang Insinyur membangun rumah harus menguasai metodelogi (ada metode juga) dalam membangun sebuah gedung. ia merencanakan semua dari awal sampai dengan desainnya, kekuatan bangunannya, keamanan dan kenyamannnnya sampai pada hubungan gedung dengan lingkungan sekitarnya (2007:16). Lebih jelasnya oleh Sartono Kartodhirjo menambahkan diantara keduanya. Pertama: metode sebagai bagaimana orang memperoleh pengetahuan (how to know) dan ke dua: metodelogi sebagai mengetahui bagaimana harus mengetahui  ( to  know how to know) (Kartodirjo,1992:IX).
Jika gambaran diatas dikaitkan dengan metode dan metodelogi  ilmu sejarah, maka yang dimaksud dengan metode sejarah tidak lain adalah bagaimana mengetahui sejarah sedangkan metodelogi ialah mengetahui bagaimana mengetahui sejarah. Secara definisi metode sejarah adalah seperangkat prinsip dan aturan yang sistematis, didesain untuk memberikan bantuan dalam upaya mengumpulkan sumber bagi sejarah, menilai secara kritis dan menyajikan siatu sintesis yang biasanya dalam bentuk tertulis dari hasil yang didapatkan.
Langkah-langkah dalam metode sejarah ada 4 tahapan , yaitu:
  1. heuristik merupakan proses mencari sumber dan menemukan sumber sejarah. Bisa juga dapat diartikan kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lampau;
  2. kritik merupakan menyelidiki atau menilai secara kritis terhadap sumber-sumber sejarah baik itu bentuknya maupun isinya;
  3. interpretasi merupakan proses menetapkan makna bagi keseluruhan cerita masa lampau yang direkonstruksi dan saling berhubungan (rangkaian fakta-fakta yang disusun sedemikian rupa hingga memiliki hubungan);
  4. historiografi merupakanmenyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk suatu kisah. Bisa pula dikatakan penulisan atau penyajian cerita sejarah.
Tetapi seorang sejarawan juga diharuskan untuk menegetahui pengetahuan metodologis (tentu saja termasuk metode). Seperti yang telah dijelaskan diatas pada intinya sejarawan itu bagaimana nantinya mampu menggunakan ilmu metode sejarah (4 langkah). Pada tempat yang sebenarnya. Seorang sejarawan harus bisa mengetahui prosedur dari setiap metode sejarah. Misalnya heuristik, tidak lain bagaimana cara mengumpulkan sumber sejarah yang sesuai dengan pokok kajiannya, sebab sumber sejarah banyak sekali salah satunya Arsip. Kalau mengenai sumber arsip secara otomatis didalamnya banyak berbagai macan informasi tentunya masalah yang cukup beragam. Jadi dalam pengumpulan sumber juga harus sesuai dengan topik kalau tidak maka hasilnya tidak akan terarah pada tujuannya. Kalau misalnya dalam pengumpulan sumber sejarah yang mengunakan metode wawancara tentunya juga harus mengetahui prosedurnya pula misalnya langkah-langkah apa yang perlu dipersiapkan sebelum wawancara, pertanyaan apa saja yang akan ditanyakan, siapa sajakah, apakah jawabannya sesuai yang diharapkan oleh si peneliti. lebih pentingnya lagi bagaimana sejarawan itu melakukan kritik sumber yang tentunya setiap sumber sejarah dalam bentuk-bentuk terpisah bahkan juga bisa dikatakan dalam keadaan benda mati, bagaimana sejarawan bisa menghidupkan sumber-sumber sejarah/memberikan makna.
Selain didukung sejarawan menguasai metode dan metodelogi sejarah, sejarawan juga dituntut untuk menguasai yang namanya teori dan filsafat. Sejarawan selalu dibenturkan dengan teori-teori jika ingin menulis peristiwa sejarah agar nantinya bisa membantu dalam menganalisisnya. Misalnya mengkaji tentang kelas-kelas sosial tentunya menggunakan teorinya karl Marx. Mengkaji tentang perkembangan perekonomian tentunya juga menggunakan beberapa teori ekonomi sedangkan filsafat agar nantinya tulisan tersebut diperoleh dari proses analisis kritis sehingga mampu dipertahankannya. Jadi seorang sejarawan yang profesional harus mampu menguasai semuanya.























Bab 2
Metode Sejarah Dalam Penelitian Sejarah
2.1 Penggunaan Metode Sejarah Dalam Penelitian Sejarah (serta langkah-langkah penelitiannya)
Penggunaan metode sejarah sebenaranya bentuk dari aplikasi dari metode sejarah sendiri dalam artian bukan hanya mengetahui tetapi mengetahui bagaimana harus mengetahui, lebih umum dalam penelitian sejarah bisa dikatakan dengan metodelogi sejarah.
Biasanya setiap tugas akhir Mahasiswa  (Skripsi, Tesis dan Disertasi) pasti tidak lepas dari pengkajian metodelogi penelitian. Sebenarnya metodelogi penelitian sebagai pengantar kesiapan peneliti yang sudah direncanakan (di desain sedemikian rupa) sesuai dengan aturan agar selama penelitian tidak ada kendala.
Penelitian adalah terjemahan dari bahasa Inggris research. Dari itu ada juga ahli yang menterjemahkan research sebagai riset . Akan tetapi, dalam buku ini tidak perlu dijelaskan pengertian penelitian dari beberapa ahli karena pada intinya mempunyai makna yang sama yaitu pencarian atas sesuatu secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian itu dilakukan terhadap masalah-masalah yang telah dipecahkan.
Dalam penelitian sejarah pada intinya sama secara prosedur dengan penelitian ilmu yang lain. Perbedaannya  metode yang digunakan, dalam metode sejarah ada 4 langkah, yaitu: heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Akan tetapi pada kesempatan kali ini lebih difokuskan pada penggunaan metode sejarah sebagai bahan dari penelitian sejarah. Tetapi sebelum memberikan gambaran mengenai metode dalam bentuk penerapannya, pertama-tama kaitannya dalam penelitian maka hal yang penting sekali bagaimana membuat perencanaan penelitian selanjutnya penggunaan dari metode sejarah itu sendiri.

2.2 Teknik Penelitian Sejarah
Kerangka (Desain)
Penelitian Sejarah











Langkah 1 : A. memilih masalah
Penelitian akan berjalan sebaik-baiknya jika peneliti menghayati masalah. Permasalahan dalam penelitian sering pula disebut dengan istliah problema atau problematik.
Selain berpedoman pada garis besar permasalahan diatas, peneliti tentu akan lebih senang menggarap masalah yang dihayati daripada yang tidak dan tidak harus mengikuti perintah atau juga pengaruh oleh orang lain (dosen pembimbing atau orang yang memberikan judul). Memang untuk bekerja baik untuk permasalahanya harus menarik perhatian peneliti. Dengan pilihan sendiri tentunya akan bisa menemukan ide-ide sendiri  dan mampu mengungkapkan apa yang akan menjadi harapannya. Tapi bagaimanapun seorang peneliti tetap membutuhkan bantuan orang lain demi lancarnya penelitian tersebut dalam artian disini peneliti lebih banyak konsultasi dan diskusi dengan orang yang sudah berpengalaman apalagi orang yang sudah pernah mengadakan penelitian yang sama.
Di samping menarik peneliti harus memikirkan masalah-masalah lain. Menarik saja belum cukup menjamin terlaksananya penelitian. Ada kalanya peneliti sangat ingin mencari jawaban atas sesuatu masalah tetapi faktor-faktor lain tidak memungkinkan pelaksananya. Ibarat ”pungguk rindukan bulan, Rasa rindu akan tetapi kondisi tidak mendukung”
Secara singkat dapat dikemukakan disini bahwa faktor-faktor kondisi tersebut ada yang bersumber dari diri peneliti maupun dari luar. Apabila dicirikan ada empat hal yang harus dipenuhi bagi terpilihnya masalah atau judul penelitian, yaitu harus ada minat peneliti, harus dapat dilaksanakan, harus tersedia faktor pendukung dan harus bermanfaat. Dua hal yang pertama bersumber dari peneliti( faktor intern) dan dua terakhir bersumber dari luar peneliti( faktor ekstern)
1. penelitian harus sesuci dengan minat peneliti
meneliti bukanya pekerjaan mudah. Kegiatan ini harus betul-betul  diniati. Apabila permasalahan atau judulnya tidak sesuai dengan minat, maka peneliti tidak akan bergairah untuk melaksankanya. Jika tidak, dapat diduga hasilnya tidak akan baik, bahkan boleh terjasdi terhenti oelh karenanya, sebalikya apabial peneliti memang berminat, akian melakunkanya dengan tekun dan tidak mudah putus asa apabila menjumpai kesulitan.
Faktor minat ini kelihatanya tidak normal dan bersifat sangat subjektif. Namun demikian faktor ini berkaitan erat dengan hal yang bersifat formal. Yaitu keahlian. Bagi peneliti yang bukan mahasiswa atau peneliti pemula, selain minat secara etis dipersyaratkan bahwa masalah yang diteliti harus sesuai dengan bidang keahlianya. Disamping hasilnya akan lebih baik, manfaat lain adalah pertanggung jawaban ilmiah.
2. Penelitian Dapat Dilaksanakan
ada empat hal sebagai pertimbangan  penelitian dapat dilaksanakan atau tidak, ditinjau dari diri peneliti, yaitu berikut ini:
a)      peneliti mempunyai kemampuan untuk meneliti masalah itu, artinya mempunyai teori yang melatarbelakangi masalah dan menguasai metode untuk memecahkanya.
b)      Peneliti mempunyai waktu yang cukup sehingga tidak melakukanya asal selesai.
c)      Peneliti mempunyai tenaga untuk melaksnakan. Dalam arti sangat kuat fisiknya untuk merencanakan,  menyusun alat pengumpul data, dan meyusun laporanya.
d)     Peneliti mempunyai data secukupnya untuk biaya transfortasi, alat tulis menulis, biaya foto copi, dan lain–lain.

3. tersedia faktor pendukung
Yang dimaksud dengan faktor pendukung yang bersumber dari luar peneliti antara lain sebagi berikut.
a)      Tersedia data sehingga pertanyaan penelitian dapat dijawab. Sebagai misal peneliti lain mengetahui bagaimanakah rasanya hidup didalam tanah, sedangkan untuk mencobanya seolah-olah tidak mungkin.
b)      Ada izin dari yang berwenang. Banyak hal yang menarik untuk diteliti tetapi peneliti dibatasi oleh perturan-peraturan, mungkin menyangkut masalah politik.
4. Hasil Penelitian Bermanfaat
Menurut penulis, syarat keempat ini adalah yang terpenting. Meneliti adalah pekerjaan yang tidak mudah, yang membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya. Untuk apa kegiatan tersebut dilakukan jika tidak menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Kita meneliti bukan karena agar lebih mahir meneliti, tetapi karena ingin menyumbangkan hasilnya untuk kemajuan ilmu penfetahuan, meningkatkan efektivitas kerja atau mengembangkan sesuatu.
Oleh karena itu setiap peneliti, baik mahasiswa penuyusun skripsi ataupun peneliti  lain sudah harus dengan jawaban andai kata oranga mengajukan pertanyaan,” Apakah manfaat penelitian anda?”
B. judul penelitian
Setelah dengan berbagai pertimbangan peneliti, maka dapat dijadikan dasar dalam merumuskan judul penelitian. Hal yang sering terjadi dikalangan mahasiswa yang sedang melaksanakan program skripsi, biasanya yang cari terlebih dahulu adalah membuat judul, sehingga apabila ditanyakan oleh dosenya ”alasan apa anda membuat judul seperti ini” ini yang biasanya menjadi kendala bagi sekian mahasiswa yang sedang memprogram skripsi pasti menjawab (tidak tau.....!dan kadang melihatnya dari judulnya sudah tumbuh perasaan suka” tapi tidak tau jalan keluarnya.
Jadi dengan pertimbangan inilah, setiap mahasiswa dalam membuat penelitian khususnya skripsi yang harus dipikirkan adalah memilih masalah penelitian baru setelah itu mengkrucut pada judul penelitian. Atas gambaran seperti inilah mahasiswa akan lebih muda menuangkan apa yang ada dalam pikirannya. Sehingga yang dibutuhkan lebih lanjut hanya penataan per paragrap saja agar mudah dipahami baik peneliti dan pembacanya.
Selain memilih masalah, judul penelitian juga perlu dirumuskan agar jelas memberikan gambarannya.
1)      Sifat dan jenis penelitian;
2)      Objek yang diteliti;
3)      Subjek penelitian;
4)      Lokasi/daerah penelitian; dan
5)      Tahun(waktu ) terjadinya peristiwa.
Langkah 2. Bab  Pendahuluan
Setelah peneliti memilih masalah, maka langkah selanjutnya adalah mengadakan studi pendahuluan dengan berbagai pertimbangan seperti yang telah dijelaskan diatas.
Dalam bab pendahuluan ini sebenarnya pengungkapan apa yang menjadi pemilihan masalah si peneliti tentunya bicara masalah (memperjelas masalah) yang menarik, lebih–lebih masalah baru yang belum pernah terungkap (dikaji). Dalam membuat pendahuluan, Tentunya juga didukung dengan banyak membaca literature  baik teori maupun penemuan. Maka dengan adanya teori yang peneliti pakai, nantinya dapat memiliki pegangan atau jalan yang mendukung penelitian.

Langkah 3: ruang lingkup, Rumusan Masalah,Tujuan dan manfaat
Berbicara ruanglingkup dalam penelitian sejarah sebenarnya tidak lain tujuannnya agar penelitian yang dilakukan tidak menyimpang dari fokus permasalahan yang akan dibahas nantinya, maka perlu sekali peneliti membatasi ruang lingkup waktu (temporal), tempat  (spacial) dan materi. Maka dengan cara seperti inilah seorang peneliti tidak akan kesulitan lagi dalam menjalankan pada Bab pertama.
Dalam membuat rumusan masalah, Secara garis besar peneliti mempermasalahkan fenomena atau gejala atas tiga jenis:
1)            Problema untuk mengetahui status (keberadaan sesuatu) dan mendeskripsikan fenomena sehubungan dengan jenis permasalahan ini terjadilah penelitian deskriptif ( termasuk dalam survei), penelitian historis dan filosofis.
2)            Problema untuk membandingkan  dua fenomena atau lebih (problema komparasi). Dalam hal ini peneliti berusaha mencari permasalahan  dan perbedaan fenomena, selanjutnya mencari arti dan manfaat  dari adanya persamaan dan perbedaan yang ada.
3)             Problema untuk mencari hubungan antar dua fenomena (problema korelasi)
Bicara masalah manfaat dan tujuan seperti yang sudah digambarkan diatas.
Langkah 4. kajian pustaka
Sebenarnya kajian pustaka ini sangat erat kaitanya dengan sumber yang peneliti gunakan sebagai bahan rujukan. Biasanya dalam tinjauan pustaka ini mengemukakan kajian penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang menjadi pembahasannya. Bentuk sumber ini baik yang diterbitkan dalam bentuk buku maupun tidak diterbitkan, misalnya berupa laporan skripsi dan penelitian.

Langkah 5. Metode Penelitian (sejarah)
Ilmu sejarah memiliki keunikan tersendiri dalam metodenya. Dalam metode sejarah ada 4 langkah yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.
Pada pembahasan ini yang dijelaskan tidak lagi sebatas pengertian dari ke empat metode sejarah, tetapi tidak lain sebagai penerapan dari keempat metode sejarah.
1. Heuristik
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa heuristik merupakan proses mencari sumber dan menemukan sumber sejarah. Bisa juga dapat diartikan kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lampau.
Heuristik ini dalam penelitian sejarah merupakan langkah pertama yang harus ditempuh oleh seorang sejarawan, karena dalam menyusun cerita sejarah tentunya yang harus dilakukan pertama adalah mengumpulkan sumber-sumber sejarah.
Berbicara masalah sumber sejarah seperti yang telah dijelaskan pada Bab sebelumnya, bahwa mengumpulkan sumber sejarah tidak mudah apalagi sumber sejarah itu banyak macamnya dan terpisah-pisah jadi tergantung bagaimana si peneliti bisa mengumpulkannya dan merangkainya dari sekian sumber.
Agar tidak mengalami kesulitan, maka usaha yang dilakukan adalah mengklasifikasi sumber-sumber sejarah itu sendiri (penggolongan sumber sejarah). Berbagai ahli metodelogi telah mencoba memberikan gambaran tentang klasifikasi sumber. Klasifikasi sumber yang sederhana dibedakan menjadi tiga bagian dintaranya:1). sumber benda berupa bangunan, perkakas/artefak, senjata, dll. 2). Sumber tertulis berupa prasasti, dokumen, dll, dan  3). Sumber lisan (1970:18). Klasifikasi yang paling sederhana yang yang merupakan adaptasi John Martin Vincent oleh Jacques Barzun dan Henry F. Graff, antara lain:
Peninggalan-peninggalan (relics, remains)
(pelantar fakta yang tidak direncanakan)
a.             Peninggalan-peninggalan manusia, surat, sastra, dokumen umum, catatan bisnis dan sejumlah inskripsi tertentu;
b.            Bahasa, adat-istiadat, dan lembaga-lembaga
c.             Alat-alat dan artefak lainnya.

Catatan-catatan (Records)
(pelantar yang direncanakan)

tertulis
a.             Kronik, annal, biografi, genealogi;
b.            Memoir, catatan harian;
c.             Sejumlah inskripsi tertentu.
Lisan
a.             Balada, anekdot, cerita, saga
b.            Fonograf dan tape recording
Karya seni
a.             Potret, lukisan-lukisan sejarah, patung, mata uang dan medali;
b.            Sejumlah film tertentu, kineskop, dll (1970:148)
Sedangkan menurut IG Widya sebenarnya klasifikasi sumber hampir sama yang dijelaskan sebelumnya yaitu: 1) jejak yang ditinggalkan “tidak dengan sengaja” oleh manusia dalam kegiatan sehari-hari. 2)jejak yang ditinggalkan  “dengan sengaja” memang dimaksudkan untuk menyampaikan pesan bagi generasi berikutnya mengenai tindakan  orang-orang yang meninggalkanya.(1988:20). Selain itu juga, peneliti untuk mendapatkan sumber sejarah bisa diperoleh di Perpustakaan, Museum dan Arsip.
Setelah data terkumpul sesuai dengan kajiannya, maka tugas peneliti sejarah selanjutnya adalah kritik sumber.


