METODELOGI DAN HISTORIOGRAFI SEJARAH
METODELOGI DAN HISTORIOGRAFI SEJARAH
(MISKAWI)
Bab 1
Metode dan Metodelogi Sejarah
Metode dan metodelogi mempunyai tugas
yang sama tetapi mempunyai kegiatan yang berbeda terutama dalam ilmu
sejarah. Agar tidak tumpang tindih dalam mengartikan keduanya maka
dibawah ini akan diberikan gambaran secara ringkas mengenai metode,
metodelogi, hubungan metode dan metodelogi, prosedur metode sejarah dan
prosedur penelitian sejarah
Pengertian Metode
Menurut definisi kamus Webster’s Third New International Dicitionary Of The English Language yang disebut dengan metode pada umunya adalah
- suatu prosedur atau proses untuk mendapatkan sesuatu objek;
- suatu disiplin atau sistem yang acapkali dianggap sebagai suatu cabang logika yang berhubungan dengan prinsip-prinsip yang dapat diterapkan untuk penyidikan kedalam suatu eksposisi dari beberapa subjek;;
- suatu prosedur, teknik, atau cara melakukan penyelidikan sistematis yang dipakai oleh atau yang sesuai untuk suatu ilmu (sains), seni, atau disiplin tertentu : metodelogi;
- suatu rencana sistematis yang diikuti dalam menyajikan materi untuk pengajaran;
- suatu cara memandang, mengorganisasi dan memberikan bentuk dan arti khusus pada materi-materi artistik 1): suatu cara, teknik, atau proses dari atau untuk melakukan sesuatu 2): suatu keseluruhan keterampilan-keterampilan (a body of skills) atau teknik-tehnik (1966:1422:1423).
Kemudian menurut kamus The Lexicon Webster’s Dictionary of The Inglish language. Metode
adalah suatu cara untuk berbuat sesuatu:suatu prosedur untuk
mengerjakan sesuatu;keteraturan dalam berbuat dan berencana,....
(1989:628).
Jadi yang dimaksud dengan metode adalah
suatu prosedur yang sifatnya teratur dalam melakukan penelitian agar
mendapatkan objek yang akan menjadi penelitiaanya.
Pengertian Metodelogi
Dalam hal ini metode dan metodelogi erat
hubungannya seperti yang akan digambarkan oleh webster’s. Metodelogi
yang dimaksud adalah:
- suatu keseluruan (body) metode –metode prossedur –prossedur ,konsep-konsep kerja ,aturan-aturan,dan postult –postulat yang di gunakan oleh ilmu pengetahuan,seni ,atau disiplin ... b: proses , tehnik –tehnik , atau pendekatan –pendekatan yang di pakai dalam pemecahan suatu masalah atau didalam mengerjakan sesuatu;suatu atau seperangkat prosedur –prosedur...c: dasar teoritis dari suatu doktrin filsafat :premis –premis,2 postulat –postulat, dan konsep-konsep dasar dari suatu filsafat ... ;2suatu ilmu atau kajian tentang metode ...menganalisis prinsip –prinsip atau prosedur –prosedur yang harus menuntun penyelidikan dalam suatu bidang (kajian) tertentu(wabster’s 1966:1423).
Kamus the new lexicon memberikan devinisi umum tentang metodelogi
yang lebih singkat : ’’suatu cabang filsafat yang berhubungan dengan
ilmu tentang metode tentang atau prosedur; suatu sistem tentang metode-
metode dan aturan-aturan yang digunakan dalam sains (science) ’’ (the
new lexicon, 1989:628).
Metode dan Metodelogi (Sejarah) Serta Hubungannya
Merujuk pengertian diatas sudah nampak
jelas pengertian dari metode dan metodelogi. Apabila di garis bawahi
setiap pengertian keduanya ternyata mempunyai tugas yang sama,
ringkasnya untuk mendapatkan objek yang sedang diteliti oleh seorang
peneliti itu sendiri. Hal ini juga ditambahkan oleh Sjamsuddin bahwa
”metode ada hubungannnya dengan suatu prosedur, proses atau teknik yang
sistematis untuk mendapatkan objek yang diteliti” (2007: 12-13).
Selain mempunyai tugas yang sama antara
metode dan metodelogi mempunyai kegiatan yang berbeda. Ini salah satu
contoh yang cukup mudah dicerna seperti yang dijelaskan oleh Helius
Syamsudin masalah tukang tembok dan Insinyur. Seorang tukang tembok yang
jelas mengetahui bagaimana mengetahui dan menguasai (metode) membangun
rumah dengan melakukan sendiri penyusunan bata demi bata, pencampuran
semen untuk beton dan plester tembok tampa harus mengetahui segala macam
teori dan perhitungan yang cukup rumit. Tetapi seorang Insinyur
membangun rumah harus menguasai metodelogi (ada metode juga) dalam
membangun sebuah gedung. ia merencanakan semua dari awal sampai dengan
desainnya, kekuatan bangunannya, keamanan dan kenyamannnnya sampai pada
hubungan gedung dengan lingkungan sekitarnya (2007:16). Lebih jelasnya
oleh Sartono Kartodhirjo menambahkan diantara keduanya. Pertama: metode
sebagai bagaimana orang memperoleh pengetahuan (how to know) dan ke dua: metodelogi sebagai mengetahui bagaimana harus mengetahui ( to know how to know) (Kartodirjo,1992:IX).