2. Kritik Sumber
Setelah sejarawan berhasil mengumpulkan sumber-sumber sejarah dalam penelitiannya, ia tidak akan menerima begitu saja sumber-sumber yang telah didapatkan sebelumnya. Sehingga yang dilakukan peneliti sejarah seharusnya menyaring secara kritis dengan tujuan terjaring fakta yang menjadi pilihannya. Maka langkah inilah yang disebut dengan kritik sumber.
Tujuan dari kritik sumber agar hasilnya nanti dapat dipertanggungjawabkan. Sebab dalam usaha mencari kebenaran seorang peneliti selalu dihadapkan pada benar, tidak benar dan lebih-lebih meragukan. Maka dari sinilah seorang peneliti harus menggerakkan pikirannya dan mampu menggabungkan antara pengetahuan, menggunakan akal sehat, sikap ragu, percaya begitu saja dan melakukan tebakan inteligen (Jacques barzun & Henry F. Graff, 1970).
Dalam proses kritik sumber masih dibagi menjadi dua lagi yang mempunyai tugas yang berbeda yaitu kritik ekstern dan kritik intern.
2.1 Kritik Ekstern
Kritik ekstern juga bisa dikatakan pula sebagai kritik eksternal. Kritik eksternal yang dimaksud disini ialah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Syarat setiap sumber harus dinyatakan dahulu otentik  dan integral.  Sehingga dalam proses ini perlu sekali pemeriksaan yang ketat terhadap sumber yang didapatkan. Setiap sumber yang didapakan, peneliti juga harus mengerti atau diketahui sebagai orang yang dipercaya.
Kesaksian (testimoni) itu sendiri harus dapat dipahami dengan jelas. Pemeriksaan yang ketat ini mempunyai alasan yang kuat sehubungan dengan beberapa sumber telah dibuktikan palsu; dalam penelitiaan( Investigasi) yang dilakukan telah ditemukan bahwa sumber-sumber itu telah dipalsu atau dibuat-dibuat (fabricated). Beberapa sumber lain, meskipun asli, ternyata dengan berbagai alasan telah memberikan kesaksian-kesaksian yang tidak dapat diandalkan ( unreliable) ( Lucey,1984: 46; CF. Gee , 1950:286-290).
Jadi lebih lengkapnya, yang dimaksud dengan kritik eksternal adalah suatu penelitian atas asal usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peningalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak. Kritik eksternal harus menegakkan fakta dari kesaksian bahwa:
Ø   Kesaksian itu benar-benar diberiakan oleh orang ini atau pada waktu ini( authenticity).
Ø   Kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan(uncorupted), tanpa ada suatu tambahan-tambahan atau penghilangan-penghilangan yang substansial (integrity).

Sebelum sumber-sumber sejarah dapat digunakan dengan aman, paling tidak ada sejumlah pertanyaan harus dijawab dengan memuaskan. Sugianto dalam diktatnya bahwa kritik ekstern  bertujuan untuk menjawab tiga pertanyaan pokok antara lain:
v  Adakah sumber itu memang sumber yang kita kehendaki? Pada bagian ini sejarawan atau peneliti sejarah ingin mengetahui atau berusaha menyakinkan diri: apakah sumber itu asli atau palsu ( otentik atau tidaknya/sejati tidaknya).
v  Adakah sumber itu sesuai aslinya atau tiruanya? Pada bagian ini merupakn analisis sumber, terutama mengyangkut sumber kuno dimana satu-satunya cara untuk memperbanyak atau mengabadikan naskah adalah dengan menyalin. Dalam menyalin inilah ada kemungkinan terjadi perubahan dari dokumen aslinya. Ini merupakan cara khusus yang disebut kritik sumber.
v  Adakah sumber itu utuh atau telah diubah-ubah? Dalam hal menyangkut masalah uth tidaknya sumber, artinya dalam suatu salinan misalnya apakah turunan itu dalam keadaan utuh atau telah berubah-ubah. Jadi disini terutama diusahakan untuk mengetahui bagaimana isinya yang asli dari dukumen itu. Cara pengujian seperti ini disebut kritik teks. (1996:34-35)
Selain tiga pertanyaan diatas, Lucey menambahkan menjadi lima pertanyaan yaitu:
Ø  Siapa yang mengatakan itu?
Ø  Apakah dengan satu atau cara lain kesaksian itu telah diubah?
Ø  Apa sebenarnya yang dimaksud oleh orang itu dengan kesaksianya itu?
Ø  Apakah orang yang memberikan kesaksian itu seorang saksi-mata (witness) yang kompeten- apakah iya mengetahui fakta itu?
Ø  Apakah saksi itu mengatakan yang sebenarnya (truth) dan memberikan kepada kita fakta yang diketahui itu? (1984:46)
Adalah fungsi dari kritik eksternal memeriksa sumber sejarah atas dasar dua butir pertama dan menegakkan sedapat mungkin otentisitas dan integritas dari sumber itu.
Otentisitas yang dimaksud disini selalu mengarah pada istilah asli dan autentik. Tetapi antara keduanya selalu sama. Sumber asli disini artinya sumber yang tidak palsu, sedangkan sumber yang autentik ialah sumber yang melaporkan dengan benar mengenai suatu subyek yang tampaknya benar.
Biasanya kita banyak menemukan sebuah tulisan yang sudah dikatakan asli tetapi tidak autentik dan sebaliknya. Coba pahami contoh berikut ini
“teks ketikan proklamasi yang ditanda tangani oleh Soekarno Hatta dan dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945. contoh ini akhirnya ditulis kembali oleh seorang pemalsu dan disajikan sebagai asli”.  jadi tulisan tersebut dikatakan autentik tapi tidak asli.
Seperti yang telah dijelaskan oleh Lucey, mengidentifikasi penulis merupakan langkah pertama dalam menegakkan otentisitas. Sehingga sebagai peneliti harus dapat mengidentifikasi yang  menulisnya. Akan tetapi, peneliti juga akan menjumpai banyak buku yang anonim (tidak menggunakan nama penulis atau pengarang) bukan berarti tidak autentik. Kenyatannnya  banyak dokumen-dokumen pertama kali muncul tidak menggunakan  nama pengarang dan kadangkala nama samaran. Contoh Ir. Soekarno memberikan keritikan pada pemerintahan Kolonial Belanda banyak menggunakan nama samaran Bima.
Suatu sumber sejarah sangatlah diperlukan informasi yang sangatlah lengkap baik yang berupa tanggal, tempat (sama denga resensi buku). Sehingga yang diharapkan nantinya dalan kritik eksternal adalah otentisitas lengkap. Semakin banyak diketahui tentang asal–usul dari catatan maka semakin mudah untuk menegakkan kredibilitas ( keandalan). Sedangkan yang selanjutnya peneliti bukan hanya berhenti pada otentisitasnya tetapi integritas dari sumber yang didapatkan juga harus di seleksi. Yang diseleksi disini tidak lain kondisi sempurna dari teks, masih murni. Dalam artian dalam teks tersebut tidak ada pengurangan  dalam teks aslinya.

2.2 Kritik Intern
Kritik intern, ini mulai dilaksanakan sesudah kritik ekstern selesai menentukan bahwa dokumen yang kita hadapi memang dokumen yang kita cari( dibutuhkan ). Kritik intern bisa dilanjutkan jika dalam kritik sumber eksternnya lolos, tetapi sebaliknya jika ktritik ekstern tidak lolos maka kritik selanjutnya (kritik intern) dikatakan gugur.
Kritik intern lebih ditekankan kepada aspek dalam yaitu isi dari sumber (kesaksian) setelah fakta kesaksian ditegakkan, maka giliran peneliti menegakkan kesaksian.
kritik intern harus mampu membuktikan bahwa kesaksian yang diberikan oleh sesuatu sumber itu memang dapat dipercaya atau tidak. Menurut Sugianto (1996) untuk itu perlu diusahakan:
pertama, yakni penilaian intrensik dimulai dengan menentukan sifat dari sumber-sumber itu ini hakekatnya menyankut sorotan terhadap possisi dari pembuat kesaksian tersebut. Hal ini antara lain bisa dicapai dengan mempertanyakan apakah pembuat kesaksian mampu memberikan kesaksian yang menyangkut, misalnya kehadiranya pada waktu dan tempat terjadinya peristiwa, dan juga menyangkut derajat keahlian/pengetahuanya dalam hubungan peristiwa tersebut. yang penting juga bahwa ini menyangkut pertanyaan apakah pembuat kesaksian mau memberi kesaksian yang benar. Kita harus mengetahui apakah ia punya alasan untuk menutup-nutupi suatu peristiwa atau melebih-lebihkannya.
Proses yang kedua, dalam kritik intern adalah ialah usaha untuk membanding-bandingkan kesaksian berbagai sumber dengan menjejerkan kesaksian dari saksi-saksi yang tidak saling berhubungan satu sama lainya; jadi mirip denngan yang dilakukan dalam prose peradilan dalam usaha menguji keterangan saksi-saksi (dalam IG. Widya,1988:22).
Dengan pemeriksaan silang terhadap sumber-sumber seperti ini diharapkan pengujian terhadap sumber-sumber utama bagi penyusunan kriteria sejarah menjadi semakin sempurna. Untuk melaksanakan tugas inilah sering diperlukan bantuan dari berbagi disiplian ilmu lainya, baik yang langsung berkaitan dengan sejarah, maupun tidak langsung. Disiplin-disiplin ilmu yang membantu kerja sejarawan ini disebut ilmu bantu sejarah. Hal ini terutama berkaitan dengan berkembangnya pendekatan” multidimensional” dalam metode sejarah dan berkembangya studi-studi sejarah sosial.(ibid)

2.3 .Interpretasi
Seperti yang telah diuraikan diatas, dengan melalui kritik sejarah, maka sumber atau jejak sejarah yang telah terhimpun sebagai informasi, untuk mewujudkan sebagai fakta sejarah, kita tarik kesimpulan dari jejak atau sumber sejarah yang telah diuji kebenaranya dengan kritik sejarah. Perlu diingat bahwa fakta sejarah tidak sama dengan data sejarah atau jejak sejarah sebagi peristiwa. Yang dimaksud dengan fakta sejarah adalah inti sari dari sum,ber-sumber sejarah. Fakta itu disimpulkan dari sumber-sumber sejarah (Mohammad Ali,1963:18). Fakta sejarah bukanlah fakta sejarah jika tidak dapat dibuktikan kebenaranya denagn bukti –bukti yang cukup. Fakta itu belum merupakan sejarah dalam  yang  sebenarnya, sebab fakta itu hanya merupakan bahan mentah yang harus dimasak lebih dahulu. Fakta hanya sebagai rangka belakan yang harus diberi daging dan jiwa agar menjadi sejarah (ibid: 20).
Berbagai fakta yang  lepas satu sama lain itu harus dirangkaikan dan kita hubung-hubungkan hingga menjadi kesatuan yang harmonis dan logis. Peristwa-peristiwa yang satu harus dimasukkan didalam keseluruhan konteks peristiwa-peristiwa lain yang melingkunginya. Proses menafsirkan fakta-fakta sejarah serta proses penyusunannya menjadi suatu kisah sejarah  yang integral menyangkut seleksi sejarah. Tidak semua fakta dimasukkan  dan dipilih mana yang relevan dan juga mana yang tidak relevan (Sugianto,1996:36-37).
Rangkaian fakta-fakta itu harus menunjukkan diri sebagai suatu rangkaian dalam bermakna dari kehidupan masa lampau masyarakat atau bangsa. Usaha  untuk mewujudkan rangkaian yang bermakna inilah sejarawan harus melakukan interpretasi terhadap fakta. Dalam kegiatan inilah sejarawan tidak bisa menhindarkan diri dari sudut pandang (subyektivitas), karena untuk menentukan fakta mana yang dianggap bersesuaian dari bermakna, biasanya berlandaskan pada kecendrungan pribadi, pada kelompoknya, pda teori-teori penafsiran dan pada pangdangan hidup bangsa. (ibid)
Disinilah sejarawan melakukan subyektifitas yang dituntut objektiv, sejarawan tidak boleh menipu dirinya sendiri dan pembacanya. Oleh kartena itu harus benar.

2.4 Historiografi
langkah yang keempat ini adalah merupakan puncak kegiatan penelitian sejarah. Kita telah memilih subyek yang diminati dalam penelitian sejarah kemudian mencari sumber-sumber dan menafsirkan informasi yang terkandung didalamnya. Ini sampailah untuk menyusun hasil interpretasi fakta-fakta sejarah ditulis menjadi sebuah kisah yang selaras dan dapat dipertanggung jawabkan.
Disini diperlukan kemahiran mengarang oleh seorang sejarawan. Ada cara-cara tertentu yang perlu sekali diperhatikan oleh sejarawan dalam menyusun ceritera. Dengan kata lain, penulisan atau penyusunan ceritera sejarah memerlukan kemampuan-kemampuan tertentu untuk menjaga standart mutu dari ceritera tersebut. Seperti misalnya prinsip serialisasi(cara-cara membuat urutan-urutan peristiwa), yang mana memerlukan prinsip-prinsip seperti kronologi (urutan-urutan wakutnya), prinsip kausasi (hubungan dengan sebab akibat) dan bahkan juga kemampuan imajinasi: kemampuan untuk menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terpisah-pisah menjadi suatu rangkaian yang masuk akal dengan bantuan pemgalaman, jadi membuat semacam analogi antara peristiwa diwaktu yang lampau dengan yang telah kita saksikan dengan mata kepala sendiri diwaktu sekarang, terutama bagi peristiwa-peristiwa yang sulit dicarikan dasar kronologi dan kausasih dalam perhubungannya (G.J. renier,dalam karya IG widya. Ibid: 24-25).
Dengan demikian seorang sejarahwan harus memiliki kemampuan yang baik yang mampu manyajikan fakta-fakta yang kering dalam bentuk ceritela dengan keseluruhan nilai emosional dan intelektualnya, sesuai dengan profesi kesarjanaanya atau keahliannya.
Dibawah ini akan di tampilkan contoh hasil laporan /skripsi yang nantinya dapat dijadikan gambaran untuk pembuatan laporan. Skripsi oleh saudari Sri Suci Dewi Wulandari, S.Pd denga judul penelitian Dinamika Masyarakat Petani Garam Di Desa Bunder Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan Pada Tahun 1977-1988.

BAB 1. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Permasalahan
Garam dalam perkembangannya tidak hanya menjadi kebutuhan lokal petani garam, tetapi sudah menjadi salah satu kebutuhan interlokal karena garam merupakan pelengkap dari kebutuhan pangan dan sumber elektrolit bagi tubuh manusia kerena mengandung kalium iodat. Jumlah yang harus dikonsumsi perhari untuk setiap orang kurang lebih sembilan gram. Untuk negara berkembang seperti Indonesia, selain untuk memenuhi nutrisi dalam tubuh, mengkonsumsi garam juga bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan yodium. Garam beryodium adalah garam konsumsi yang mengandung komponen utama  Natrium Chlorida (NaCl) minimal 94, 7%, air maksimal 5% dan kalium iodat (KIo3) sebanyak 30-80 ppm (mg/kg), seta senyawa-senyawa lainnya. Penyebaran garam beryodium pada masyarakat saat ini, merupakan upaya pemerintah yang paling efektif dalam rangka penanggulangan masalah  Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). (Depertemen Kelautan dan Perikanan 2002).
Indonesia merupakan negara meritim dengan luas seluruh wilayah juta km². terdiri dari luas daratan 1,9 juta km², laut teritorial 0,3 juta km² sedangkan perairan kepulauan seluas 2,8 juta km². Jadi seluruh laut di Indonesia berjumlah 3,1 juta km² (Nontji, 1986:4). Air laut sendiri banyak mengandung zat-zat yang terlarut di dalamnya yaitu sumber dari beberapa zat kimia penting seperti NaCl, hidrokarbon, dan zat-zat kimia yang lainnya. Salah satu daerah yang terdapat bahan-bahan mineral utama yang terdapat di sekitar perairan Indonesia adalah di Madura (Hutabarat dan Evans, 1986:8-9). Madura sebagian besar penduduknya memanfaatkan aliran pantai sebagai produksi garam, hal ini terlihat banyaknya luas areal tanah yang dimanfaatkan untuk memproduksi garam yaitu 15.347 Ha. Dari luas tanah yang digunakan untuk memproduksi garam, tidak salah kalau Madura dikenal dengan sebutan pulau garam.
Pentingnya garam di berbagai sektor, menyebabkan garam sebagai komuditas harus diawasi proses produksi dan pemasarannya. Untuk menangani masalah ini pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang tata niaga garam. Kebijakan pemerintah tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 270/KP/IK/1977 tanggal 28 September 1977. Peraturan Menteri Perdagangan tersebut bermaksud untuk mengatur dan melindungi petani garam di Indonesia mengingat Indonesia mempunyai wilayah maritim dengan panjang pantainya sekitar 81.000 km² (Nontji, 1986:4). Kebutuhan garam di daerah Jawa Timur dan Indonesia pada umumnya bisa diperoleh di Madura khususnya di Desa  Bunder, Desa Bunder berada di Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan. Secara geografis Desa Bunder mempunyai temperatur udara yang sangat panas karena terletak di dataran rendah dan berbatasan langsung dengan Selat Madura. Dengan kondisi seperti itu, Desa Bunder mudah dialiri atau digenangi  air laut. Oleh karena itu, penduduk Desa Bunder memanfaatkan luas genangan air laut sebagai tambak garam, dan dijadikan sebagai mata pencaharian. Untuk memenuhi kebutuhannya masyarakat bekerja sebagai petani garam, penghasilan petani ditentukan oleh besar kecilnya hasil panen garam. Usaha ini sifatnya hanya terbatas karena sangat tergantung pada musim kemarau. Selain itu sumber daya ekonomi petani garam tergantung pada tanah, tenaga kerja, modal dan keterampilan menejemen.
Pada awal tahun 1970-an, hasil yang diperoleh petani garam sangat sedikit yaitu 1.900 ton, selain itu faktor penghasilan petani di tentukan oleh besar kecilnya garam yang tergantung pada musim. Selain itu petani juga banyak terikat oleh para tengkulak yang sudah memberikan modal kepada mereka dengan menyerahkan hasil produksi garam yang harganya telah ditentukan, sehingga harga yang ditawarkan sangatlah rendah. Para petani tidak dapat berbuat apa-apa karena petani sudah merasa berhutang budi kepada para tengkulak tersebut. Keadaan ini terus berlangsung sampai pada tahun 1976, baru pada tahun 1977 pemerintah melakukan kebijakan dengan diadakannya tata niaga garam. Dengan diadakannya kebijakan tersebut diharapkan memberikan dampak positif bagi petani garam. Hal ini juga dikatakan oleh Mashuri (1996:70) bahwa sebelum tahun 1988 kondisi petani garam di Madura bisa dikatakan makmur, karena didukung banyaknya permintaan kebutuhan garam setiap tahun meningkat seiring dengan pertambahan penduduk di Indonesia. Tingginya permintaan akan kebutuhan garam mempengaruhi naiknya harga, sehingga hal tersebut membuat petani garam mampu memenuhi kebutuhan perekonomian dan kehidupannya
Pada tahun 1988 kehidupan petani garam mengalami suatu perubahan yang tidak menguntungkan yaitu pendapatan petani dari produksi garam tidak bisa menutupi biaya produksi yang mereka keluarkan, bukan hanya itu petani juga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini disebabkan karena garam yang dipasarkan antarpulau salah satunya ke Sumatera Utara ditolak. Penolakan ini sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara yang berisi tentang pengaturan pemasaran garam antar pulau ke Sumatera Utara dengan menugaskan PT. Garam sebagai pengawas pengendali mutu. Ini dimaksudkan agar garam yang beredar di wilayah ini adalah garam beryodium. Dengan adanya SK Gubernur tersebut menghambat laju pemasaran yang dilakukan untuk luar daerah. Hal inilah yang menyebabkan garam yang ada di Desa Bunder tidak terjual. Karena tidak terjualnya garam tersebut, mempengaruhi kehidupan petani garam baik dalam kehidupan sosial maupun ekonomi masyarakat petani garam di Desa Bunder. Sehingga petani garam mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari keterangan di atas terlihat bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat petani garam, dimana perubahan tersebut terjadi secara dinamis yang terus menerus terjadi di kalangan petani garam. Tema ini merupakan kajian yang menarik untuk diteliti karena Desa Bunder menghasilkan garam yang cukup besar dibandingkan dengan desa-desa penghasil garam yang ada di Pamekasan.
Selain latar belakang di atas alasan lain yang melatar belakangi penulis tertarik untuk meneliti permasalahan ini adalah : 1) masalah kesejarahan masyarakat petani garam khusunya di Desa Bunder belum diteliti; 2) ingin mengkaji lebih mendalam dinamika sosial ekonomi masyarakat petani garam di Desa Bunder Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam melalui penulisan skripsi dengan judul “Dinamika Masyarakat Petani Garam Di Desa Bunder Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan Pada Tahun 1977-1988”.

1.2                 Penegasan Pengertian Judul
Sebelum mengupas lebih lanjut permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, perlu diberi penegasan judul untuk menghindari persepsi lain. Hal yang perlu dijelaskan oleh penulis adalah Dinamika Masyarakat Petani garam yang terjadi di komunitas masyarakat petani garam di Desa Bunder, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan.
Pengertian dari dinamika masyarakat adalah gerak masyarakat secara terus menerus yang menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat (Depdikbud, 1991: 234). Sedangkan pengertian dari masyarakat petani garam adalah suatu kelompok manusia yang di dalamnya melakukan suatu aktifitas bertani garam. Jadi pengertian dari Dinamika Masyarakat Petani Garam Di Desa Bunder, Kacamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan adalah gerak kehidupan masyarakat petani garam yang terus menerus yang terjadi di Desa Bunder, Kacamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan selama kurun waktu 1977 sampai 1988.

1.3 Ruang Lingkup Permasalahan
Agar penelitian yang dilakukan tidak menyimpang dari fokus permasalahan yang akan dibahas, maka diperlukan suatu batasan ruang lingkup waktu, tempat dan materi. Ruang lingkup spasial/tempat dalam penelitian ini dilakukan di Desa Bunder, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan. Pemilihan lokasi tersebut dengan pertimbangan masyarakat petani garam di Desa Bunder ini lebih banyak dibandingkan di desa-desa lainnya yang juga memproduksi garam.
Mengenai batas awal dalam penelitian ini adalah tahun 1977. Pada saat itu terjadi perubahan yang signifikan terhadap kehidupan petani garam di Desa Bunder baik peningkatan pendapatan dan pemasaran garam. Tahun 1988 sebagai batas akhir dengan pertimbangan bahwa pada tahun itu sudah mengalami perubahan disegala tata kehidupan masyarakat petani garam baik dari segi ekonomi, pemasaran, dan produksi  sebagai akibat dari diberlakukannya Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara tentang pemasaran antar pulau khususnya di Desa Bunder, Kecamatan Pademawu. Sedangkan ruang lingkup materi dalam penelitian ini adalah: latar belakang kehidupan sosial ekonomi petani garam pada1977, usaha tambak garam di Desa Bunder, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan. dan kehidupan petani garam di Desa Bunder, Kecamatan Pademawu pada tahun 1977-1988.

1.4. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang dan ruang lingkup yang telah diuraikan tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1)       bagaimana latar belakang lingkungan dan kondisi sosial ekonomi petani garam di Desa Bunder Kabupaten Pamekasan pada tahun 1977?
2)       bagaimana usaha tambak garam di Desa Bunder Kabupaten Pamekasan pada thun 1977-1988 ?
3)   bagaimana kehidupan petani garam di Desa Bunder, Kecamatan Pademawu pada tahun 1977-1988?

1.5 Tujuan Penelitian
Setiap usaha atau kegiatan tertentu mempunyai tujuan yang ingin di capai. Berdasarkan uraian sub bab diatas maka tujuan penelitian adalah:
1)       ingin mengkaji latar belakang kehidupan sosial ekonomi masyarakat petani garam di Desa Bunder, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan pada tahun 1977.
2)       ingin mengkaji usaha  tambak garam dan kehidupan petani garam di Desa Bunder Kecamatan Pademawu pada tahun 1977-1988.
3)       ingin mengkaji kehidupan petani garam di Desa Bunder, Kecamatan Pademawu pada tahun 1977-1988.

1.6 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1)       diharapkan penelitian ini dapat menambah khasanah tentang kehidupan petani garam yang ada di Desa Bunder Kecamatan Pademawu,
2)       diharapkan penelitian ini menjadi suatu inspirasi untuk memajukan petani garam di Desa Bunder Kecamatan Pademawu;
3)       hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi kepada petani garam khususnya di Desa Bunder Kecamatan Pademawu;
4)       hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber inspirasi bagi pemerintah daerah dan pusat dalam mengembangkan petani garam khususnya di Kabupaten Pamekasan, dan
5)       diharapkan penelitian ini dapat memberi sebuah masukan-masukan bagi pembaca yang ingin membahas lebih jauh tentang kehidupan petani garam.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka ini mengemukakan kajian penelitian terdahulu yang berhubungan dengan industri garam, baik yang diterbitkan dalam bentuk buku maupun yang tidak diterbitkan, misalnya barupa laporan penelitian dan  skripsi.
Kuntowijoyo (2002) dalam bukunya yang berjudul “Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940” menjelaskan bahwa garam memiliki keuntungan yang besar bagi pemerintah kolonial maupun penduduk Madura, yaitu dengan memproduksi garam ini pemerintah kolonial dapat menambah pendapatan keuangan, sedangkan bagi penduduk merupakan mata pencaharian pada musim kemarau. Tidak hanya itu, dalam perkembangannya  garam tidak hanya sebagai mata pencaharian penduduk akan tetapi sudah menjadi kebutuhan masyarakat dan industri.
Sumintarsih (2001) dalam penelitiannya yang berjudul “Sketsa Kehidupan dan Hubungan Petani Garam” menjelaskan bahwa garam merupakan komuditi penting, karena dibutuhkan oleh semua orang. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari tetapi juga dibutuhkan oleh pabrik-pabrik maupun industri-industri yang memerlukan garam sebagai bahan produksinya. Berkaitan dengan kegunaan garam dikemukakan juga oleh Murhajanni (2005) dalam bukunya yang berjudul “Kerusuhan Sosial di Madura Kasus Waduk Nipah dan Ladang Garam” kegunaan garam adalah sebagai pengawet ikan, juga dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan seorang anak, selain itu garam dapat digunakan sebagai bahan pembuatan obat dalam bidang kedokteran. Pembuatan garam sebagai obat dapat dilakukan oleh masyarakat yang mempunyai kemampuan teknologi atau dengan kata lain bagi masyarakat yang memiliki pengetahuan.
Produksi garam merupakan produk musiman, yaitu antara Juni sampai Oktober dan sangat tergantung pada faktor iklim sehingga produksinya berfluktuasi. faktor iklim atau cuaca sangat mempengaruhi produksi garam, karena air laut pada musim kemarau akan lebih cepat menguap. Sedangkan pada musim penghujan akan mempengaruhi pembuatan garam, karena akan mengencerkan air laut sehingga menjadi muda kembali.
Herawati (2004) dalam artikelnya yang berjudul “Petani Garam Di Kecamatan Kalianget, di Desa Karanganyar, Kabupaten Sumenep”, mengemukakan bahwa produksi garam dipengaruhi oleh kondisi tanah, kondisi angin, dan kondisi tempat. Adapun tanah yang baik untuk produksi garam adalah tanah hitam atau istilah setempat disebut dengan tanah raja. Angin juga ikut menentukan produksi garam. Apabila pada saat pembuatan garam itu angin relatif kencang maka, pertumbuhan garam akan lebih cepat dan produksinya lebih banyak dan mengkristal besar-besar. Namun bila dalam proses produksi itu anginnya kurang kencang, maka produksi garamnya berkurang dan kristal-kristal garam akan halus. Letak pembuatan garam juga akan berpengaruh terhadap produksinya, tempat yang paling bagus adalah lahan yang menghadap ke timur, yaitu menghadap ke laut dan terbitnya sinar matahari.
Menurut Sari (2003), dalam skripsinya yang berjudul “Analisis perkembangan dan Elastisitas Penyerapan Industri Garam Rakyat di Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep” dikatakan bahwa Garam dalam produksinya membutuhkan mesin dan peralatan serta tenaga kerja. Sehingga masing-masing faktor produksi dalam pembuatan garam sangat dibutuhkan juga tempat dan lokasi yang strategis. Hal ini disebabkan karena pembuatan garam haruslah dekat dengan pantai, sehingga proses pembuatan garam akan lancar, efektif dan efisien. Dengan demikian penentuan lokasi perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi dan distribusi barang yang dihasilkan.
Disisi lain bagi petani, modal adalah sangat penting untuk usaha taninya. Karena tinggi rendahnya hasil produksi ditentukan oleh tingkat penerapan teknologi pertanian, salah satunya adalah penggunaan sarana produksi pertanian misalnya tanah, tenaga kerja, dan modal yang apabila faktor tersebut dapat dipenuhi maka petani bisa memperbaiki kehidupannya (Prayitno, 1987).
Usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidup, terjadi dalam suatu golongan masyarakat melalui suatu proses sosial sehingga terjadi suatu interaksi sosial yang menimbulkan dampak sosial dalam masyarakat. Dampak sosial ini terjadi karena adanya usaha manusia dalam memperbaiki nasibnya dengan cara menyesuaikan diri terhadap keadaan sekelilingnya.
Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa kondisi lingkungan alam yang ada khususnya di Madura berpengaruh terhadap manusia dalam menentukan suatu usaha yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti diungkapkan oleh Geertz (1963) dalam bukunya yang berjudul ”Involusi Pertanian proses perubahan ekologi di Indonesia”, bahwa ada suatu adaptasi manusia untuk berusaha mempergunakan habitatnya dengan mengganti jenis yang lain agar hal yang baru tersebut mempunyai fungsi di dalam suatu komunitas tanpa mengubah ekosistem yang ada.Dalam hal ini di Desa Bunder Kecamatan Pademawu merupakan petani yang memanfaatkan lahan yang ada menjadi lahan yang produktif dan bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu, sebagian besar penduduknya memanfaatkan lahan sebagai lahan garam. Namun tidak semudah itu petani garam memenuhi kebutuhan keluarganya, banyak fenomena-fenomena baik itu bagaimana mereka memenuhi kebutuhan dalam keadaan krisis, entah itu dalam keadaan berhutang, menjual barang-barang berharga milik mereka serta meminjam kepada Bank. Keadaan seperti inilah mereka  harus hadapi semua kesulitan-kesulitan yang muncul.
Pratondo (1982) dalam skripsinya yang berjudul “Pembelian Garam Rakyat dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Perusahaan dan Petani Garam atas dasar Floor Price Dari Pemerintah Pada PN. Garam Kalianget-Madura” menjelaskan bahwa sebelum ditugaskan sebagai pemegang Stoknas garam, pada tahun 1970-an telah melakukan pembelian terhadap garam rakyat sampai pada tahun 1976 dengan maksud untuk membantu meningkatkan pendapatan petani garam berekonomi lemah, walaupun belum memuaskan. Setelah PN. Garam ditugaskan sebagai pemegang stoknas garam yaitu tahun 1977 PN. Garam melakukan pembelian yang jumlahnya lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya.
Ardi (1985) dalam skripsinya yang berjudul “Mekanisme Pengolahan Dan Sistem Pamasaran Garam Rakyat ke Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan Madura”menjelaskan bahwa produksi garam rakyat pada umumnya termasuk pengusaha yang lemah, untuk memulai usahanya petani garam selalu kekurangan modal. Kelemahan inilah yang banyak dimanfaatkan oleh pedagang swasta (tengkulak) dengan memberikan pinjaman modal kerja dengan jaminan hasil produksinya. Harga garam ditentukan oleh pemberi modal dengan harga yang sangat rendah, hal ini mengakibatkan pendapatan petani garam rendah.
Pada tahun 1970-1976 adalah masa dimana petani garam selalu dibayang-bayangi oleh para pedagang swasta (tengkulak) akibat dari lemahnya modal yang dimiliki petani garam sehingga hasil yang diperoleh petani garam sangat rendah. Dengan diadakannya tataniaga garam sebisa mungkin dapat memberikan dampak positif bagi petani garam. PN. Garam ditugaskan untuk melakukan pembelian terhadap garam rakyat, selain itu pemerintah juga menetapkan harga dasar  sekaligus PN. Garam sebagai pemegang stok nasional.
Hasil penelitian Mashuri (1996) yang berjudul Dinamika Sosial Budaya Masyarakat Madura (Industri Garam dan Permasalahanya) menjelaskan bahwa akibat terhentinya pemasokan garam rakyat ke daerah Sumatera Utara dan Sumatera Barat perusahaan-perusahaan yang ada di sentra produsen menurunkan tingkat pembelian garam dari petani. Seleksi terhadap kualitas garam yang dibeli dari petani garam juga semakin ketat. Akibatnya garam yang diproduksi oleh para petani menjadi menumpuk, sehingga mereka kesulitan juga untuk memasarkan garam produksinya. Hal ini sebagai akibat dari dikeluarkannya SK Gubernur Sumatera Utara tentang pemasaran garam antar pulau, dan sebagai pengatur dalam pemasaran tersebut ditangani oleh PN. Garam.
Hal ini dijelaskan juga oleh Suyanto (1996) dalam bukunya yang berjudul Kemiskinan dan Kebijakan Pembangunan : Kumpulan Hasil Penelitian bahwa sikap Kalimantan Barat dan Sumatra Utara menolak garam dari Jawa Timur atau pulau Madura pada khususnya sangat merugikan petani garam. Penolakan itu bukan saja menyebabkan stok garam yang menumpuk di Pulau Madura, lebih dari itu jika situasi pasar mengalami kemacetan secara berlarut-larut membuat garam yang ada disetiap sentra produksi menumpuk dan dibiarkan terlantar , tentunya hal seperti ini membuat petani menjadi kebingungan dalam memasarkan garamnya.
Tidak terjualnya garam tersebut, disebabkan proses pembuatan garam masih dilakukan dengan sangat sederhana sehingga tidak dapat memenuhi standart yang ditentukan, seperti yang terdapat dalam tulisan Rostiati dalam Herawati  (1995) berjudul ”Masyarakat Petani Garam dan Tambak:Kasus di Desa Purwareja, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang”,pembuatan garam di pantai utara jawa Tengah, melalui tahapan-tahapan yaitu dari pengerjaan lahan tambak dengan cara dikeringkan sampai beberapa hari, kemudian lahan tersebut dibuat menjana. Peralatan yang digunakan adalah secara tradisional atau sederhana, yakni menggunakan alat yang terbuat dari bahan kayu atau bambu.
Hasil penelitian Soetandyo (1994) yang berjudul “Problema Pemasaran dan Mekanisme Survial Petani Garam di Pulau Madura” menjelaskan bahwa petani garam dikategorikan sebagai kelompok masyarakat rentan karena dua alasan. Pertama akibat harga garam yang turun drastis dan  kesulitan dalam pemasaran garam. Kedua pada umumnya petani tidak memiliki penyangga ekonomi sehingga senantiasa menghadapi situasi krisis dalam kehidupan sehari-hari.
Keberadaan kerabat di kalangan masyarakat pedesaan memang tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk mensosialisasikan anak-anaknya, akan tetapi kerabat juga berfungsi sebagai kelompok primer yang menopang dan memberikan jaminan sosial ekonomi bagi anggota kerabatnya. Dalam kehidupan petani garam prinsip solidaritas dan perasaan saling tergantung masih kuat, dimana anggota keluarga yang lebih tua dan yang lebih mapan, biasanya akan menjadi tempat untuk diminta bantuan. Hal ini adalah salah satu yang sangat membantu dalam kelompok masyarakat miskin untuk bertahan hidup.
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas masyarakat petani garam terjadi suatu perubahan-perubahanyang terjadi dalam kehidupan petani garam, yang disebabkan oleh faktor ekstern masalnya dalam pemasarannya dan intern dalam hal produksiny, modal tenaga kerja, lahan, kondisi cuaca. Dari berbagai faktor tersebut memicu untuk memperbaiki keadaan hidupnya yang nantinya mempengaruhi seluruh aspek kehidupan petani garam.
BAB 3. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dipergunakan peneliti dalam penyusunan skripsi ini adalah metode sejarah. Langkah awal dalam metode sejarah adalah heuristik sebagai proses untuk menemukan sumber-sumber yang dipergunakan sebagai bahan penulisan sejarah. Sumber yang digunakan ada dua yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer yang akan banyak digunakan adalah sumber tertulis dan sumber lisan sumber sekunder sebagai penunjang bahan atau data, akan menggunakan buku-buku atau literatur-literatur yang mendukung. Pengumpulan data ini menggunakan tekhnik yaitu:observasi, wawancara, dan dokumentasi. Koentjaraningrat (Ed.1997:108) menyatakan bahwa observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan terhadap lingkungan dan prilaku dari objek yang diteliti.  Cara observasi yang penulis lakukan adalah aktivitas petani garam, mengamati kehidupan sehari-hari petani garam, baik kehidupan di lingkungan rumah maupun kehidupan di lingkungan pekerjaannya. Wawancara yang dilakukan peneliti adalah untuk mengumpulkan keterangan lisan. Tekhnik wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk merekontruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi yang dilakukan dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dengan orang yang diwawancarai (Burhan Bungin, Ed. 2001:143). Wawancara dilakukan dengan para petani garam, tengkulak dan instansi terkait misalnya PT. Garam dan KUD serta dengan pimpinan desa baik formal maupun informal yang dianggap mengetahui keadaan sosial ekonomi petani garam. Sedangkan menurut Kartodirdjo (1993:16) metode dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui sumber tertulis berupa arsip-arsip, buku-buku tentang teori, dalil dan pendapat yang berhubungan dengan penelitian. Penulis mengambil dokumen yang berupa arsip-arsip laporan penelitian, surat kabar, majalah, artikel, jurnal dan data pendukung yang diperoleh dari instansi terkait, Seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kantor Kecamatan Pademawu, KUD, dan PT. Garam.
Setelah dikumpulkan sumber-sumber sejarah baik tertulis maupun lisan, maka langkah selanjutnya kritik sumber. Kritik sumber adalah metode untuk menilai, menyeleksi dan membandingkan sumber yang diperoleh guna mengadakan penulisan sejarah. (Notosusanto, 1978:38). Tujuan dilakukan langkah ini adalah untuk mengetahui kebenaran isi, keaslian, dan keutuhan dari sumber-sumber tersebut. Kritik ini dilakukan dengan dua cara yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern adalah sumber untuk membuktikan kebenaran bahan-bahan sejarah yang terkandung dalam sumber. Sedangkan kritik intern yaitu menganalisis isi (substansi) yang terkandung di dalamnya sehingga didapatkan fakta yang benar-benar otentik.
Langkah selanjutnya adalah interpretasi. Interpretasi dilakukan karena berbagai fakta yang telah ditemukan dalam kegiatan kritik tersebut masih terpisah-pisah. Oleh karena itu berbagai fakta yang lepas antara satu sama yang lain harus diinterpretasikan dengan cara menghubungkan sehingga menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal (Notosusanto,1974:41). Fakta yang telah dipilih dan ditetapkan sebagai sumber-sumber sejarah dalam penelitian dirangkaikan dan dibangun sendiri secara kronologis, rasional, dan faktual serta kausalitas sehingga menjadi suatu kisah sejarah yang benar.
Pendekatan teori dan suatu konsep digunakan untuk mempermudah dalam proses analisis dan sintesis. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan sosiologi ekonomi. Pendekatan ini dapat digunakan sebagai alat menganalisis mengenai tingkah laku individu atau kelompok yang melakukan interaksi dalam pemenuhan kebutuhan. Konsep ini diperkenalkan oleh J. Smelser yang menyebutkan bahwa untuk memenuhi dan menganalisis tentang suatu aspek kehidupan sosial tidak dapat mengabaikan peranan ekonomi dari kehidupan sosial masyarakat yang mempengaruhi ekonomi. Sebaliknya aspek-aspek non ekonomi dari kehidupan sosial juga mempengaruhi ekonomi itu sendiri. Oleh karena itu aspek ekonomi dan non ekonomi terhadap kehidupan sosial saling berkaitan (1987: 65).
Teori Fungsional mengidentifikasikan bahwa masyarakat pada dasarnya terintegrasi atas dasar kata sepakat. Interaksi sosial di antara individu tumbuh dan berkembang atas kesepakatan bersama dengan para anggota masyarakat (Nasikun, 1984:11-12), masyarakat tidak dapat dipandang sebagai suatu hal yang berdiri sendiri, tetapi sebagai suatu sistem masyarakat yang terikat (Soekanto, 1986:5-7). Masyarakat petani garam merupakan suatu sistem yang mengalami perkembangan yang mana dalam setiap bagian masyarakat melaksanakan fungsinya masing-masing. Dalam sebuah komunitas petani garam seperti KUD, PT. Garam, petani garam, pedagang perantara dan lembaga-lembaga pemasaran garam, mereka melaksanakan suatu fungsinya masing-masing akan tetapi mempunyai hubungan fungsional.
Langkah terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi. Menurut Gottschalk (1980: 32) historiografi adalah kegiatan rekontruksi yang imajinatif berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses metode sejarah. Menurut Notosusanto (1871: 24) historiografi adalah kegiatan akhir dari penelitian sejarah, yaitu berupa kegiatan merumuskan kisah sejarah secara kronologis dan sistematis. Tujuan dari historiografi ini adalah menuliskan hasil interpretasi agar menjadi kisah sejarah tidak hanya menjabarkan fakta-fakta tetapi dengan uraian-uraian secara obyektif mengenai pokok-pokok masalah sehingga nantinya akan terwujud kisah sejarah.
Historiografi tidak hanya menggambarkan suatu fenomena tetapi juga menerangkan hubungan sebab-akibat dan perhitungan imajinatif seperti halny tentang melukiskan kembali peristiw yang terjadi di Desa Bunder dengan apa adanya sesuai dengan situasi dan kondisi waktu yang diteliti yang diawali dengan industri garam di Desa Bunder serta dampak bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat  di Desa Bunder, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan. Hasil akhir dari proses rekonstruksi  dalam penulisan skripsi ini disajikan per bab, yaitu: bab I pendahuluan; bab 2 tinjauan pustaka mengemukakan kajian penelitian terdahulu yang berhubungan dengan produksi garam, baik yang diterbitkan dalam bentuk buku, maupun yang tidak diterbitkan, misalnya berupa laporan penelitian dan skripsi; bab 3 metode penelitian; yang menggunakan metode sejarah dengan langkah-langkahnya yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi; bab 4 mengulas tentang latar belakang lingkungan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat petani garam di Desa Bunder, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan yang mencakup keadaan geografis, keadaan penduduk dan struktur sosial, dan latar belakang historis kehidupan petani garam di Desa Bunder, Kecamatan Pademawu sampai tahun 1977, budidaya tambak garam di Desa Bunder, Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan meliputi produksi garam dan perkembangan teknologinya, pemasaran, dan kehidupan petani garam meliputi pendapatan, kesejahteraan petani garam, dampak bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat petani garam tahun 1977-1988; Bab 5 adalah bagian akhir dari tulisan ini yaitu penutup yang berisi tentang kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan-permasalahan yang tertera pada bab I dan saran dari penulis.
