Jika gambaran diatas dikaitkan dengan
metode dan metodelogi ilmu sejarah, maka yang dimaksud dengan metode
sejarah tidak lain adalah bagaimana mengetahui sejarah sedangkan
metodelogi ialah mengetahui bagaimana mengetahui sejarah. Secara
definisi metode sejarah adalah seperangkat prinsip dan aturan yang
sistematis, didesain untuk memberikan bantuan dalam upaya mengumpulkan
sumber bagi sejarah, menilai secara kritis dan menyajikan siatu sintesis
yang biasanya dalam bentuk tertulis dari hasil yang didapatkan.
Langkah-langkah dalam metode sejarah ada 4 tahapan , yaitu:
- heuristik merupakan proses mencari sumber dan menemukan sumber sejarah. Bisa juga dapat diartikan kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lampau;
- kritik merupakan menyelidiki atau menilai secara kritis terhadap sumber-sumber sejarah baik itu bentuknya maupun isinya;
- interpretasi merupakan proses menetapkan makna bagi keseluruhan cerita masa lampau yang direkonstruksi dan saling berhubungan (rangkaian fakta-fakta yang disusun sedemikian rupa hingga memiliki hubungan);
- historiografi merupakanmenyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk suatu kisah. Bisa pula dikatakan penulisan atau penyajian cerita sejarah.
Tetapi seorang sejarawan juga diharuskan
untuk menegetahui pengetahuan metodologis (tentu saja termasuk metode).
Seperti yang telah dijelaskan diatas pada intinya sejarawan itu
bagaimana nantinya mampu menggunakan ilmu metode sejarah (4 langkah).
Pada tempat yang sebenarnya. Seorang sejarawan harus bisa mengetahui
prosedur dari setiap metode sejarah. Misalnya heuristik, tidak lain
bagaimana cara mengumpulkan sumber sejarah yang sesuai dengan pokok
kajiannya, sebab sumber sejarah banyak sekali salah satunya Arsip. Kalau
mengenai sumber arsip secara otomatis didalamnya banyak berbagai macan
informasi tentunya masalah yang cukup beragam. Jadi dalam pengumpulan
sumber juga harus sesuai dengan topik kalau tidak maka hasilnya tidak
akan terarah pada tujuannya. Kalau misalnya dalam pengumpulan sumber
sejarah yang mengunakan metode wawancara tentunya juga harus mengetahui
prosedurnya pula misalnya langkah-langkah apa yang perlu dipersiapkan
sebelum wawancara, pertanyaan apa saja yang akan ditanyakan, siapa
sajakah, apakah jawabannya sesuai yang diharapkan oleh si peneliti.
lebih pentingnya lagi bagaimana sejarawan itu melakukan kritik sumber
yang tentunya setiap sumber sejarah dalam bentuk-bentuk terpisah bahkan
juga bisa dikatakan dalam keadaan benda mati, bagaimana sejarawan bisa
menghidupkan sumber-sumber sejarah/memberikan makna.
Selain didukung sejarawan menguasai
metode dan metodelogi sejarah, sejarawan juga dituntut untuk menguasai
yang namanya teori dan filsafat. Sejarawan selalu dibenturkan dengan
teori-teori jika ingin menulis peristiwa sejarah agar nantinya bisa
membantu dalam menganalisisnya. Misalnya mengkaji tentang kelas-kelas
sosial tentunya menggunakan teorinya karl Marx. Mengkaji tentang
perkembangan perekonomian tentunya juga menggunakan beberapa teori
ekonomi sedangkan filsafat agar nantinya tulisan tersebut diperoleh dari
proses analisis kritis sehingga mampu dipertahankannya. Jadi seorang
sejarawan yang profesional harus mampu menguasai semuanya.
Bab 2
Metode Sejarah Dalam Penelitian Sejarah
2.1 Penggunaan Metode Sejarah Dalam Penelitian Sejarah (serta langkah-langkah penelitiannya)
Penggunaan metode sejarah sebenaranya
bentuk dari aplikasi dari metode sejarah sendiri dalam artian bukan
hanya mengetahui tetapi mengetahui bagaimana harus mengetahui, lebih
umum dalam penelitian sejarah bisa dikatakan dengan metodelogi sejarah.
Biasanya setiap tugas akhir Mahasiswa
(Skripsi, Tesis dan Disertasi) pasti tidak lepas dari pengkajian
metodelogi penelitian. Sebenarnya metodelogi penelitian sebagai
pengantar kesiapan peneliti yang sudah direncanakan (di desain
sedemikian rupa) sesuai dengan aturan agar selama penelitian tidak ada
kendala.
Penelitian adalah terjemahan dari bahasa Inggris research. Dari itu ada juga ahli yang menterjemahkan research sebagai riset . Akan tetapi, dalam
buku ini tidak perlu dijelaskan pengertian penelitian dari beberapa
ahli karena pada intinya mempunyai makna yang sama yaitu pencarian atas
sesuatu secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian itu dilakukan
terhadap masalah-masalah yang telah dipecahkan.