BAB 3
ILMU SEJARAH DENGAN ILMU-ILMU SOSIAL  SUATU  HUBUNGAN METODELOGIS
Ilmu sejarah merupakan merupakan salah satu bagian dari ilmu pengetahuan sosial yang mempunyai obyek pengkajian yang cukup luas. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ilmu sejarah tidak hanya mengkaji tentang masa lalu tetapi sejarah mengkaji peristiwa atau kejadian satu menit yang lalu ( sekarang) dan tentunya membuat suatu perediksi untuk masa selanjutnya.  karena luas dan berkembangnya ilmu sejarah sejalan dengan ilmu manusia itiu sendiri. maka tidak menutup kemungkinan mengharuskan berhubungan dengan hampir semua cabang  ilmu–ilmu sosial dan ilmu-ilmu lainya sebagai ilmu bantu sejarah, dengan kata lain ilmu sejarah membutuhkan disiplin ilmu yang lainnya.
Gambaran bahwa ilmu sejarah membutuhkan ilmu bantu yang lain, hal ini sangatlah berguna dalam fase Heuristik (pencarian dan pengumpulan sumber sejarah). Ilmu-ilmu bantu yang dimanfaatkan dalam pencaraian dan pengumpulan sumbertersebut tentunya ilmu bantu yang mendukung seharusnya juga sesuai dengan fokus-fokus penelitiannya yang mencakup sejak dari sejarah yang paling ”purba” sampai pada yang mutakhir.  Buku Introduction dari Lang Lois dan Seignobos, sejak tahap satu penelitian telah mewajibkan sejarawan untuk mengetahui dan menggunakan ilmu bantu ini (Carrard,1992: 4).
Dalam bab ini selain menjelaskan ilmu-ilmu bantu sejarah juga akan dijelaskan bagaimana hubungan ilmu sejarah dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, dan juga akan dijelaskan apakah ilmu sejarah juga dapat dikatakan  dengan ilmu humaniora.
Adapun ilmu bantu sejarah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Ilmu Bantu Sejarah dan hubungannya dengan Ilmu-Ilmu Sosial
Dalam pengantar ilmu sejarah pernah disebutkan bahwa sejarah adalah art dan science (seni dan ilmu), sejarah sebagai seni karena sejarah dimasukkan dalam sastra karena penggunaan narasi yang dominan. Menurut Herodutus (484?-425? SM) sebagai “bapak sejarah” malah telah memulai sejarah tersebut bagian dari sebuah cerita (history-telling) dan sejak itu sejarah dimasukkan dalam ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora) (Gee, 1990: 37; Ladurie 1981:26-27).
Sejarah dikatakan sebagai ilmu (science) adalah ilmu karena mempunyai metode penelitian ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan. Langkah–langkah heuristik  dan kritik-kritik sumber  yang dilakukan adalah metode-metode objektif ilmiah yang umum sekali dalam penelitian sejarah. Kemudian sebagai ilmu, sejarah sebagai termasuk dari berbagai macam iulmu sosial karena fokus kajiannya adalah manusia (sebagai individu maupun dalam kelompok masyarakat). Sejarah juga dikatakan sebagai ilmu tertua yang embrionya sudah ada dalam bentuk mitos dan tradisi-tradisi manusia yang hidupnya paling sederhana. (The Liang Gee, 1950:36). Tentu saja cara pendekatannya dalam mengkaji manusia itu tidak sama, meskipun dalam perkembangannya ilmu sejarah pada abad ke-20 ini antara ilmu sosial sudah berdampingan (Coexist). Menurut sejarawan Perancis Imanuel le Roy Ladurie (1981:26-27) bahwa  telah ada sejak pakar-pakar teori ilmu sosial seperti Karl Marx, Max Weber, Emile Durkheim, dan Sigmund Freud, dimana kedua belah pihak saling menukar konsep-konsep dan saling melewati perbatasan kajian masing-masing.
Dalam kerjasama yang telah diterangkan diatas, ilmu sosial telah menggunakan pendekatan historis untuk mengungkapkan kecendrungan- kecendrungan serta pola-pola umum sebelum melakukan ramalan-ramalan ( prediksi). Masa yang akan datang (Sartono Kartodirjdo, 1992:209).
Menurut Prof. Dr Helius Sjamsuddin (2007;228) Sebenaranya sejarah mempunyai kedudukan yang sangat unik didalam rumpun ilmu-ilmu sosial. Meskipun sejarah termasuk sebagai bagian dari ilmu-ilmu sosial, namun antara sejarah dengan ilmu sosial lainnya masih dapat dibedakan, untuk kepentingan penjelasan, perbedaan ilmu sejarah dengan ilmu sosial lainnya itu dapat disebutkan sebagai berikut:


Sejarah Ilmu-ilmu sosial lain
ü  Kelampauan (past)
ü Temporal (spacial)
ü Diakronik
ü Idiografik
ü Partikularistik
ü Terjadi sekali (unique event)
ü Tidak teratur
ü Tidak dapat dieksperimen dan diuji ulang
ü Tidak untuk meramal
Ø  Kekinian (present,future)
Ø  Atemporal (aspasial)
Ø  Sinkronik
Ø  Nomotetik
Ø  Generalistik
Ø  Terjadi berulang-ulang ( repetition)
Ø  Beraturan (reguler)
Ø  Dapat di eksperimen dan diuji ulang
Ø  Dapat untuk meramal/prediksi

Kajian sejarah terikat pada waktu (temporal), terutama pada kelampauan (past).  Faktor foktor waktu ini yang dapat membedakan sejarah dengan ilmu-ilmu sosial yang lainnya. Sehingga sejarah dikatakan sebagai iolmu yang berketerkaitan dengan manusia ( individu dan masyarakat). Pada masa lalu (past), sedangkan ilmu sosial adalah kajian  tentang manusia (individu dan masyrakat (present). Tidak jarang ilmu-ilmu sosial digunakan untuk kepentingan masa yang akan datang, atau untuk meramalkan (memprediksi) kemungkinan-kemungkinan masa yang akan datang (futere). Tetapi perlu ditegaskan disini bahwa dalam kajian masa lalu dari sejarah itu terkandung sebuah proses dan perseptif sejarah, artinya masa lalu bukan untuk masa lalu, melainkan masa lalu sebagai titik tolak untuk masa yang akan datang dan selanjutnya. Karena pengertian yang implisit ini sejarah juga dapat digunakan untuk memprediksi masa yang akan datang meskipun para praktisi sejarawan sendiri tidak begitu peduli atau paling tidak hanya menunjukkan kecendrungan (trends). Ibit.
Selain faktor waktu, kajian sejarah terikat pada tempat (spacial) tertentu. Suatu peristiwa yang berhubungan dengan manusia pasti terjadi disuatu tempat tertentu. Jika kapan ditanyakan kapan dan dimana terjadi peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia, misalnya, jawabannya pasti (kalau ingin lengkap) tanggal 17 agustus 1945, hari jumat pukul 10.00, bertepatan dengan bulan puasa dan di Jakarta. Jadi tempat proklamasi itu di Jakarta bukan ditempat-tempat lain, jadi perlu ditekankan kembali, jika sejarah hanya memperhatikan peristiwa individual yang hyanya sekali terjadi (eenmalig) atau tidak teratur sedangkan kajian-kajian ilmu sosial lain bukan tidak memperhatikan masa lampau atau tempat tertentu. Hanya kelampauan dan tempat khusus ini tidak terlalu dihiraukan. Bagi ilmu sosial peristiwa prokalamsi di Indonesia (Jakarta) itu dapat terjadi dimana saja dan kapan saja (Bandung, Madura, Banyuwangi, Jember, Bondowoso, Padang, Makasar; dulu, sekarang, atau akan datang).
Selanjutnya antara sejarah dan ilmu-ilmu sosial berbeda dalam pendekatan dan persepektif. Jika sejarah mengunakan perspektif diakronik sedangkan ilmu-ilmu sosial menggunakan perspektif singkronik. Kajian sejarah juga di identik dengan kronologis (dalam urutan dan konteks waktu) dan kejadian-kejadian yang penting bersifat vertikal maka dari itu diperlukan sebuah pendekatan yang diakronik, sedangkan ilmu-ilmu sosial  melihat fenomena peristiwa-peristiwa  yang hampir sama pada tempat-tempat yang lainnya yang berbeda waktu dan tempatnya sehungga garisnya bisa dikatakan horisontal, jadi hanya bisa melihat persamaannya tanpa melihat perbedaannya setipa kejadian-kejadian peristiwa tersebut.
Menurut Sugiyanto dalam bukunya Diktat Pengantar Ilmu Sejarah bahwa Ilmu sejarah berhubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial, bahkan dewasa ini bahwa sejarah merupakan komponen dari ilmu sosial. Hal ini tidak terlepas dari obyek sejarah dan memiliki tiga dimensi  sebagai titik beratnya yakni masa lampau, masa kini,dan msa depan. Sedangkan ilmu –ilmu sosial lainya lebih menitik beratkan masa kini dan masa depan. Ilmu sejarah juga membutuhkan bantuan ilmu eksak (seperti ilmu kimia, biologi ) guna menjelaskan usia sumber kono  yang diperoleh juga kerangka manusia, utamanya berhubungan dengan penulisan. Sejarah kuno guna menguji keaslian sumbernya (1996:14).
Dari beberapa gambaran itulah hubungan antara ilmu sejarah dengan ilmu-ilmu sosial dimana antara ilmu tersebut saling membutuhkan disiplin ilmu yang lainnya.
Dilihat Gambaran diatas itulah hubungan secara umum. Lebih khususnya akan diberikan gambaran pula setiap masing-masing rumpun ilmu sosial agar mudah dimengerti. Setiap rumpun ilmu sosial yang dimaksud hubungannya dengan ilmu sejarah, antara lain:
Sejarah dalam prakteknya mempunyai metode yang tentunya membedakan antara ilmu yang lain. Metode tersebut antara lain: heuristic, kritik (ekstern dan intern), interpretasi dan  historiografi.
Dalam proses hiuristik ( pengumpulan sumber sejarah) tentunya ilmu sejarah membutuhkan ilmu Bantu untuk menghasilkan karya sejarah.
Menurut Von Humbold, ilmu Bantu sejarah antara lain:
a)        Phililogi : ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dokumen dokumen bahasa yang bernilai literature dan kulturil umum dengan latar belakang kebudayaanya.
b)        Palaeografi : ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan menulis tentang macan-macam tulisan purba. Yang palin berjasa dalam bidang ini adalah Jean F. Campolin (1822) yang berhasil mengungkapkan rahasis tuliasan Hieroglif, tulisan Heratik kursif dan tulisan demotic; serta Sir Henri Rawlensen (1847) yang berhasil membaca Kuneifomn Persia kuna dan babilonia.
c)        Ilmu tentang dokumen: naska-naska tulisan tangan terutama tertuju dalam bahasa diplomatis. Tentu saja bahasa diplomatis ini sangat berbeda dengan bahasa pergaulan biasa.
d)        Heraldic: ilmu lambing-lambang pengenalan mula-mula timbul di Eropa dizaman pertengan ketika kaum bangsawan melengkapi perisai, topeng dan kepala baju besi untuk berperang dengan tanda-tanda tertentu sebagai tanda pengenal dalam peperangan. Lambang–lambang ini kemudian digunakan secara turun-temurun dalam peperangan, juga dikota-kota juga digunakan sebagai lambang dan  logo kota, dan sebagainya.
e)        Numismatic : ilmu untuk mengenal berbagai mata uang kuno. Dari bahasa yunani, nomisma artinya: mata uang. Contoh:
ü   Mata uang dijaman Belanda
ü   Mata uang dijaman Jepang
ü   Mata uang Indonesia ( zaman RIS dan mata uang sekarang).
ü   Mata uang  yang pernah diberlakukan apada masa kerajaan dan kesultanan Buton, mejadi alat tukar yang tidak hanya menjadi wilayah Kesultanan buton tapi digunakan oleh para pedagang yang berhubungan dengan Buton.
Kelima bidang ilmu diatas, adalah ilmu yang sangat berguna untuk membantu ilmu sejarah, baik saat meneliti sumber-sumber, kritik sumber maupun pada penulisan laporan akhir penulisan sejarah.
Selain ilmu Bantu sejarah yang sudah disebutkan diatas, masih ada beberapa ilmu Bantu yang dianggap penting bagi ilmu sejarah.
Menurut Louis Gottchalk dalam bukunya “understanding history”  terjemahan Nogroho Notosusanto. Antara lain:
1.    epigrafi (klasik): ahli merestorasi  dan megedit teks-teks prasasti kuno yang ditemukan pada batu nisan monument dan bangunan-bangunan.
2.    arkeologi: ilmu kepurbakalaan. Ahli arkeologi mengali terrain-terrein kuno  dan memberikan kepada sejarawan informasi yang diperoleh dari artefak. Seperti patung, mouselium, barang pecah belah, bangunan-bangunan dan sebagainya.
3.    genealogi: ilmu yang mengongentasi silsilah atau keturunan  berdasarkan hubungan darah, misalnya silsilah dinasti raja-raja cina atau raja-raja mataram atau majapahit di Indonesia.  Ahli genealogi  juga dapat menyusun kamus-kamus genealogi dan table-tabel genealogi.
4.    lexikografi: ahli lexikografi mempersiapkan kamus  dari kata-kata, memberikan asal usulnya dan sejarah serta contohnya dari pada pemakaiannya yang beraneka ragam. Banyak pengetahuan sejarah yang menarik akan lenyap jika ahli lexikografi tidak merekam asal usul banyak kata-kata seperti: bonfire, Chaufinisme, clima,boycott,lynch, mecamodize dan lain-lain.
5.    sigillografi: ahli untuk melakukan otentikasi dan menanggali materi dan dengan membuat demikian telah memberikan ujian tambahan bagi otentisitas dokumen bermateri asli.
6.    bibliografi: ilmu kepustakaan yang memberikan informasi mengenai buku-buku dan pengarangnya.  Mengontentikasi incunabula yautu edisi-edisi  dan edisi-edisi pertama dan hal-hal yang jarang didapat, menemukan unsure-unsur tipuan/pemalsuan dan mengidentifikasi hal-hal yang anonym.
Selain ilmu Bantu diatas, perlu ditambahkan kembali yang menjadi ilmu Bantu sejarah. Terutama ilmu yang mempelajari masa manusia sebelum mengenal tulisan disebut ilmu prasejarah, ilmu  Bantu tersebut antara lain:
1)    Paleoantropologi: ilmu yang mempelajari bentuk manusia yang paling sederhana hingga manusia jaman sekarang. Menurut Teuku Jakub, 1990:65-66) ilmu ini bertujuan merekontruksi asal-usul manusia, evolusinya, pesebarannya, lingkungan, cara hidup dan kebudayaannya.
Bagi ilmu sejarah, paleoantropologi telah memberikan sumbangan apa yang telah dilakukan oleh peneliti sejarah yaitu E. Debois (1890) menemukan berupa tulang raham didekat desa Trinil, dipinggil aliran begawan Solo tidak jauh dari Ngawi, kemudian ditemukan lagi ditempat-tempat lain pada waktu yang tidak sama. juga peneliti yang bernama G.H.R . Von Koening Swald dan F. Weiden Reich (1931-1934) menemukan sebelas fosil-fosil tengkorak di Desa Ngandong dilembah Begawan Solo.
2)    Paleontology: Ilmu yang mengkaji bentuk-bentuk kehidupan purba yang pernah ada dimuka bumi, terutama fosil-fosil disebut paleontologi. Kajian paleontology erat sekali dengan geologi,fisika, botani (tumbuh-tumbuhan) zoologi (ilmu hewan).
Bagi ilmu sejarah, paleontologi merupakan preode prasejarah dalam arti luas yakni ketika manusia dianggap belum ada dimuka bumi, bantuannya bagi sejarah ialah kajian yang dapat menunjukkan secara hipotesis pada lapisan-lapisan geologi mana tau kira-kira kapan manusia ada didalam evolusi geologi.
3)    Geologi : ilmu yang mempelajari tentang lapisan-lapisan tanah.
Zaman prasejarah tidak meninggal bukti tertulis, tetapi zaman prasejarah hanya meninggalkan benda-benda hasil kebudayaan manusia. Umur peninggalan budaya tersebut dapat diketahui apabila dibantu oleh ilmu sebagai berikut:
1.    tipologi : ilmu yang mempelajari cara penentuan umur benda berdasarkan bentuknya. Makin sederhana Bentuk benda peninggalan tersebut makin tua benda usianya.
2.    sratigrafi: ilmu yang mempelajari cara penentuan umur benda peninggalan berdasarkan lapisan tanah tempat benda itu ditemukan. Lapisan tanah paling atas adalah lapisan tanah yang paling mudah, sedangkan tanah yang berada pada lapisan bawah adalah lapisan yang paling tua.
3.    kimiawi : ilmu yang mempelajari cara penentuan umur peninggalan berdasarkan unsur-unsur kimia yang dikandung benda tersebut.
Beberapa gambaran yang menjadi ilmu bantu sejarah, dibawah ini juga digambarkan beberapa disiplin ilmu sosial lainnya, antara lain:
a) Ilmu politik
Hubungan antar ilmu politik dengan sejarah dilukiskan dengan tepat dan jelas oleh  seseorang serjana politik Inggris  Sir Robertseeley, dikatakan: ”histori without politikal science has no fruit ; ”politikal sciance without historihas no fruit ” dengan ucapan ini Seeley telah dapat memperlihatkan adanya hubungan yang erat dan intrinsik antara hubungan ilmu pengetahuan itu. Namun tidaklah tepat pendapatnya yang menyatakan bahwa sejarah sebenarnya adalah politik pada jaman lampau. Sedangkan ilmu politik dewasa ini adalah sejarah hari kemudian. (”histori  is pastpolitic and present politics future histori).diktum Seeley mengakibatkan identifikasi  sejarah denga ilmu politik.( dalam karya P Isjwara,SH,1974:74)

b).  Ilmu Sosiologi
Sosiologi mempelajari masyakat,yakni kehidupan manusia dalam kelompok-kelompok, kelompok dengan kelompok, kelakuannya dengan perkembanganya; semua itu dipelajari dengan tujuan untuk mencapai pengetahuan sintesisguna dapat memahami seluruh masyarakat (J H AF  Mayor  Polak ,1964:10-11 ) ilmu sosiologi dapat memberikan  bantuan pada ilmu sejarah  mengenai seluk beluk masyarakat, apakah itu merupakan suatu tujuan struktural atau sisi lainya.

c).  Ilmu Atropologi
Atropologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang manusia, dengan tujuan akademiknya yaitu mencapai pengertian tentang mahluk manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna , bentuk fisiknya, masyarakat ,dan kebudayaanya. Antropologi memberikan bahan ’prehistori sebagai pangkal bagi tiap penulis sejarah dari tiap bahasa dunia.kecuali itu, banyak masalah pada historigrafi  dari sejarah suatu bangsa dapat dipecahkan dengan metode-metode antropologi. Banyak sumber sejarah berupa prasasti,dokumen, naskah tradisional, dan arsip kon. Sering hanya memberikan peristiwa-peristiwa sejarah yang terbatas  kepada bidang politik saja. Konsep-konsep kehidupan masyakat yang dikebangkan oleh antropologi dan ilmu sosial lainnya. Akan memberikan pengertian banyak kepada seorang ahli sejarah untuk menguasailata belkang peristiwa. Sebaliknya otropolog, juga memerlukan sejarah. Terutama sejarah suku-suku bangsa yang didangi.(kuntjaningrat, 1980: 47)

d).  Ilmu Arkheologi
Ilmu arkheologi (atau ilmu sejarah kebudayaan purbakala)pada mulanya meneliti sejarah kebudayaan-kebudayaan kono dalam zaman purba, seperti kebudayaan yunani dan romawi klasik,kebudayaan mesir kuno, kebudaan mesopotania kuno dsb. Temuan-temuan arkeologis ini penting sebagai ilmu bantu sejarah karena dalam penelitian-penelitian ilmiah yang dilakukan dapat memberikan informasi tentang dimana, bilamana, bagaimana kebudayaan atau suatu peradapan yang tinggi. Di Amerika arkeologi merupakan cabang dari ilmu antropologi tetpi di Eropa arkeologi merupakan bagian dari ilmu sejarah, meskipun demikian sejarah dapat mengambil manfaat dari padanya.
e). Ilmu Geografi (Khususnya Geografi Kesejarahan)
Dalam karya daldjuni,geografi kesejarahan  jilid 1 dibuktikan: historikal geographi penelahab secara geografis atas suatu pereode  dikatakan bahwa ” historikal geographi is geographiof the past”. Ilmu geografi penting artinya bagi sejarah, sebab sejarah tidak lepas dari faktor giografi.

d). Ilmu Pilologi
Filologi berasal dari kata yunani yaitu dari kata philos dan logos. Philos berarti kawan keinginan untuk bertutur dan akhirnya menjadi cinta atau bijaksana.; logos berarti kata kemudian menjadi ilmu. Yang termasuk filologi ialah etimos atau sesungguhnya, yairtu pengetahuan untuk meneliti asal bahasa dan asal –usul kata. Filologi adalah ilmu yang mempelajari tentang ilmu kehidupan  bahasa dan kesusastraan  suatu bangsa atau rumpun bangsa. (Hugiono dan PK Poerwantana,1987: 37 ).

f). Ilmu Piagam
Ilmu piagam sering disebut dengan diplomatik yaitu ilmu yang menylidiki keaslian piagam masa lalu. ilmu piagam memungkinkan kita untuk membaca ,emnerti,menguji, keaslian piagam. piagam ialah kesaksian hukum tertilis dalam bentuk yang sesuai dengan tujuanya tentang hal-hal yang bersifat yuridis. Misalnya prasati (ibid).

g).    Kronologi
Kronologo (ilmu penghitung waktu )terbagi tiga yaitu ilmu penghitung waktu sejarah,matemtika , dan teknik. Yang pertama tujuan mendapatkan bahan-bahan tentamng waktu kejadian sejarah. Kedua:menjabarkan kaidah-kaidah ilmu hitung waktu teknik menjadi rumusan ilmu teknik. Ketiga: mempelajari pengertian waktu itu sendiri kemudian membentuk pengetahuan kalender (ibid).



h). Paleografi dan Epigrafi
kajian tentang tulisan-tulisan kuno, termasuk ilmu membaca, menentukan waktu (tanggal) dan menganalisis tulisan-tulisan kuno yang ditulis diatas papirus, tembikar, kayu,daun lontar. informasi yang diberikan oleh tulisan-tulisan kuno tersebut walaupun singkat informasinya namun dapat menjadi bahan pengetahuan sejarah dari masa kemasa.

i). Ikonografi
ilmu tentang arca-arca atau patung-patung kuno dari zaman prasejarah dan/atau sejarah.

Ilmu Sejarah, Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora
Seperti yang telah dijelaskan diatas, menurut Herodutus sebagai “bapak sejarah” malah telah memulai sejarah tersebut bagian dari sebuah cerita (history-telling) dan sejak itu sejarah dimasukkan dalam ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora) (Gee, 1990: 37; Ladurie 1981:26-27).
Berdasarkan pendapat diatas memang semula sejarah dimasukkan dalam humaniora  ( Humanities) ilmu-ilmu kemanusiaan. Dalam perkembangannya sejarah juga dianggap sebagai salah satu dari ilmu-ilmu sosial. Tanpa harus membedakan antara humaniora dan ilmu-ilmu sosial, kita juga harus secara proporsinal dapat melihat juga ada yang menggap sejarah sebagai humaniora dan atau juga mengapa sejarah juga termasuk salah satu bagian dari ilmu –ilmu sosial. Golongan pertama melihat sejarah sebagai res gestae (pas event, peristiwa-peristiwa masa lalu) dan historya rerum gestarum (narrarive about past event, narasi tentang peristiwa masa lalu) (Topolski, 1976:53-54), golongan kedua melihat sejarah sebagai salah satu ilmu dalam kelompok sosial Sciences (ilmu-ilmu sosial). apapaun perbedaanya, kedua-keduanya tetap menempatkan manusia sebagai objek kajiannya, baik manusia sebagai individu maupun kelompok masyrakat.
Ilmu humaniora  yaitu ilmu yang menitik beratkan kepada contoh-contoh yang baikdan juga norma yang baik.  Yang diambil dari massa lampau, humaniora banyak membicarakan masalah pemeliharaan warisan budaya ,yakni pengalaman-pengalaman pikiran:adat istiadat, sopan santun, agama, lembaga, tokoh-tokoh sastra,seni, musik, dsb. Guna mendapatkan contoh-contoh yang unik.
Pengetahuan humaniora dapat dicapai melalui sejarah, karena sejarah membicarakan pula warisan budaya, pengalaman pikiran, adat istiadat, sopan santun agama, lembaga, tokoh-tokoh sastra, seni, musik ilmu dan kearifan manusia  pada masa lampau (lihat karya Louis Gottschalk, Nugroho Noto Susanto,penterjemah,1975:21 ).
Manusia sebagai mahluk sosial, intelektual dan mahluk budaya, ketiga-tiganya memmandang pada masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Namun ilmu-ilmu sosial menitik beratkan pada masa kini dan masa yang akan datang, dan bagi humaniora lebih menitik beratkan pada masa lampau; sedangkan ilmu sejarah lebih menitik beratkan pada ketiga dimensi waktu, yaitu masa lampau, masa sekarang (kini) dan masa yang akan datang, namun sedikit penekanan lagi bagi para historian pada masa lampau dan masa kini, walau masa yang akan datang tetap menjadi perhatian mereka.
Pada ilmu sosial, lebih mengutamakan pada masalah sosial yang aada yang kaitannnya dengan nilai-nilai moral dan pranata-pranata sosial serta hubungan individu dan masyarakat; sedangkan pada humaniora, banyak membicarakan masalah pemeliharaan warisan budaya, adat istiadat, lembaga agama.
Kegunaan praktis sejarah sebagai humaniora dalam pendidikan tidak hanya mempunyai arti besar bagi pengembangan identitas pribadi para individu-individu,  tetapi juga kesadaran identitas suatu bangsa secara keseluruhan . Bangsa-bangsa Afrika yang lama dijajah oleh bangsa Barat, misalnya, menggunakan sejarah sebagai intrumens untuk membangkitkan identitas  nasional dan kebudayaan hitam Afrika ( Tosh, 1985:4). Sejarah Indonesia dengan sendirinya mengajarkan tentang perjalanan panjang dan sulit suatu bangsa yang semula bersal dari kelompok etnis dan kebudayaan yang terpecah-pecah yang akhirnya menujuh integrasi nasional - menjadi suatu bangsa yang satu, yang mempunyai cita-cita kemajuan, kebudayaan, dan kemanusiannya

BAB 4
HISTORIOGRAFI
Perkembangan sejarah mempunyai arti yang dapat membedakan antara kejadian sejarah dan penulisan sejarah. Sejarah dalam arti objektif adalah kejadian sejarah yang sebenarnya, terjadi hanya sekali dan  dan bersifat unik (History As Actuality). Sebab semua dari peristiwa sejarah tidak semuanya dapat dikatakan sebagai kejadian sejarah apabila didalamnya tidak mencakup dari beberapa karakteristik ilmu sejarah yaitu Partikular, Unique event dan enmalik.  Sedangkan sejarah dalam arti subyektif  ialah gambaran atau cerita serta tulisan tentang suatu kejadian itu,  sering disebut juga  History as Writen atau historiografi  (Sartono Kartidhirjo, 1968:10)
Menurut Ahmad Adaby Darban mendifinisikan Historiografi menjadi dua pengertian yaitu dalam arti luas dan sempit. Historiografi dalam arti sempit ialah perkembangan penulisan sejarah  dalam peradapan dunia. Dengan adanya historiografi, umat manusia  dapat melihat perkembangan dunia, termasuk didalamnya  maslaah peradaban, social, ekonomi, kebudayaan, agama dan sebagainya. Disamping itu juga dengan adanya historiografi akan dapat menggugah kreaktifitas  manusia untuk mengembangkan peradabannya. Dengan kata lain bahwa tampa adanya historiografi  adanya Pre-retreat atau berada pada zaman primitive. Historiorafi dalam arti luas ilaha perkembangan penulisan  dalam didalamnya juga memuat Theori dan metodelogi sejarah. Oleh karena itu bila membicarakan historiografi  akan juga menyangkut masalah teori dan metodeloginya.
Untuk memahami karya historiografi perlu dipahami sepenuhnya baik pada sifat maupun hakekat lingkungan kebudayaan  serta zaman sejarah itu ditulis.  Sebab pada hakekatnya juga historiografi itu merupakan representasi dari kesadaran sejarawan dalam zamannya dan lingkungan kebudayaan ditempat sejarawan itu hidup. (Sartono Kartidhirjo, 1968:10) oleh karena itu, perlu disadari  dengan seksama, bahwa suatu hasil penulisan  sejarah atau historiografi itu senantiasa terpengaruh oleh berbagai hal  antara lain lingkungan zaman dan kebudayaan semasa sejarah itu ditulis.
Pandangan sejarawan terhadap peristiwa sejarah yang dituangkan dalam penulisannya itu akan dipengaruhi oleh situasi zaman  dan lingkungan kebudayaan  dimana sejarawan itu hidup. Dengan kata lain pandangan sejarawan itu selalu mewakili zaman dan kebudayaannya. Sejarawan didalam membuat pengertian terhadap fenomena sejarah. Sejarawan akam menggunakan pandangannya, pandangan yang global yang berlaku umum  pada lingkungan sejarawan itu.  Seringkali pandangan itu juga dihubungkan  dengan jiwa zaman  sebagai tampak jelas sebagai pola pikiran  atau ideology yang dominant, (Sartono Kartidhirjo, 1983:4). Dengan demikian historiografi itu mewakili jiwa zamannya  dan kehidupan kebudayaan pada zamannya.
Sebenarnya ketika kita mempelajari historiografi  pada hakekatnya  kita mempelajari sejarah penulisan sejarah. Didalamnya terdapat  penulisan sejarah , pengaruh zaman dan lingkungan  dan lingkungan kebudayaan  pada setiap penulisan sejarah, perkembangan penggunaan teori  dan metodologi sejarah  dan seni pengungkapan serta penyajian sejarah.