Dalam penelitian sejarah pada intinya
sama secara prosedur dengan penelitian ilmu yang lain. Perbedaannya
metode yang digunakan, dalam metode sejarah ada 4 langkah, yaitu:
heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Akan tetapi pada
kesempatan kali ini lebih difokuskan pada penggunaan metode sejarah
sebagai bahan dari penelitian sejarah. Tetapi sebelum memberikan
gambaran mengenai metode dalam bentuk penerapannya, pertama-tama
kaitannya dalam penelitian maka hal yang penting sekali bagaimana
membuat perencanaan penelitian selanjutnya penggunaan dari metode
sejarah itu sendiri.
2.2 Teknik Penelitian Sejarah
Kerangka (Desain)
Penelitian Sejarah
Langkah 1 : A. memilih masalah
Penelitian akan berjalan sebaik-baiknya
jika peneliti menghayati masalah. Permasalahan dalam penelitian sering
pula disebut dengan istliah problema atau problematik.
Selain berpedoman pada garis besar
permasalahan diatas, peneliti tentu akan lebih senang menggarap masalah
yang dihayati daripada yang tidak dan tidak harus mengikuti perintah
atau juga pengaruh oleh orang lain (dosen pembimbing atau orang yang
memberikan judul). Memang untuk bekerja baik untuk permasalahanya harus
menarik perhatian peneliti. Dengan pilihan sendiri tentunya akan bisa
menemukan ide-ide sendiri dan mampu mengungkapkan apa yang akan menjadi
harapannya. Tapi bagaimanapun seorang peneliti tetap membutuhkan
bantuan orang lain demi lancarnya penelitian tersebut dalam artian
disini peneliti lebih banyak konsultasi dan diskusi dengan orang yang
sudah berpengalaman apalagi orang yang sudah pernah mengadakan
penelitian yang sama.
Di samping menarik peneliti harus
memikirkan masalah-masalah lain. Menarik saja belum cukup menjamin
terlaksananya penelitian. Ada kalanya peneliti sangat ingin mencari
jawaban atas sesuatu masalah tetapi faktor-faktor lain tidak
memungkinkan pelaksananya. Ibarat ”pungguk rindukan bulan, Rasa rindu akan tetapi kondisi tidak mendukung”
Secara singkat dapat dikemukakan disini
bahwa faktor-faktor kondisi tersebut ada yang bersumber dari diri
peneliti maupun dari luar. Apabila dicirikan ada empat hal yang harus
dipenuhi bagi terpilihnya masalah atau judul penelitian, yaitu harus ada
minat peneliti, harus dapat dilaksanakan, harus tersedia faktor
pendukung dan harus bermanfaat. Dua hal yang pertama bersumber dari
peneliti( faktor intern) dan dua terakhir bersumber dari luar peneliti(
faktor ekstern)
1. penelitian harus sesuci dengan minat peneliti
meneliti bukanya pekerjaan mudah.
Kegiatan ini harus betul-betul diniati. Apabila permasalahan atau
judulnya tidak sesuai dengan minat, maka peneliti tidak akan bergairah
untuk melaksankanya. Jika tidak, dapat diduga hasilnya tidak akan baik,
bahkan boleh terjasdi terhenti oelh karenanya, sebalikya apabial
peneliti memang berminat, akian melakunkanya dengan tekun dan tidak
mudah putus asa apabila menjumpai kesulitan.
Faktor minat ini kelihatanya tidak
normal dan bersifat sangat subjektif. Namun demikian faktor ini
berkaitan erat dengan hal yang bersifat formal. Yaitu keahlian. Bagi
peneliti yang bukan mahasiswa atau peneliti pemula, selain minat secara
etis dipersyaratkan bahwa masalah yang diteliti harus sesuai dengan
bidang keahlianya. Disamping hasilnya akan lebih baik, manfaat lain
adalah pertanggung jawaban ilmiah.
2. Penelitian Dapat Dilaksanakan
ada empat hal sebagai pertimbangan penelitian dapat dilaksanakan atau tidak, ditinjau dari diri peneliti, yaitu berikut ini:
a) peneliti mempunyai kemampuan
untuk meneliti masalah itu, artinya mempunyai teori yang
melatarbelakangi masalah dan menguasai metode untuk memecahkanya.
b) Peneliti mempunyai waktu yang cukup sehingga tidak melakukanya asal selesai.
c) Peneliti mempunyai tenaga untuk
melaksnakan. Dalam arti sangat kuat fisiknya untuk merencanakan,
menyusun alat pengumpul data, dan meyusun laporanya.
d) Peneliti mempunyai data secukupnya untuk biaya transfortasi, alat tulis menulis, biaya foto copi, dan lain–lain.
3. tersedia faktor pendukung
Yang dimaksud dengan faktor pendukung yang bersumber dari luar peneliti antara lain sebagi berikut.
a) Tersedia data sehingga
pertanyaan penelitian dapat dijawab. Sebagai misal peneliti lain
mengetahui bagaimanakah rasanya hidup didalam tanah, sedangkan untuk
mencobanya seolah-olah tidak mungkin.
b) Ada izin dari yang berwenang.
Banyak hal yang menarik untuk diteliti tetapi peneliti dibatasi oleh
perturan-peraturan, mungkin menyangkut masalah politik.