BAB 5
PENGARUH ZAMAN DAN KEBUDAYAAN TERHADAP HISTORIOGRAFI

Seperti yang telah dijelaskan sebelunya bahwa historiografi tersebut itu mewakili jiwa zamannya  dan kehidupan kebudayaan pada zamannya. Pada pembahasan berikut ini akan dijelaskan secara runtut mengenai gambaran tentang historiografi  beserta tokoh-tokoh historiografi  dari zaman kezaman dan dari lingkungan kebudayaan yang berbeda pula.
4.1 Penulisan Sejarah Pada Zaman Herodutus dan Tuchydides
Pengetahuan sejarah pada masa lampau  manusia berkembang  mulai dengan bentuk lisan (tradisi Lisan). Setelah manusia mengenal tulisan, seperti hieropliph (3000 BC); zaman BBybles-Thoentela (1900 BC), maka manusia mulai   mengnungkapkan pengetahuannya masa lampaunya mengenai tulisan. Pada awal pengungkapan masa lampau  melalui tulisan inilah masih  banyak dipengaruhi oleh bahasa lisan dan biasanya dalam bentuk syair atau puisi. Namun apabila dilihat dari dari segi perbedaannya antara tradisi lisan dengan tradisi tulisan antara lain sebgai berikut: Pada tradisi lisan lebih bersifat mitos, emosi, romantis, ephos dan Fiction, sedangkan pada tradisi tulisan mulai berkembang kearah lebih histories, rational, factual dan istoria.
Munculnya Herodutus sebgai bapak sejarah tidaklah berdiri sendiri, namun merupakan hasil dari proses  perjalanan penulisan sejarah sebelumnya. Sebelum Herodutus sudah ada  beberapa penulis yang bercorak mendekti sejarah, namun belum dikatakan sebagai penulisan sejrh yang sebenarnya misalnya Hellanicus dari Lebos dan hecatoos dari Miletus adalah penulis geneologi dan Dyonysar dari Persia yang telah menulis syair riwayat Persia.
Herodutus dilahirkan di Hellicarnicus pada abad ke 5 BC yang merupakan daerah dibawah kekuasaan Athena.  Masa hidupnya digunakan untuk mengembara hingga ke benua Asia dan Afrika (Herodutus:1965). Ia lama berada di Asia depan dan di Afrika ia lama tinggal di Mesir. Dari pengembaraannya itu, ternyata mempengaruhi dirinya untuk memahami kebudayaan–kebudayaan  di daerah yang telah dikunjungi, sehingga hal inilah yang mendorong Herodutus untuk mempelopori penulisan-penulisan masa lampau dengan bentuk logoraphio yang kemudian lebih dikenal dengan bentuk prosa.  Dimulainya penulisan sejarah dengan bentuk logoraphio atau prosa ternyata dikit demi sedikit dapat membedakan dari tradisi yang mengandung unsur-unsur mistis berubah mendekati rasional.
Perubahan bentuk penulisan  dari bentuk Syair atau puisi  dan unsur-unsur mistis sedikit berubah kedalam bentuk prosa merupakan jasa besarnya terutama dalam penulisan sejarah yang merupakan dari pada historiografi.  Penulisan sejarah sampai masa kini sebagai penerus tradisi dari penulisan sejarah yang berbentuk prosa yang dipelopori oleh bapak sejarawan Herodutus.
Tulisan Herodutus tentang perang Persia 475 SM merupakan karya sejarah  yang pertama yang berbentuk prosa. Isi dari tulisan tersebut pada dasarnya merangkum secara komprehensif yaitu seluruh aspek aktivitas manusia baik dalam bidang social, kebudayaan, politik dan sebagainya (Peter Gay and Gerald J. Gavanaugh: 1972). Kondisi penulisan yang dipaparkannya merupakan realitas dari sejarah pada zamannya. Herodutus
Masih dipandang  sebagai historiografi yang hidup pada masa transisi dari tradisi lisan zaman yunani yang masih mengandung epos dan mitos dengan penulisan sejarah yang menuju kearah rasional . oleh karena itulah, jika dalam karyanya masih masih terdapat rethoric tulisannya  dengan gaya bahasa lisan dan cerminan mitos didalamnya masih kuat.
Lain halnya dengan Thucydides merupakan bapak sejarawan kedua. Dalam penulisannya lebih condong pada sejarah kontemporer dan obyek penelitiaannya  sejaman dengan kehidupannya. Tulisan yang diangkat sejarah The Peloponnesian War (431-404 SM) sudah berbentuk logoraphio seperti halnya Herodutus. Tapi yang membedakannya Thucydides telah menggunakan sejarah kritis  yang terbatas pada kritik sumber dan bahasa yang digunakan adalah bahasa ilmiah, namun tidak sekomprehensif Herodutus sedangkan Thucydides lebih pada permasalahan politik dan meliter serta tokoh-tokoh besar saja yang berkuasa  dan berperan pada masa itu. Sehingga dalam penulisannya lebih condong kearah subyektivitas.

4.2 Penulisan Sejarah Pada Zaman Yunani dan Romawi
Kebudayaan romawi dan yunani  mempunyai perbedaan yang prinsipial namun keduanya mempunya hubungan yang sangat erat. Yunani mempunyai cirri dan pedagang yang dapat memakmurkan hidupnya, maka di yunani terdapat kebebasan. Kebebasan di yunani mendorong adanya kreativitas seni dan kebebasan berfikir untuk mengembangkan alam pikiran manusiadalam berfilsafat. Oleh karena itu segala aspek kebudayaan,filsafat,satera, mental dan sejarah. Dapat berkembang dengan bebas. Hal ini menandakan kebudayaan rokhaniyah lebih tinggi sebagai ukuran peradaban suatu bangsa.
Peradaban Romawi perkembanganya lain dengan perkembangan kebudayaan yunani. Romawu lebih mengutamakan fisik dalam rangka menopang suatu kekuasaan imperium yang besar, dengan geopolitik yang luas, maka diperlukan perlengkapan, yaitu antara lain : tata Negara yang baik dan teratur,Militeryang kuat dan mempuni untuk menjaga stabilitas imperium dan kaidah serta lembaga hokum yang berwibawa, dan memelihara hubungan yang baik anatar manusia. Imperium Romawi adalah merupakan kesatuan politik yang mendukung suatu wibawa system lembaga politik. Keungulan Romawi terletak pada fisik dan pengorganisasian,siasat,strategi serta taktik, yang kesemuanya itu menjadi sebuah system politik yang kuat dan efisien.
Walaupun yunani adalah daerah dibawah kekuasaan romawi, namun orang romawi banyak menggunakan orang yunani untuk mendidik  genarasi mudanya, untuk dipersiapkan menjadi orang tangguh  dikalangan romawi. Maka apabila diukur dari peradapan manusia, bangsa romawi lebih condong dalam hal phisik, sedangkan yunani lebih condong dalam hal rukhaniah. Dengan demikian peradaban yunani lebih unggul  dibandingkan dengan Romawi.
Dalam bidang historiografi, yunani lebih bebas berkarya  dalam menentukan teman-temannya.historiografi yunani antara lain Herodutus dan Tuchidides. Di dalam Historiografi Romawi banyak dipengaruhi oleh kebudayaan  dan system pemerintahan  yang berlaku dizamannya. Pada umumnya historiografi romawi menunjukkan sifat patriotic  (menunjukkan kegemilangan imperium romawi) dan mengandung imajinasi.
Sejarawan romawi sebagai contoh:
Titus Livius merupakan sejarawan yang mencerminkan kebudayaannya. Ia seorang meliter dan kemudian melepaskannya menjadi seorang pengarang khususnya sejarawan. Dalam penulisannya banyak mengungkapkan  kebebasan  imperium romawi dan menggambarkan kehidupan rakyat kecil, kehidupan buruh dan kekejaman para mandor  terhadap para pekerja.



4.3  Penulisan Sejarah pada Abad pertengahan
Abad pertengahan adalah yang bercirikan agama Kristen. Dimana agama Kristen berhasil menguasai  dan mempengaruhi segala aspek kehidupan.  Kehidupan seseorang selalu dibenturkan dengan tujuan akhir dan segala kehidupan ditentukan oleh Tuhan. Begitu pila dengan ilmu pengetahuan semuanya banyak diarahkan pada pengetahuan agama, terutama teologi. Pemikiran filsafat yang berkembang  adalah filsafat Skolastiek yaitu pemikiran filsafat yang dilingkari bingkai gereja dan untuk alat pembenaran agama.
Semua aktivitas dan segala perkembangan yang terpengaruh oleh gereja. Maka, keberadaan historiografi juga tidak luput dari pengaruh kebudayaan  dalam kehidupan sejarawan pada waktu itu. Hal ini tampak dalam menentukan periodosasi yang disesuaikan dengan kitap injil dan jalannya sejarah secara linear(menuju tujuan akhir  yang bahagia dialam baka). Disamping itu pandangan sejarawan abad pertengahan menganggap bahwa sejarah itu tidak ditentukan oleh manusia, tetapi merupakan penyelenggaraan Tuhan.
Historiografi pertengahan yang digambarkan oleh ST. Augustine (Augustinus 354-430) zaman kehidupan Augustinus ini diantara peralihan zaman klasik kezaman abad pertengahan. Dari sini dapat dilihat di dalam penulisan sejarahnya.  Disatu piha k dipengaruhi  zaman klasik dan zaman pertengahan.
Pandangan sejarawan yang dikemukakan oleh Agustinus ialah keselamatan yaitu menganggap bahwa proses sejarah deakletika pertentangan kejahatan dan kebaikan  antara kebenaran dan kesalahan yang pada akhirnya kenbenrannlah yang menang. Hal ini digambarkan dalam karya City of God (Civitas Dei).

4.4 Penulisan Sejarah Di Timur Tengah Zaman Ibn Kholdun
Di Asia barat pada abad ke 14-15 muncul seorang sosiolog dan sejarawan yang telah berhasil menunjukkan beberapa teori dan metode baru dalam ilmu sejarah. Dalam usahanya ia menggunakan pendekatan multi dimensional.  Ia mengungkapkan ilmu sejarah dengan pendekatan ilmu sosiologi.
Ibn Kholdum hidup berlatar belakang dari lingkunagan  agama islam, waktu mudanya banyak beragama islam, ilmu sastra,  serta ilmu huklum. Ia juga belajar sejarah pada kakeknya  yang dikenal sebagaiu sejarawan. Jadi kehidupan kebudayaan Timur Tengah dan islam, banyak mempengaruhiu hasil karya penulisan Ibn Kholdum. Kehidupan suku-suku di Arab seperti pengelompokan berdasarkan ikatan darah pada suatu tempat yang kecil dan terbatas. Kemudian berkembang menjadi suku yang bersifat kebangsaan dan ikatan agama sebagai ikatan antar agama, menjadi dasar dari pengamatan dan kemudian diangkat menjadi suatu teori sosilogi dan sejarah perkembangan  bangsa-bangsa di timur tengah. Konsepsi ajaran islam tentang kehidupan manusia yaitu keseimbangan dan keharmonisan hidup didunia dan akhirat mempengaruhi dalam karya penulisan Ibn kholdum.
Karya Ibn kholdum yang terkenal ialah Muqodimah. Dalam karyanya itu tampak beberapa pandangan dan teori yang dikemukakan  Kholdum  tentang sejarah dan sosiologi. Didalam bidang sejarah pangdangan  filsafat Ibn Kholdum  yaitu bahwa gerak sejarah berpangkal pada hakekat tuhan. Namun orientasi  dari jalannya sejarah bukan untuk akherat tapi untuk kehidupan duniawi.  Oleh karena itu dengan  tegas  ia mengatakan bahwa  tujuan akhir dari jalannya sejarah  untuk menyadarkan masyarakat  agar dapat mencapai kemajuan hidup yang baik di dunia. Didalam mengamati sejarah  mempunyai perhatian yang khusus  dari analisa dari kelanjutan suatu causa. Suatu kelanjutan dari suatu causa (sebab) itu ialah suatu kehidupan yang timbul, berkembang dan merosot dan kemudian timbul kembali.

4.5 Penulisan Sejarah Pada Zaman Renaissance
Zaman renaissance  termasuk permulaan abad modern. Cirri-ciri zaman renaissance ialah pertama: kehidupan manusia dihargai, bahkan menjadi pusat perhatian dalam segala hal (anthoposentrisme);kedua: mencerminkan kehidupan yang sekuler dan humanities dan ketiga adanya kebebasan  berkreasi, berfikir dan mengeluarkan pendapat. Dengan demikian, maka renaissance merupakan perubahan yang menyolok dengan situasi kehidupan di abad pertengahan.
Penulisan sejarah pada zaman renaissance ternyata juga terpengaruh oleh situasi zaman dan kebudayaan yang berkembang pada masa itu. Oleh karena itu pandangan sejarah pada masa itu adalah perubahan dari theosentrisme (abad pertengahan) ke anthoposentrisme (renaissance) pandangan sejarah zaman renaissance mengatakan bahwa perjalanan sejarah sanagat ditentukan oleh manusia, bukan atas peranan Tuhan.
Salah satu contoh dari penulisan sejarah zaman renaissance ialah karya Machiavelli yang berjudul History of Florence berjumlah delapan jilid. Di dalam karya itu ia menulis secara impiris  dan pengunkapan kenyataan  yang pernah dialami. Digambarkan adannya konflik kekuasaan bangsawan  sendiri, konflik antara bangsawaan dan rakyat  dan kehancuran  Italia akibat intervensi asing (Barbar).
Machiavelli berpendapat bahwa fungsi sejarah sebagai  bahan pengajar melalui  contoh-contoh yang praktis. Ia lebih berminat menulis masalah-masalah yang kontemporer, dengan menggunakan pendekatan politis, memang sebenarnya ia lebih dalam bidang politiknya.
Di dalam bidang politik, Machiavelli mempunyai konsep  dan pendapat yang banyak dipengaruhi oleh situasi zamannya juga.  Ia ingin membebaskan  moral   dalam kehidupan  politik dan tujuan lebih penting  untuk mendapatkan  kekuasaan  dari pada terbelenggu moral.  Maka konsep politik ini sering disebut dengan untuk mencapai tujuan dengan  menghalalkan segala cara: hal ini sesungguhnya gambaran realitas  dan machiaveli terdapat situasi politik pada zamannya, yang sering terjadi konflik perebutan kekuasaan di Italia.
4.6 Penulisan Sejarah Pada Abad 18
Abad ke 18 adalah abad rasionalisme dan sekuralisme yang ditandai dengan semakin perkembangannya kepercayaan pada diri manusia  sendiri terutama dalam bidang berfikir dan mementingkan  kehidupan duniawi  rasionalisme ini nampak jelas , dengan adanya tuntutan  manusia  untuk menggunakan  logika, berfikir kritis, skiptis  dan realitifis.
Mabillon adalah seorang sejarawan  abad ke 18  yang berhasil menulis karyannya berjudul On Diplomaties.  Di dalam bukunya ini ia mengemukakan  dan memperkenalkan kerja penulisan sejarah  dengan menggunakan kritik  terhadap sumber sejarah, khususnya kritik ekstern dalam rangka menentukan  autentisitas sumber.  Oleh karena itu Mabillon  merupakan seorang yang telah berjasa  dalam memulai  menggunakan metode kritis dalam sejarah. Hal ini merupakan cerminan situasi zaman abad ke 18  yang rasionalis dan kritis.
Studi Mabillon dimulai dengan meneliti dokumen-dokumen  dan surat perjanjian yang ada di St. Muir.  Didalam mengadakan kritik sumber secara ekstern ini menggunakan ukuran: 1). Gaya penulisan dokumen itu  sesuai tidak dengan karakter zaman. 2). Bentuk dan formal dan serta  bahan yang digunakan  sesuai tidak dengan karakter zamannya.3) identitas berupa segel-cap dan tanda tangan sesuai tidak dengan  asli lainnya yang sejaman. Demikianlah  jasa mabillon  yang telah memulai  dengan menggunakan metode kritis terhadap sumber.

4.7 Penulisan Sejarah Pada Zaman Romantic
Penulisan sejrah pada zaman romantisisme  pada abad ke 19 dipengaruhi pula oleh iklim zamannya. Oleh karena itu, terlebih dahulu dibicarakan tentang ciri-ciri zaman romantic.
Pada abad 19 mulai muncul perhatian kembali terhadap masa lampau  eropa pada abad pertengahan. Gerakan para kaum romantic adalah menaruh perhatian  dan berusaha untuk sumber daya bangsa sendiri.munculnya romantic ditandai oleh adanya hokum adapt di Jerman .
Adanya romantisme ini kemudian mendorong adanya penggalian identitas masa lampau  dari suatu bangsa  yang dipergunakan untuk membedakan  denhgan bangsa lain. Dalam hal ini melahirkan nasionalisme dan lebih jauh lagi mendorong munculnya sejarah nasional.  Munculnya sejarah nasional hal ini disebabkan  setiap bangsa mempunyai kebutuhan untuk mencari identitas  yang khusus dan jasa perjuangan  yang besar sebagai suatu bangsa, agar dapat membedakan dengan bangsa lainnya. Munculnya sejarah nasional  ini ternyata menambah  suatu corak  baru dalam bidang  historiografi.
Nasional merupakan suatu unit dari sejarah, yang dapat menyediakan  sumber-sumber sejarah dalam suatu tempat tertentu, sehingga akan mempermudah pula penulisan  sejarah diangkat nasional ini.dengan demikian sejarah nasional merupakan bidang studi yang perlu dikembangkan.
4.8 Penulisan Sejarah Zaman Ranke
Ranke, seorang sejarawan  yang memberikan reaksi terhadap aliran romantisme. Bila di dalam zaman romantic penulisan  sejarah  banyak dihanyutkan oleh perasaan  dan dibumbui oleh komentar serta keindahan. Maka Ranke tampil mengadakan reaksi menentang  romantisme sejarah. Ranke mengemukakan  bahwa perlu dibuangnya bungkus perasaan dalam sejarah, dengan menulis sejarah sesuai dengan  kejadian yang sesungguhnya.
Didalam menuliskan sejarahj yang sesungguhnya terjadi, maka perlu adanya metode kritis  dalam sejarah. Bila Mabillon telah mempelopori metode kritik dalam sejarah terhadap ekstern dari sumber, maka Ranke lebih menyempurnakan lagi dengan mengadakan kritik intern dalam sejarah. Intinya dalam kritik sumber sejarah menurut ranke perlu yang namanya kritik ekstern dan kritik internnya.
Ranke mengemukakan, bahwa untuk mencapai dalam penulisan sejarah, sebagaimana sesungguhnya terjadi itu, diperlukan kearah mencatat kebenaran factual. Untuk mencari kebenaran factual diperlukan metode yaitu metode kritis. Didalam metode sejarah kritis terdapat langkah-langkah antara lain: kritik ekstern dan intern terhadap  sumber mempunyai sikap kritis, dan menggunakan perbandingan sumber. Ranke didalam  penulisan sejarah berusaha untuk dapat se obyektif mungkin dan yakin bahwa sejarah  dapat ditulis secara obyektif dan mampu menerangkan yang sebenarnya terjadi. Maka dengan metode kritis tersebut sejarah dianggap syah sebagai ilmu sejarah.





