4. Hasil Penelitian Bermanfaat
Menurut penulis, syarat keempat ini
adalah yang terpenting. Meneliti adalah pekerjaan yang tidak mudah, yang
membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya. Untuk apa kegiatan tersebut
dilakukan jika tidak menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Kita meneliti
bukan karena agar lebih mahir meneliti, tetapi karena ingin
menyumbangkan hasilnya untuk kemajuan ilmu penfetahuan, meningkatkan
efektivitas kerja atau mengembangkan sesuatu.
Oleh karena itu setiap peneliti, baik
mahasiswa penuyusun skripsi ataupun peneliti lain sudah harus dengan
jawaban andai kata oranga mengajukan pertanyaan,” Apakah manfaat
penelitian anda?”
B. judul penelitian
Setelah dengan berbagai pertimbangan
peneliti, maka dapat dijadikan dasar dalam merumuskan judul penelitian.
Hal yang sering terjadi dikalangan mahasiswa yang sedang melaksanakan
program skripsi, biasanya yang cari terlebih dahulu adalah membuat
judul, sehingga apabila ditanyakan oleh dosenya ”alasan apa anda membuat
judul seperti ini” ini yang biasanya menjadi kendala bagi sekian
mahasiswa yang sedang memprogram skripsi pasti menjawab (tidak
tau.....!dan kadang melihatnya dari judulnya sudah tumbuh perasaan suka”
tapi tidak tau jalan keluarnya.
Jadi dengan pertimbangan inilah, setiap
mahasiswa dalam membuat penelitian khususnya skripsi yang harus
dipikirkan adalah memilih masalah penelitian baru setelah itu mengkrucut
pada judul penelitian. Atas gambaran seperti inilah mahasiswa akan
lebih muda menuangkan apa yang ada dalam pikirannya. Sehingga yang
dibutuhkan lebih lanjut hanya penataan per paragrap saja agar mudah
dipahami baik peneliti dan pembacanya.
Selain memilih masalah, judul penelitian juga perlu dirumuskan agar jelas memberikan gambarannya.
1) Sifat dan jenis penelitian;
2) Objek yang diteliti;
3) Subjek penelitian;
4) Lokasi/daerah penelitian; dan
5) Tahun(waktu ) terjadinya peristiwa.
Langkah 2. Bab Pendahuluan
Setelah peneliti
memilih masalah, maka langkah selanjutnya adalah mengadakan studi
pendahuluan dengan berbagai pertimbangan seperti yang telah dijelaskan
diatas.
Dalam bab pendahuluan ini sebenarnya
pengungkapan apa yang menjadi pemilihan masalah si peneliti tentunya
bicara masalah (memperjelas masalah) yang menarik, lebih–lebih masalah
baru yang belum pernah terungkap (dikaji). Dalam membuat pendahuluan,
Tentunya juga didukung dengan banyak membaca literature baik teori
maupun penemuan. Maka dengan adanya teori yang peneliti pakai, nantinya
dapat memiliki pegangan atau jalan yang mendukung penelitian.
Langkah 3: ruang lingkup, Rumusan Masalah,Tujuan dan manfaat
Berbicara ruanglingkup dalam penelitian
sejarah sebenarnya tidak lain tujuannnya agar penelitian yang dilakukan
tidak menyimpang dari fokus permasalahan yang akan dibahas nantinya,
maka perlu sekali peneliti membatasi ruang lingkup waktu (temporal),
tempat (spacial) dan materi. Maka dengan cara seperti inilah seorang
peneliti tidak akan kesulitan lagi dalam menjalankan pada Bab pertama.
Dalam membuat rumusan masalah, Secara garis besar peneliti mempermasalahkan fenomena atau gejala atas tiga jenis:
1) Problema untuk mengetahui
status (keberadaan sesuatu) dan mendeskripsikan fenomena sehubungan
dengan jenis permasalahan ini terjadilah penelitian deskriptif (
termasuk dalam survei), penelitian historis dan filosofis.
2) Problema untuk
membandingkan dua fenomena atau lebih (problema komparasi). Dalam hal
ini peneliti berusaha mencari permasalahan dan perbedaan fenomena,
selanjutnya mencari arti dan manfaat dari adanya persamaan dan
perbedaan yang ada.
3) Problema untuk mencari hubungan antar dua fenomena (problema korelasi)
Bicara masalah manfaat dan tujuan seperti yang sudah digambarkan diatas.
Langkah 4. kajian pustaka
Sebenarnya kajian
pustaka ini sangat erat kaitanya dengan sumber yang peneliti gunakan
sebagai bahan rujukan. Biasanya dalam tinjauan pustaka ini mengemukakan
kajian penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang
menjadi pembahasannya. Bentuk sumber ini baik yang diterbitkan dalam
bentuk buku maupun tidak diterbitkan, misalnya berupa laporan skripsi
dan penelitian.
Langkah 5. Metode Penelitian (sejarah)
Ilmu sejarah
memiliki keunikan tersendiri dalam metodenya. Dalam metode sejarah ada 4
langkah yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.
Pada pembahasan ini yang dijelaskan
tidak lagi sebatas pengertian dari ke empat metode sejarah, tetapi tidak
lain sebagai penerapan dari keempat metode sejarah.
1. Heuristik
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa heuristik merupakan proses mencari sumber dan menemukan sumber
sejarah. Bisa juga dapat diartikan kegiatan menghimpun jejak-jejak masa
lampau.
Heuristik ini dalam penelitian sejarah
merupakan langkah pertama yang harus ditempuh oleh seorang sejarawan,
karena dalam menyusun cerita sejarah tentunya yang harus dilakukan
pertama adalah mengumpulkan sumber-sumber sejarah.
Berbicara masalah sumber sejarah seperti
yang telah dijelaskan pada Bab sebelumnya, bahwa mengumpulkan sumber
sejarah tidak mudah apalagi sumber sejarah itu banyak macamnya dan
terpisah-pisah jadi tergantung bagaimana si peneliti bisa
mengumpulkannya dan merangkainya dari sekian sumber.
Agar tidak mengalami kesulitan, maka
usaha yang dilakukan adalah mengklasifikasi sumber-sumber sejarah itu
sendiri (penggolongan sumber sejarah). Berbagai ahli metodelogi telah
mencoba memberikan gambaran tentang klasifikasi sumber. Klasifikasi
sumber yang sederhana dibedakan menjadi tiga bagian dintaranya:1).
sumber benda berupa bangunan, perkakas/artefak, senjata, dll. 2). Sumber
tertulis berupa prasasti, dokumen, dll, dan 3). Sumber lisan
(1970:18). Klasifikasi yang paling sederhana yang yang merupakan
adaptasi John Martin Vincent oleh Jacques Barzun dan Henry F. Graff,
antara lain:
Peninggalan-peninggalan (relics, remains)
(pelantar fakta yang tidak direncanakan)
a. Peninggalan-peninggalan manusia, surat, sastra, dokumen umum, catatan bisnis dan sejumlah inskripsi tertentu;
b. Bahasa, adat-istiadat, dan lembaga-lembaga
c. Alat-alat dan artefak lainnya.
Catatan-catatan (Records)
(pelantar yang direncanakan)
tertulis
a. Kronik, annal, biografi, genealogi;
b. Memoir, catatan harian;
c. Sejumlah inskripsi tertentu.
Lisan
a. Balada, anekdot, cerita, saga
b. Fonograf dan tape recording
Karya seni
a. Potret, lukisan-lukisan sejarah, patung, mata uang dan medali;
b. Sejumlah film tertentu, kineskop, dll (1970:148)
Sedangkan menurut IG Widya sebenarnya
klasifikasi sumber hampir sama yang dijelaskan sebelumnya yaitu: 1)
jejak yang ditinggalkan “tidak dengan sengaja” oleh manusia dalam
kegiatan sehari-hari. 2)jejak yang ditinggalkan “dengan sengaja” memang
dimaksudkan untuk menyampaikan pesan bagi generasi berikutnya mengenai
tindakan orang-orang yang meninggalkanya.(1988:20). Selain itu juga,
peneliti untuk mendapatkan sumber sejarah bisa diperoleh di
Perpustakaan, Museum dan Arsip.
Setelah data terkumpul sesuai dengan kajiannya, maka tugas peneliti sejarah selanjutnya adalah kritik sumber.
2. Kritik Sumber
Setelah sejarawan berhasil mengumpulkan
sumber-sumber sejarah dalam penelitiannya, ia tidak akan menerima begitu
saja sumber-sumber yang telah didapatkan sebelumnya. Sehingga yang
dilakukan peneliti sejarah seharusnya menyaring secara kritis dengan
tujuan terjaring fakta yang menjadi pilihannya. Maka langkah inilah yang
disebut dengan kritik sumber.
Tujuan dari kritik sumber agar hasilnya
nanti dapat dipertanggungjawabkan. Sebab dalam usaha mencari kebenaran
seorang peneliti selalu dihadapkan pada benar, tidak benar dan
lebih-lebih meragukan. Maka dari sinilah seorang peneliti harus
menggerakkan pikirannya dan mampu menggabungkan antara pengetahuan,
menggunakan akal sehat, sikap ragu, percaya begitu saja dan melakukan
tebakan inteligen (Jacques barzun & Henry F. Graff, 1970).
Dalam proses kritik sumber masih dibagi
menjadi dua lagi yang mempunyai tugas yang berbeda yaitu kritik ekstern
dan kritik intern.
2.1 Kritik Ekstern
Kritik ekstern juga bisa dikatakan pula
sebagai kritik eksternal. Kritik eksternal yang dimaksud disini ialah
cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar
dari sumber sejarah. Syarat setiap sumber harus dinyatakan dahulu
otentik dan integral. Sehingga dalam proses ini perlu sekali
pemeriksaan yang ketat terhadap sumber yang didapatkan. Setiap sumber
yang didapakan, peneliti juga harus mengerti atau diketahui sebagai
orang yang dipercaya.
Kesaksian (testimoni) itu
sendiri harus dapat dipahami dengan jelas. Pemeriksaan yang ketat ini
mempunyai alasan yang kuat sehubungan dengan beberapa sumber telah
dibuktikan palsu; dalam penelitiaan( Investigasi) yang dilakukan telah ditemukan bahwa sumber-sumber itu telah dipalsu atau dibuat-dibuat (fabricated).