BAB 6
PERKEMBANGAN HISTORIOGRAFI INDONESIA
Dalam sebuah historiografi yang dapat disamakan dengan mempelajari sejarahnya penulisan sejarah.seperti yang telah dipaparkan oleh Adaby Darban pada bab sebelumnya. Mempelajari sejarah penulisan (Historiografi) berarti bahwa setiap zaman penulisan sejarah akan berbeda, menurut perspektif seorang sejarawan pada saat penulisan tersebut. Sehingga dalam sebuah penulisan atau historiografi terdapat perkembangan penulisan sejarah dengan pengaruh zaman, lingkungan, kebudayaan pada setiap penulisan sejarah, perkembangan penggunaan teori dan metodologi dan seni pengungkapan serta penyajian sejarah.
Historigrafi berkembang dan menurut jiwa zaman seorang sejarawan, menjadikan historiografi diklarifikasikan. Dalam sebuah historiografi Indonesia terutama dibagi atas dua historiografi besar yaitu, historiografi tradisional dan historiografi Indonesia modern. Historiogarafi Indonesia tradisional dipengaruhi oleh jiwa zaman yang banyak mengandung unsur-unsur mitos atau mitologi.Sedangkan dalam historiografi Indonesia modern unsur tersebut tidak diketahui, namun bila dalam penulisan masih terdapat mitos, hal itu dapat dikategorikan dalam historiografi Indonesia tradisional.
Untuk memahami historiografi Indonesia, terlebih dahulu  yang harus dipelajari  jenis dari historigrafi Indonesia. Seperti yang dijelaskan diatas, bahwa Penulisan sejarah (historiografi) di Indonesia umumnya sebuah historiografi Indonesia terutama dibagi atas dua historiografi besar yaitu, historiografi tradisional dan historiografi Indonesia modern, tetapi juga tidak bisa dilepaskan bahwa sebelum muncul historiografi Indonesia Modern  terdapat sebab-akibat yaitu diawali masa historiografi kolonial. Jadi dalam perkembangan historiografi Indonesia digolongkan kedalam tiga tahapan perkembangan yaitu historiografi tradisional, historiografi kolonial, dan historiografi modern Indonesia. Dan setiap historiografi tersebut masing-masing memililiki ciri-ciri yang berbeda dan jenis yang dihasilkanpun berbeda.
5.1 Historiografi Tradisional
Historiografi tradisional merupakan penulisan sejarah  yang berdasarkan tradisi  suatu etnis  atau masyarakat setempat. Tentunya hasil penulisan sejarah  yang ditinggalkan, penulisannya  yang digarap secara tradisional (tidak menggunakan keilmuan  analitis dan kritis modern).
Historiografi tradisional adalah tradisi penulisan sejarah yang berlaku pada masa setelah masyarakat Indonesia mengenal tulisan, baik pada Zaman Hindu-Budha maupun pada Zaman Islam. pada abad 4 M sampai abad 17 M.
Perkembangan historiografi di indonesia dimulai pada zaman kerajaan yang dipelopori oleh empu prapanca yang menulis kitab Negarakertagama. Pada zaman ini yang menjadi penulis sejarah adalah para pujangga-pujangga yang bertujuan untuk memuji dan mengkultuskan Raja sebagai pusat kosmik, dan lebih kepada konsep Istana-sentris.
Adapun ciri-ciri historiografi tradisional yaitu:
a.             Penulisannya bersifat istana sentris yaitu berpusat pada keinginan dan kepentingan raja. Berisi masalah-masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa. Menyangkut raja dan kehidupan istana.
b.            Memiliki subjektifitas yang tinggi sebab penulis hanya mencatat peristiwa penting di kerajaan dan permintaan sang raja.
c.             Etnosentris, Penulisan selalu bersifat kedaerahan, Hanya terpaut pada suku bangsa tertentu. Dan sangaty berpusat pada kedaerahan
d.            Bersifat melegitimasi (melegalkan/mensahkan) suatu kekuasaan sehingga seringkali anakronitis (tidak cocok)
e.             Supranatural,  Dalam hal ini kekuatan kekuatan gaib yang tidak bias diterima dengan akal sehat sering terdapat di dalamnya
f.             Kebanyakan karya-karya tersebut kuat dalam genealogi (silsilah) tetapi lemah dalam hal kronologi dan detil-detil biografis.
g.            Pada umumnya tidak disusun secara ilmiah tetapi sering kali data-datanya bercampur dengan unsur mitos dan realitas (penuh dengan unsur mitos).
h.            Sumber-sumber datanya sulit untuk ditelusuri kembali bahkan terkadang mustahil untuk dibuktikan.
i.              Dipengaruhi oleh faktor budaya masyarakat dimana naskah tersebut ditulis sehingga merupakan hasil kebudayaan suatu masyarakat.
j.              Cenderung menampilkan unsur politik semata untuk menujukkan kejayaan dan kekuasaan sang raja.
k.                              anonim (umumnya pengarangnya tidak jelas)
l.              bentuk dari Historiografi tradisional:
Babad Tanah Jawi, Babad Kraton,  Babad Diponegoro, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Silsilah Raja Perak, Hikayat Tanah Hitu, Kronik Banjarmasin, dsb.
Ditinjau dari unsur-unsur yang terdapat didalam berbagai historiografi tradisional antara lain:
  1. genealogi, berfungsi sebagai faktor  legitimasi dan awal semua penulisan sejarah tradisional.
  2. asal usul rajakula yang mistis dan legendaris
  3. mitodologi melayu polinesia: perkawinan dengan bidaddari atau orang suci
  4. legenda pembuangan anak
  5. legenda permulaan kerajaan
dilihat dari segi pemegang peran, tertutup tokoh pemegang peran tersebut juga memiliki pula  riwayat yang sama:
  1. kelahiran diliputi misteri
  2. sering diketahui ibunya dan bukan ayahnya
  3. terjadi supernatural pada saat kelahiran
  4. tokoh yang bersangkutan  sejak bayi telah mengeluarkan cahaya dalam perkembangannya dianggap sebagai wahyu atau pulung.
  5. memiliki karisma atau wibawa yang khas, sehingga mampu menarik pihak lain sebagai berikut.
Historiografi tradisional dapat dibagi menjadi tiga bentuk:
1. Historiografi Tradisional Kuno
Ciri-ciri historiografi tradisional kuno sebgai berikut
a.       Merupakan hasil terjemahan kebudayaan Hindu, misalnya sebagai dampak  penyebaran agama hindu budha dari India  yang sampai ke Indonesia berakibat juga dengan munculnya pengaruh pada hasil-hasil kebudayaan hal ini tampak terlihat adanya kitab-kitab dari India  yang diterjemahkan dalam bahasa setempat misalnya  kitab ramayana dan mahabara. Ramayana merupakan  sebuak kitab yang ditulis  oleh walmiki.
b.      Bersifat Religiomagis, karya-karya historiografi didominasi oleh unsur kepercayaan.  Hal ini dimaksudkan dalam rangka penyebaran agama. Contoh historiografinya adalah Aji saka, bubuksa dan sutasoma.
c.       Bersifat karatonsentris. Karaton dijadikan sebagai pusat segala kegiatan  masyarakat. contoh hal ini terlihat dalam kitab negarakertagama yang isinya menceritakan  kerajaan Singasari pada masa pemerintahan  Ken Arok sampai pemerintahan Hayam Wuruk dari kerajaan Majapahit.
d.      Untuk menaikkan martabat kasta brahmana, misalnya terdapat dalam kitab calon arang dan ajisaka.
2. historiografi tradisional tengah
Ciri-ciri historiografi tradisional misalnya terdapat terdalam  Kidung pararaton, sundayana, pamancangan dan panji. Ciri-ciri kidung antara lain:
  1. peristiwanya terjadi di luar keraton
  2. bersifat etnosentris
  3. bersifat naratif konsepsional
  4. bersifat nonofficial
3. historiografi tradisional baru
Historiografi tradisional baru biasanya  berupa babad, kronik dan hikayat. Ciri-ciri historiografi tradisional baru antara lain:
  1. unsur-unsur bergaya islam jawa
  2. bersifat kronologi
  3. bersifat etnosentris
  4. bersifat feodalistik
Banyak sejarawan yang awalnya sampai tahun 1960-an tidak mau menggunakan naskah-naskah tersebut sebagai sumber atau referensi karya ilmiah. Akan tetapi, pada perkembangannya karena melalui berbagai penelitian membuktikan bahwa bayak hal yang ditulis dalam naskah tradisional tersebut dapat terungkap pula dalam sumber-sumber sejarah yang lain maka mereka mulai menganggap bahwa naskah/ historiografi tradisional tersebut dapat pula dijadikan sumber atau acuan sejarah.
Historiografi Kolonial
Ada pada abad 17-abad 20 M. Historiografi kolonial merupakan historiografi warisan kolonial dan penulisannya digunakan untuk kepentingan penjajah.
Ciri-cirinya:
a. Tujuannya untuk memperkuat kekuasaan mereka di Indonesia. Jadi disusun untuk membenarkan penguasaan bangsa mereka terhadap bangsa pribumi (Indonesia). Sehingga untuk kepentingan tersebut mereka melupakan pertimbangan ilmiah.
b. Selain itu semuanya didominasi untuk tindakan dan politik kolonial.
c. Historiografi kolonial hanya mengungkapkan mengenai orang-orang Belanda dan peristiwa di negeri Belanda serta mengagung-agungkan peran orang Belanda sedangkan orang-orang Indonesia hanya dijadikan sebagai objek.
d. Historiografi kolonial memandang peristiwa menggunakan sudut pandang kolonial. Sifat historiografi kolonial eropasentris.
e. Ditujukan untuk melemahkan semanangat para pejuang atau rakyat Indonesia.
Sumber-sumber  historiografi kolonial berasal dari dokumen-dokumen VOC, Geewoon Archief dan Gehem Achief, Wilde Vaart; catatan pelayaran orang orang belanda di perairan, Koloniale Verslagen laporan tahunan pemerintah belanda.
Seperti contohya: Orang Belanda menyebut ”pemberontakan” bagi setiap perlawanan yang dilakukan oleh daerah untuk melawan kekuasaan Belanda/ kekuasaan asing yang menduduki tanah airnya. Oleh Belanda itu dianggap sebagai ”perlawanan terhadap kekuasaannya yang sah sebagai pemilik Indonesia”. Seperti Perlawanan yang dilakukan oleh Diponegoro, Belanda menganggap itu sebagai ”Pemberontakan Diponegoro”.
Telah ada upaya untuk melakukan kritik terhadap beberapa tulisan orang Belanda seperti tulisan Geschiedenis van Nederlandsche-Indie (Sejarah Hindia Belanda) oleh Stapel yang dikritik J.C van Leur. Salah satu ungkapannya”jangan melihat kehidupan masyarakat hanya dari atas geladak kapal saja”, artinya jangan menuliskan masyarakat Hindia hanya dari sudut penguasa saja dengan mengabaikan sumber-sumber pribumi sehingga peranan pribumi tidak nampak sementara yang ada hanyalah aktivitas bangsa Belanda di Hindia
Tetapi justru pendapat Stapel yang tenar di kalangan masyarakat Indonesia, salah satu pendapatnya yang masih dipercaya dan melekat dalam benak sebagian besar masyarakat Indonesia adalah bahwa bangsa Indonesia telah dijajah Belanda selama 350 tahun (1595-1545). Hal ini berarti bahwa bangsa Indonesia dijajah sejak tahun 1595 sewaktu Cornelis de Houtman berangkat dari negeri Belanda untuk mencari pulau penghasil rempah-rempah di dunia Timur. Dia sampai di Indonesia tahun 1596. Indonesia masih mengalami kekuasaan VOC (1602-1619), Inggris (1811-1816), Van den Bosh (1816-1830), Penghapusan Tanam Paksa(1830-1870), Liberalisme (1870-1900), Politik Etis (1900-1922), Sistem Administrasi Belanda (1922-1942), Jepang (1942-1945).
Historiografi kolonial ini  bersamaan dengan berakhirnya historiografi tradisional. Karena pada saat itu Indonesia sedang  sedang di kuasai oleh kolonialis Belanda.  Pada saat Indonesia dibawah pemerintahan kolonial, penulisan sejarah digunakan  untuk kepentingan penjajah.  Sejarah yang ditulis  pada saat itu tentang peristiwa  dinegeri Belanda  dan Indonesia disini hanya sebagai  bagaian dari ekspansi  bangsa Belanda. Jadi orang belanda yang ditonjolkan sehingga penulisannya pun menggunakan eropasentris/nerlandosentris.
Bagi para sejarawan Indonesia, pengetahuan tentang bahasa Belanda dan sumber-sumber Belanda mutlak diperlukan. Hampir semua dokumen resmi dan sebagian besar memoar pribadi serta gambaran mengenai negeri ini, yang muncul selama lima puluh tahun terakhir, tertulis dalam bahasa tersebut. Tanpa itu, penelitian mengenai aspek mana pun dari sejarah Indonesia mustahil dilakukan. Namun dilihat sepintas lalu, sebagian besar sumber-sumber Belanda mungkin tampak tidak penting kaitannya dengan sejarah Indonesia. Seorang sejarawan Indonesia berhak bertanya: apa peduliku pada berita-berita yang dicatat oleh suatu bangsa lain selain bangsa Indonesia? Laporan-laporan resmi Belanda pasti melukiskan kehidupan serta tindakan orang Belanda, dan bukan orang Indonesia. Laporan itu ditulis dengan sudut pandang Eropa, bukan Asia.
Semua itu merupakan keberatan yang meyakinkan, namun jawabannya dapat ditemukan. Pertama-tama, seluruh sumber Belanda saja, yang bersifat naskah dalam tulisan tangan maupun cetakan harus ditekankan artinya. Berjilid-jilid buku bersampul kulit dari berita-berita VOC yang dijajarkan dalam almari arsip negara di den haag saja sudah berjumlah lebih dari dua belas ribu buah. Berita-berita dari pengganti kompeni, yaitu pemerintah Hindia-Belanda—sebagian dari antaranya sudah berjilid, sebagian lainnya masih dalam berkas-berkasnya yang asli—sepuluh kali lebih banyak dari jumlah itu. Tentu sangat ganjil bila himpunan yang begitu banyak tidak mengandung penjelasan tentang sekurang-kurangnya beberapa hal yang bersifat non-eropa.
Kedua, para pegawai Belanda di Indonesia sejak masa yang paling awal, mempunyai banyak kepentingan dan tanggung jawab di luar kegiatan-kegiatan perdagangan dan tata usaha sehari-hari. Pada abad ke-17, ketika ketidaktahuan Eropa tentang asia, para pegawai VOC harus menyiapkan laporan-laporan yang teliti mengenai keadaan di Indonesia, bagi para tuannya di Belanda dengan sedikit gambaran tentang keadaan Indonesia, sehingga keputusan yang diambil di Belanda mempunyai dasar yang lebih kokoh daripada dugaan semata.
Kemudian, ketika pemerintah Hindia Belanda memerintah di seluruh Indonesia, para pegawainya diharuskan memberikan laporan tentang seluruh negeri dan setiap rincian tentang hukum dan kebiasaan setempat yang menarik perhatiannya. Sekali lagi, tujuannya adalah agar kebijakan pemerintah dapat disesuaikan dengan tuntutan tampat dan waktu. Umumnya tugas itu dilaksanakan secara lebih cakap oleh para pegawai Belanda di timur daripada para pegawai kolonial mana pun.
Sampai kini, kita hanya mampu meninjau sumber-sumber untuk sejarah Indonesia sebagaimana yang sampai kepada kita dari zaman kompeni Hindia Timur Belanda. Pada akhir abad ke-18 kompeni mundur dengan cepat. Kompeni tidak berhasil mengatasi pukulan-pukulan di bidang keuangan yang dideritanya selama perang Inggris-Belanda pada tahun 1780-1784. Pada tahun 1796 para direkturnya terpaksa menyerahkan kekuasaan mereka kepada sebuah panitia yang dibentuk oleh kaum revolusioner pro-Perancis, yang telah merebut kekuasaan di negeri Belanda pada tahun sebelum itu, dan pada tanggal 31 desember 1799 kompeni dibubarkan.
Dalam jangka waktu enam belas tahun setelah itu, bangsa Perancis dan Inggris menguasai harta milik Belanda di Indonesia. Sampai tahun 1811 bangsa Belanda secara nominal masih memerintah Indonesia, tetapi penguasa yang sebenarnya dari kepulauan Hindia dan juga negeri Belanda sendiri adalah Napoleon. Pada bulan september tahun 1811, jawa jatuh ke tangan Inggris sampai tahun 1816, dimana seluruh bekas milik Belanda di kepulauan tersebut dikembalikan kepada Belanda, sesuai dengan konvensi London. ”Pemerintah Hindia Belanda” dilantik di Batavia pada 19 Agustus 1816, dan tetap memegang kekuasaan Belanda di Indonesia sampai saat mereka diusir Jepang pada tahun 1942.
Pemerintah baru itu membawa ke Indonesia suatu jenis tata pemerintahan yang lain dari semua jenis tata pemerintahan yang pernah ada di negeri ini sebelumnya. Kompeni Hindia Timur merupakan perusahaan dagang yang mengejar laba, yang hanya memikirkan transaksi jual beli dengan mengesampingkan apa saja. Kompeni tidak memiliki misi budaya, tidak berhasrat melakukan campur tangan dalam tata cara hidup rakyat yang diajak berniaga.
Sumber-sumber non-pemerintah memiliki keadaan yang sama. Sejak abad ke-17 dan ke-18, hanya sedikit bahan yang selamat, kecuali dokumen-dokumen kompeni Hindia Timur, karena kompeni adalah satu-satunya organisasi Belanda yang aktif di wilayah itu. Tetapi pada abad ke-19 dan abad ke-20 muncul semua jenis badan hukum non-pemerintah: perusahaan dagang, serikat buruh, partai politik, bank, perusahaan asuransi, maskapai pelayaran, perusahaan tambang, kantor impor dan ekspor, sekolah, perkumpulan missionaris, dan sebagainya. Bagian terbesar diantaranya adalah organisasi orang Belanda, atau setidaknya yang menggunakan bahasa Belanda. Semuanya mempunyai hubungan erat dengan hal ihwal Indonesia, dan laporan-laporan mereka harus dianggap sebagai bahan-bahan sumber Belanda asli untuk sejarah Indonesia.