Beberapa sumber lain, meskipun asli, ternyata dengan berbagai alasan
telah memberikan kesaksian-kesaksian yang tidak dapat diandalkan ( unreliable) ( Lucey,1984: 46; CF. Gee , 1950:286-290).
Jadi lebih lengkapnya, yang dimaksud
dengan kritik eksternal adalah suatu penelitian atas asal usul dari
sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peningalan itu sendiri untuk
mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah
pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh
orang-orang tertentu atau tidak. Kritik eksternal harus menegakkan fakta dari kesaksian bahwa:
Ø Kesaksian itu benar-benar diberiakan oleh orang ini atau pada waktu ini( authenticity).
Ø Kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan(uncorupted), tanpa ada suatu tambahan-tambahan atau penghilangan-penghilangan yang substansial (integrity).
Sebelum sumber-sumber sejarah dapat
digunakan dengan aman, paling tidak ada sejumlah pertanyaan harus
dijawab dengan memuaskan. Sugianto dalam diktatnya bahwa kritik ekstern
bertujuan untuk menjawab tiga pertanyaan pokok antara lain:
v Adakah sumber itu memang sumber yang
kita kehendaki? Pada bagian ini sejarawan atau peneliti sejarah ingin
mengetahui atau berusaha menyakinkan diri: apakah sumber itu asli atau
palsu ( otentik atau tidaknya/sejati tidaknya).
v Adakah sumber itu sesuai aslinya atau
tiruanya? Pada bagian ini merupakn analisis sumber, terutama
mengyangkut sumber kuno dimana satu-satunya cara untuk memperbanyak atau
mengabadikan naskah adalah dengan menyalin. Dalam menyalin inilah ada
kemungkinan terjadi perubahan dari dokumen aslinya. Ini merupakan cara
khusus yang disebut kritik sumber.
v Adakah sumber itu utuh atau telah
diubah-ubah? Dalam hal menyangkut masalah uth tidaknya sumber, artinya
dalam suatu salinan misalnya apakah turunan itu dalam keadaan utuh atau
telah berubah-ubah. Jadi disini terutama diusahakan untuk mengetahui
bagaimana isinya yang asli dari dukumen itu. Cara pengujian seperti ini
disebut kritik teks. (1996:34-35)
Selain tiga pertanyaan diatas, Lucey menambahkan menjadi lima pertanyaan yaitu:
Ø Siapa yang mengatakan itu?
Ø Apakah dengan satu atau cara lain kesaksian itu telah diubah?
Ø Apa sebenarnya yang dimaksud oleh orang itu dengan kesaksianya itu?
Ø Apakah orang yang memberikan kesaksian itu seorang saksi-mata (witness) yang kompeten- apakah iya mengetahui fakta itu?
Ø Apakah saksi itu mengatakan yang sebenarnya (truth) dan memberikan kepada kita fakta yang diketahui itu? (1984:46)
Adalah fungsi dari kritik eksternal
memeriksa sumber sejarah atas dasar dua butir pertama dan menegakkan
sedapat mungkin otentisitas dan integritas dari sumber itu.
Otentisitas yang dimaksud disini selalu
mengarah pada istilah asli dan autentik. Tetapi antara keduanya selalu
sama. Sumber asli disini artinya sumber yang tidak palsu, sedangkan
sumber yang autentik ialah sumber yang melaporkan dengan benar mengenai
suatu subyek yang tampaknya benar.
Biasanya kita banyak menemukan sebuah
tulisan yang sudah dikatakan asli tetapi tidak autentik dan sebaliknya.
Coba pahami contoh berikut ini
“teks ketikan proklamasi yang ditanda
tangani oleh Soekarno Hatta dan dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945.
contoh ini akhirnya ditulis kembali oleh seorang pemalsu dan disajikan
sebagai asli”. jadi tulisan tersebut dikatakan autentik tapi tidak
asli.
Seperti yang telah dijelaskan oleh
Lucey, mengidentifikasi penulis merupakan langkah pertama dalam
menegakkan otentisitas. Sehingga sebagai peneliti harus dapat
mengidentifikasi yang menulisnya. Akan tetapi, peneliti juga akan
menjumpai banyak buku yang anonim (tidak menggunakan nama penulis atau
pengarang) bukan berarti tidak autentik. Kenyatannnya banyak
dokumen-dokumen pertama kali muncul tidak menggunakan nama pengarang
dan kadangkala nama samaran. Contoh Ir. Soekarno memberikan keritikan
pada pemerintahan Kolonial Belanda banyak menggunakan nama samaran Bima.
Suatu sumber sejarah sangatlah
diperlukan informasi yang sangatlah lengkap baik yang berupa tanggal,
tempat (sama denga resensi buku). Sehingga yang diharapkan nantinya
dalan kritik eksternal adalah otentisitas lengkap. Semakin banyak
diketahui tentang asal–usul dari catatan maka semakin mudah untuk
menegakkan kredibilitas ( keandalan). Sedangkan yang selanjutnya
peneliti bukan hanya berhenti pada otentisitasnya tetapi integritas dari
sumber yang didapatkan juga harus di seleksi. Yang diseleksi disini
tidak lain kondisi sempurna dari teks, masih murni. Dalam artian dalam
teks tersebut tidak ada pengurangan dalam teks aslinya.
2.2 Kritik Intern
Kritik intern, ini mulai dilaksanakan
sesudah kritik ekstern selesai menentukan bahwa dokumen yang kita hadapi
memang dokumen yang kita cari( dibutuhkan ). Kritik intern bisa
dilanjutkan jika dalam kritik sumber eksternnya lolos, tetapi sebaliknya
jika ktritik ekstern tidak lolos maka kritik selanjutnya (kritik
intern) dikatakan gugur.
Kritik intern lebih ditekankan kepada aspek dalam yaitu isi dari sumber (kesaksian) setelah fakta kesaksian ditegakkan, maka giliran peneliti menegakkan kesaksian.
kritik intern harus mampu membuktikan
bahwa kesaksian yang diberikan oleh sesuatu sumber itu memang dapat
dipercaya atau tidak. Menurut Sugianto (1996) untuk itu perlu
diusahakan:
pertama, yakni penilaian intrensik
dimulai dengan menentukan sifat dari sumber-sumber itu ini hakekatnya
menyankut sorotan terhadap possisi dari pembuat kesaksian tersebut. Hal
ini antara lain bisa dicapai dengan mempertanyakan apakah pembuat
kesaksian mampu memberikan kesaksian yang menyangkut, misalnya
kehadiranya pada waktu dan tempat terjadinya peristiwa, dan juga
menyangkut derajat keahlian/pengetahuanya dalam hubungan peristiwa
tersebut. yang penting juga bahwa ini menyangkut pertanyaan apakah
pembuat kesaksian mau memberi kesaksian yang benar. Kita harus
mengetahui apakah ia punya alasan untuk menutup-nutupi suatu peristiwa
atau melebih-lebihkannya.
Proses yang kedua, dalam kritik intern
adalah ialah usaha untuk membanding-bandingkan kesaksian berbagai sumber
dengan menjejerkan kesaksian dari saksi-saksi yang tidak saling
berhubungan satu sama lainya; jadi mirip denngan yang dilakukan dalam
prose peradilan dalam usaha menguji keterangan saksi-saksi (dalam IG.
Widya,1988:22).
Dengan pemeriksaan silang terhadap
sumber-sumber seperti ini diharapkan pengujian terhadap sumber-sumber
utama bagi penyusunan kriteria sejarah menjadi semakin sempurna. Untuk
melaksanakan tugas inilah sering diperlukan bantuan dari berbagi
disiplian ilmu lainya, baik yang langsung berkaitan dengan sejarah,
maupun tidak langsung. Disiplin-disiplin ilmu yang membantu kerja
sejarawan ini disebut ilmu bantu sejarah. Hal ini terutama berkaitan
dengan berkembangnya pendekatan” multidimensional” dalam metode sejarah
dan berkembangya studi-studi sejarah sosial.(ibid)
2.3 .Interpretasi
Seperti yang telah diuraikan diatas,
dengan melalui kritik sejarah, maka sumber atau jejak sejarah yang telah
terhimpun sebagai informasi, untuk mewujudkan sebagai fakta sejarah,
kita tarik kesimpulan dari jejak atau sumber sejarah yang telah diuji
kebenaranya dengan kritik sejarah. Perlu diingat bahwa fakta sejarah
tidak sama dengan data sejarah atau jejak sejarah sebagi peristiwa. Yang
dimaksud dengan fakta sejarah adalah inti sari dari sum,ber-sumber
sejarah. Fakta itu disimpulkan dari sumber-sumber sejarah (Mohammad
Ali,1963:18). Fakta sejarah bukanlah fakta sejarah jika tidak dapat
dibuktikan kebenaranya denagn bukti –bukti yang cukup. Fakta itu belum
merupakan sejarah dalam yang sebenarnya, sebab fakta itu hanya
merupakan bahan mentah yang harus dimasak lebih dahulu. Fakta hanya
sebagai rangka belakan yang harus diberi daging dan jiwa agar menjadi
sejarah (ibid: 20).
Berbagai fakta yang lepas satu sama
lain itu harus dirangkaikan dan kita hubung-hubungkan hingga menjadi
kesatuan yang harmonis dan logis. Peristwa-peristiwa yang satu harus
dimasukkan didalam keseluruhan konteks peristiwa-peristiwa lain yang
melingkunginya. Proses menafsirkan fakta-fakta sejarah serta proses
penyusunannya menjadi suatu kisah sejarah yang integral menyangkut
seleksi sejarah. Tidak semua fakta dimasukkan dan dipilih mana yang
relevan dan juga mana yang tidak relevan (Sugianto,1996:36-37).
Rangkaian fakta-fakta itu harus
menunjukkan diri sebagai suatu rangkaian dalam bermakna dari kehidupan
masa lampau masyarakat atau bangsa. Usaha untuk mewujudkan rangkaian
yang bermakna inilah sejarawan harus melakukan interpretasi terhadap
fakta. Dalam kegiatan inilah sejarawan tidak bisa menhindarkan diri dari
sudut pandang (subyektivitas), karena untuk menentukan fakta mana yang
dianggap bersesuaian dari bermakna, biasanya berlandaskan pada
kecendrungan pribadi, pada kelompoknya, pda teori-teori penafsiran dan
pada pangdangan hidup bangsa. (ibid)
Disinilah sejarawan melakukan
subyektifitas yang dituntut objektiv, sejarawan tidak boleh menipu
dirinya sendiri dan pembacanya. Oleh kartena itu harus benar.
2.4 Historiografi
langkah yang keempat ini adalah
merupakan puncak kegiatan penelitian sejarah. Kita telah memilih subyek
yang diminati dalam penelitian sejarah kemudian mencari sumber-sumber
dan menafsirkan informasi yang terkandung didalamnya. Ini sampailah
untuk menyusun hasil interpretasi fakta-fakta sejarah ditulis menjadi
sebuah kisah yang selaras dan dapat dipertanggung jawabkan.
Disini diperlukan kemahiran mengarang
oleh seorang sejarawan. Ada cara-cara tertentu yang perlu sekali
diperhatikan oleh sejarawan dalam menyusun ceritera. Dengan kata lain,
penulisan atau penyusunan ceritera sejarah memerlukan
kemampuan-kemampuan tertentu untuk menjaga standart mutu dari ceritera
tersebut. Seperti misalnya prinsip serialisasi(cara-cara membuat
urutan-urutan peristiwa), yang mana memerlukan prinsip-prinsip seperti
kronologi (urutan-urutan
wakutnya), prinsip kausasi (hubungan dengan sebab akibat) dan bahkan
juga kemampuan imajinasi: kemampuan untuk menghubungkan
peristiwa-peristiwa yang terpisah-pisah menjadi suatu rangkaian yang
masuk akal dengan bantuan pemgalaman, jadi membuat semacam analogi
antara peristiwa diwaktu yang lampau dengan yang telah kita saksikan
dengan mata kepala sendiri diwaktu sekarang, terutama bagi
peristiwa-peristiwa yang sulit dicarikan dasar kronologi dan kausasih
dalam perhubungannya (G.J. renier,dalam karya IG widya. Ibid: 24-25).
Dengan demikian seorang sejarahwan harus
memiliki kemampuan yang baik yang mampu manyajikan fakta-fakta yang
kering dalam bentuk ceritela dengan keseluruhan nilai emosional dan
intelektualnya, sesuai dengan profesi kesarjanaanya atau keahliannya.
Dibawah ini akan di tampilkan contoh
hasil laporan /skripsi yang nantinya dapat dijadikan gambaran untuk
pembuatan laporan. Skripsi oleh saudari Sri Suci Dewi Wulandari, S.Pd
denga judul penelitian Dinamika Masyarakat Petani Garam Di Desa Bunder
Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan Pada Tahun 1977-1988.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Garam dalam perkembangannya tidak hanya
menjadi kebutuhan lokal petani garam, tetapi sudah menjadi salah satu
kebutuhan interlokal karena garam merupakan pelengkap dari kebutuhan
pangan dan sumber elektrolit bagi tubuh manusia kerena mengandung kalium
iodat. Jumlah yang harus dikonsumsi perhari untuk setiap orang kurang
lebih sembilan gram. Untuk negara berkembang seperti Indonesia, selain
untuk memenuhi nutrisi dalam tubuh, mengkonsumsi garam juga bermanfaat
untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan yodium. Garam beryodium adalah garam
konsumsi yang mengandung komponen utama Natrium Chlorida (NaCl)
minimal 94, 7%, air maksimal 5% dan kalium iodat (KIo3) sebanyak 30-80
ppm (mg/kg), seta senyawa-senyawa lainnya. Penyebaran garam beryodium
pada masyarakat saat ini, merupakan upaya pemerintah yang paling efektif
dalam rangka penanggulangan masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
(GAKY). (Depertemen Kelautan dan Perikanan 2002).
Indonesia merupakan negara meritim
dengan luas seluruh wilayah juta km². terdiri dari luas daratan 1,9 juta
km², laut teritorial 0,3 juta km² sedangkan perairan kepulauan seluas
2,8 juta km². Jadi seluruh laut di Indonesia berjumlah 3,1 juta km²
(Nontji, 1986:4). Air laut sendiri banyak mengandung zat-zat yang
terlarut di dalamnya yaitu sumber dari beberapa zat kimia penting
seperti NaCl, hidrokarbon, dan zat-zat kimia yang lainnya. Salah satu
daerah yang terdapat bahan-bahan mineral utama yang terdapat di sekitar
perairan Indonesia adalah di Madura (Hutabarat dan Evans, 1986:8-9).
Madura sebagian besar penduduknya memanfaatkan aliran pantai sebagai
produksi garam, hal ini terlihat banyaknya luas areal tanah yang
dimanfaatkan untuk memproduksi garam yaitu 15.347 Ha. Dari luas tanah
yang digunakan untuk memproduksi garam, tidak salah kalau Madura dikenal
dengan sebutan pulau garam.
Pentingnya garam di berbagai sektor,
menyebabkan garam sebagai komuditas harus diawasi proses produksi dan
pemasarannya. Untuk menangani masalah ini pemerintah mengeluarkan
kebijakan tentang tata niaga garam. Kebijakan pemerintah tersebut
tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 270/KP/IK/1977
tanggal 28 September 1977