A.    Manuskrip
Arsip-arsip bekas Kementrian Urusan Jajahan terbagi atas dua seksi utama: arsip kementrian itu sendiri dan salinan terjemahan-terjemahan pemerintah Hindia Belanda yang dikirimkan ke negeri Belanda dari Batavia.
1)      Berita-berita kementrian urusan daerah jajahan. Seri yang terkenal dengan nama Gewoon Archief (arsip biasa) ini, meliputi surat-surat yang keluar dan masuk sehari-hari dari kementrian ini tentang semua masalah yang ada pada waktu itu tidak dianggap bersifat rahasia. Berkas sejumlah 1906 buah yang meliputi jangka waktu 1814-1849 ditempatkan di dalam gudang utama di Bleijenburg, Den Haag. Yang lebih penting bagi para sejarawan Indonesia ialah Geheim Archief (arsip rahasia). Pada abad ke-19 banyak masalah yang digolongkan rahasia, yang sekarang dalam keadaan yang sama tidak akan dimasukan ke dalam jenis itu. Karena itu, Geheim Archief lebih kaya dalam segi penjelasan umum dibandingkan dengan yang mungkin terbayang melalui namanya. Antara lain terkandung di dalamnya pembahasan mengenai rancangan kebijakan, pernyataan pendapat mengenai tindakan pemerintah pada masa lampau, dan uraian tentang perundingan dengan negara dan orang asing. Memang rupanya segala sesuatu yang seandainya diumumkan akan dapat menyulitkan pemerintah, telah dimasukan ke dalam Geheim Archief dan bukannya Gewoon Archief. Tentu saja hal itu menyebabkan orang menduga bahwa yang tersebut pertama lebih dapat diandalkan karena merupakan sumber yang lebih bebas pengungkapannya.
Berkas-berkas lain dari kementrian urusan jajahan yang bertalian dengan sejarah Indonesia mencakup Kabinetsarchief, yang memuat keterangan mengenai transaksi dan keputusan pribadi para menteri urusan jajahan yang silih berganti, maupun sekitar tiga puluh kumpulan dokumen rahasia yang diserahkan kepada arsip negara oleh para pejabat yang bertugas di bawah pemerintah Hindia Belanda atau oleh anak cucu mereka.
2)      Berkas-berkas pemerintahan Hindia Belanda. ”Dekrit Hindia Timur” di mana termuat transaksi-transaksi pemerintahan Hindia Belanda, terbagi ke dalam empat sub-judul. Pertama, dibagi menjadi dekrit ”biasa” dan dekrit ”rahasia”; kedua, dibagi menjadi Dekrit Gubernur Jenderal dalam kedudukannya di dewan (”in rade”) dan Dekrit Gubernur-Jenderal yang bertindak dalam kedudukannya sendiri (”buiten rade”). Dengan Regeeringsreglement tahun 1836, dewan Hindia (”raad van indie”) dilucuti fungsi eksekutifnya dan menjadi badan penasihat saja. Karenanya, sejak itu semua dekrit dikeluarkan oleh gubernur jenderal sendiri. Tetapi, sebelum tahun 1836 Gubernur Jenderal diberi kuasa untuk mengambil keputusan atas tanggung jawabnya sendiri dalam beberapa hal, tetapi tidak dalam semua hal. Karena itu dekrit-dekrit yang muncul sampai tahun 1836 keluar di bawah dua sub-judul: ”in rade” dan ”buiten rade”.
Berikut ini adalah daftar dari pelbagai Koleksi Dekrit Hindia Timur sebagaimana yang terbagi-bagi di dalam arsip negara:
1.      Dekrit Gubernur Jenderal Hindia Belanda Bersama Dewan, 1819- 1836
2.      Dekrit Rahasia Gubernur Jenderal Hindia Belanda Bersama Dewan, 1819- 1834
3.      Dekrit Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Bertindak Sendiri, 1814- 1849
4.      Dekrit Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Dekrit Hindia Timur), 1830- 1932
5.      Dekrit Rahasia Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Bertindak Sendiri 1819- 1836.
B.     Terbitan Resmi
Laporan tahunan pemerintah Hindia Belanda kepada Majelis Perwakilan Tinggi dikenal dengan nama Verslagen, terbit sebagai pelengkap bagi Staatscourant (diterbitkan di Belanda) sejak tahun 1851/2 dan seterusnya. Fakta dan angka resmi serta rincian undang-undang, ordonasi dan peraturan pemerintah yang dapat diterapkan di Indonesia, dapat diperoleh dari Almanak van Nederlandsch-Indie dan Staatsblad van Nederlandsch-Indie, Bijblad op het Staatsblad van Nederlandsch-Indie serta Javasche Courant.
Pengumuman tentang kebijakan pemerintah, dan banyak informasi kecil lainnya, dapat ditemukan dalam Handelingen der 1e en 2e Kamer der Staten-Generaal (Laporan Tentang Perdebatan Parlemen). Handelingen van den Volksraad, (Transaksi-Transaksi Dewan Rakyat), diterbitkan sejak tahun 1918 dan seterusnya, yakni tahun pelantikan Volksraad atau parlemen Hindia Belanda. Banyak bahan untuk sejarah hukum, sejarah sosial dan sejarah ekonomi dapat juga ditemukan dalam laporan tahunan pelbagai kementerian pemerintah Hindia Belanda.

C.    Sarana Bantu Penelitian
Akhirnya dapat disebutkan dua terbitan yang bersama-sama memberi uraian yang boleh dikatakan lengkap tentang sumber-sumber tercetak mengenai sejarah Indonesia yang ada dalam bahasa Belanda. Keduanya mendaftar bahan sekunder maupun primer, tetapi referensi yang diberikan cukup terinci sehingga pada umumnya memungkinkan kita untuk membedakan yang satu dari yang lainnya.
Yang pertama adalah Catalogus der Koloniale Bibliotheek van het Koninklijk Instituut voor de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie en het Indisch Genootschap (4 jilid, 1908-1937). Dalam katalog ini disebut hampir seluruh terbitan sejarah tentang jajahan Belanda yang muncul sampai tahun 1935. karena itu katalog ini dapat dianggap sebagai bibliografi sejarah Indonesia yang hampir lengkap yang ditulis sampai tahun itu.
Alat bantu penelitian tambahan yang bernilai adalah J.C Hooykaas dan lain-lain, ed., Repertorium op de Koloniale Litteratuur (11 jilid, 1877-1935). Karya ini merupakan catalogue raisonne dari semua artikel dalam berbagai majalah, jurnal, dan transaksi perkumpulan-perkumpulan ilmiah yang berkenaan dengan wilayah Belanda di seberang lautan, dan diterbitkan dalam wilayah itu atau di negeri Belanda antara tahun 1595-1932. Kepustakaan majalah Belanda memuat bahan-bahan rujukan asli secara melimpah ruah. Dalam majalah ilmiah yang daftar namanya terdapat di dalam repertorium, terdapat banyak terjemahan kronik Indonesia, berbagai kumpulan dokumen, dan laporan serta notulen asli dari banyak konperensi dan komisi penyelidik pemerintah.
Dalam historiografi kolonial ini memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan historiografi pada periode yang lainnya. Historiografi kolonial ditulis oleh sejarawan atau orang-orang pemerintah kolonial yang intinya bahwa yang membuat adalah orang barat. Pembuatan historiografi ini dimaksudkan untuk dijadikan sebagai bahan laporan pada pemerintah kerajaan Belanda, sebagai bahan evaluasi menentukan kebijakan pada daerah kolonial.
Oleh karena motivasinya adalah sebagai bahan laporan maka yang ditulisnya pun adalah sejarah dan perkembangan orang-orang asing di daerah kolonial khususnya Indonesia. Sangat sedikit hasil historiografi kolonial yang menceritakan tentang kondisi rakyat jajahan, atau bahkan mungkin tidak ada. Toh, kalau pun tercatat, orang pribumi itu sangat dekat hubungannya dengan orang asing dan yang telah berjasa pada pemerintah kolonial.
Selain itu, ciri dari historiografi kolonial masa Hindia Belanda adalah memiliki sifat Europa-Centrisme atau yang lebih fokusnya adalah Neerlando-Centrsime. Boleh dikatakan bahwa sifat ini memusatkan perhatiannya kepada sejarah bangsa Belanda dalam perantauannya, baik dalam pelayarannya maupun permukimannya di benua lain. Jadi yang primer ialah riwayat perantauan atau kolonisasi bangsa Belanda, sedangkan peristiwa-peristiwa sekitar bangsa Indonesia sendiri menjadi sekunder.

Historiografi Nasional/ Modern
Menjelang kemerdekaan Indonesia pada masa kemerdekaan telah muncul karya karya yang berisi perlawanan terhadap pemerintah colonial yang di lakukan oleh pahlawan nasional, Secara umum tulisan ini merupakan ekspresi dan semangat nasionalistis yang berkobar kobar. Periode ini disebut sebagai periode post Revolusi atau Historiografi pada masa Pasaca Proklamasi. Tokoh tokoh nasional menjadi symbol kenasionalan dan memberi identitas bagi bangsa Indonesia, Jenis sejarah semacam ini perlu di hargai sebagai fungsi sosiopolitik, yaitu membangkitkan semangat nasional
Penulisan sejarah pada masa pasca kemerdekaan didominasi oleh penulisan mengenai peristiwa-peristiwa yang masih hangat waktu itu, yaitu mengenai perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Pada masa ini penulisan sejarah meliputi beberapa peristiwa penting, misalnya proklamasi kemerdekaan Indonesia dan pembentukan pemerintahan Republik Indonesia. Kejadian-kejadian sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia yang meliputi sebab-sebab serta akibatnya bagi bangsa ini merupakan sorotan utama para penulis sejarah.
Pada masa ini mulai muncul lagi penulisan sejarah yang Indonesia sentris yang artinya penulisan sejarah yang mengutamakan atau mempunyai sudut pandang dari Indonesia sendiri. Pada masa sebelumnya yaitu masa colonial, penulisan sejarah sangat Eropa sentris karena yang melakukan penulisan tersebut adalah orang-orang eropa yang mempunyai sudut pandang bahwa orang eropa merupakan yang paling baik.  Pada masa kemerdekaan ini penulisan sejarah telah dilakukan oleh bangsa sendiri yang mengenal baik akan keadaan Negara ini, jadi dapat dipastikan bahwa isi dari penulisan tersebut dapat dipercaya. Penulisan sejarah yang Indonesia sentris memang sudah dimulai jauh pada masa kerajaan-kerajaan, tetapi kemudian ketika bangsa barat masuk ke Indonesia maka era penulisan sejarah yang Indonesia sentris  mulai meredup dan digantikan oleh historiografi yang eropa sentris.
Ada pada abad 20 M sampai dengan  sekarang. Setelah kemerdekaan bangsa Indonesia maka masalah sejarah nasional mendapat perhatian yang relatif besar terutama untuk kepentingan pembelajaran di sekolah sekaligus untuk sarana pewarisan nilai-nilai perjuangan serta jati diri bangsa Indonesia.
Ditandai dengan:

1. Mulai muncul gerakan Indonesianisasi dalam berbagai bidang sehingga istilah-istilah asing khususnya istilah Belanda mulai diindonesiakan selain itu buku-buku berbahasa Belanda sebagian mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
2. Mulai Penulisan sejarah Indonesia yang berdasarkan pada kepentingan dan kebutuhan bangsa dan negara Indonesia dengan sudut pandang nasional.
3. Orang-orang dan bangsa Indonesialah yang menjadi subjek/pembuat sejarah, mereka tidak lagi hanya sebagai objek seperti pada historiografi kolonial.
4. Penulisan buku sejarah Indonesia yang baru awalnya hanya sekedar menukar posisi antara tokoh Belanda dan tokoh Indonesia.
Jika awalnya tokoh Belanda sebagai pahlawan sementara orang pribumi sebagai penjahat, maka dengan adanya Indonesianisasi maka kedudukannya terbalik dimana orang Indonesia sebagai pahlawan dan orang Belanda sebagai penjahat tetapi alur ceritanya tetap sama.
Keadaaan yang demikian membuat para sejarawan dan pengamat sejarah terdorong untuk mengadakan ”Kongres Sejarah Nasional” yang pertama yaitu pada tahun 1957.  Tahun ini dianggap sebagai titik tolah  kesadaran sejarah baru, ( Jurnal of Southheast Asian History, Vol. VI, No.1 1965). Sementara itu, kurun historigrafi tradisional  dianggap berakhir dengan tulisannya buku Cristische  Bescchouwing van de sadjarah van Banten oleh Hoesein Djajadiningrat pada tahun 1913 (Djajadiningrat, 1913). Buku itu dengan cara kritis mengkaji tradisi penulisan babad dalam khasana sastra. Historiografi Indonesia  barulah untuk pertama kalinya muncul dalam seminar sejarah nasional pertama. Agenda dari seminar itu  meliputi filksafat nasional, periodisasi sejarah Indonesia dan pendidikan sejarah. Dari sinilah dimulainya nasionalisasi atau untuk menggunakan istilah saat ini pribuminisasi historiografi Indonesia, (Kuntowijoyo, 2003).
Pada tahun 1970, terjadi perdebatan dikalangan sejarawan pada khususnya yaitu tentang  bagaimana meletakkan  tekanan pada peranan sejrah orang Indonesia dalam sejarah nasional. Alasan ini tidak lain karena semua kepustakaan sejarah lebih condong  pada peranan orang-orang Eropa (historiografi kolonial) dan melihat sejarah Indonesia sebagai sejarah ekspansi  Eropa  di Indonesia . jadi pada tahun inilah terjadi banyak perubahan pada tahun-tahun setelah 1970 tidak saja dalam arti pemikiran bagaimana sejarah seharusnya ditulis.
Oleh karena itu penulisan sejarah yang seharusnya adalah:
1. Sebuah penulisan yang tidak sekedar mengubah pendekatan dari eropasentris menjadi indonesiasentris, tetapi juga menampilkan hal-hal baru yang sebelumnya belum sempat terungkap.
2. Penulisan sejarah dengan cara yang konvensional (yang hanya mengandalkan naskah sebagai sumber sejarah) yang bersifat naratif, deskriptif, kedaerahan, serta tema-tema politik dan penguasa diganti dengan cara penulisan sejarah yang kritis (struktural analitis)
3. Menggunakan pendekatan multidimensional.
Caranya yaitu dengan menggunakan teori-teori ilmu sosial untuk menjelaskan kejadiaan sejarah sesuai dengan dimensinya dengan menggunakan sumber-sumber yang lebih beragam daripada masa sebelumnya.
4. Mengungkapkan dinamika masyarakat Indonesia dari berbagai aspek kehidupan yang kemudian dapat dijadikan bahan kajian untuk memperkaya penulisan sejarah Indonesia.
Jadi jika kita telusuri usaha penulisan sejarah nasional Indonesia telah menempuh berbagai jalan antaranya:
1)      Adanya keinginan  untuk menuliskan sejarah Indonesia yang nasionalistik sebagaimana dicanangkan  dalam seminar sejarah nasional I di yogyakarta pada tahun 1957. keinginan tersebut telah banyak melahirkan buku-buku pelajaran sejarah Indonesia yang sesuai dengan cita-cita kemerdekaan dan nasionalisme.
Bersamaan  dengan kecendrungan kearah dekolonisasi dalam penulisan sejarah Indonesia itu, dikalangan penulis-penulis sejrah tentang Indonesia timbul gagasan untuk berpindah  dari penulisan sejarah yang Europe-centric ke sejarah yang asia- centric.
2)      Keinginan untuk  adanya suatu sejarah Indonesia yang ilmiah seperti dinyatakan dalam seminar Sejarah Nasional II di yogyakarta pada tahun 1970. Pada seminar Sejarah Nasional II di yogyakarta pada tahun 1970, Dr. Sartono Kartodirdjo memberikan pendapat  tentang ciri-ciri historiografi Nasional yaitu pertama, mampu memperhatikan berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Kedua, menggunakan pendekatan dari berbagai ilmu (multidimensional approach), ketiga menerapkan sejarah analitis dan ke empat, tidak mengabaikan sejarah lokal.
keinginan tersebut telah memperluas  ruang lingkup penulisan sejarah  dengan masuknya pendekatan-pendekatan baru.  Sekalipun gema dari seruan sejarah ilmiah itu kebanyakan masih terbatas pada penulisan-penulisan skripsi dan tesis diperguruan-perguruan tinggi. Kiranya kesadaran baru tentang penulisan sejarah sudah mendapatkan momentumnya.
Masih dalam dekade tahun 1970-1n ada usaha untuk menyelenggarakan suatu program sejarah lisan yang dikelolah oleh arsip nasional bekerjasama dengan para sejarawan dan perguruan tinggi. Hasil dari usaha terakhir ini  sudah tampak sekalipun belum banyak benar.
Usaha yang ditempuh oleh sejarawan dalam menuliskan sejarah nasional Indonesia terdiri dari  6 jilid, dimana pembagian sejarah Nasional tersebut  menampilkan beberapa periodisasi antara lain:
a.       Jilid I tentang zaman prasejarah Indonesia
b.      Jilid II tentang zaman kuno (awal M-1500M)
c.       Jilid III tentang zaman pertumbuhan  dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia (±1500-1800).
d.      Jilid IV tentang abad ke sembilan belas (±1800-1900)
e.       Jilid V tentang zaman kebangkitan nasional dan masa akhir Hindia Belanda (±1900-1942).
f.       Jilid VI tentang zaman Jepang dan zaman Republik Indonesia (±1942-1984).
3)      Perkembangan selanjutnya  adalah penyelenggaraan seminar sejarah Nasional  III di jakarta (1981), pada saat itu sejarawan Indonesia sudah sadar perlunya teori dan metodologi dalam penulisan. Arah penulisannya berdasarkan pendekatan ilmu-ilmu sosial. Selanjutnya pada seminar sejarah nasional Indonesia IV (1985) di yogyakarta diputuskan bahwa pada penulisan sejarah Indonesia di lakukan berdasarkan periode dan tema. Sebagai contoh, periode revolusi dan periode kemerdekaan dengan tema sejarah lokal dan sejarah sosial.





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar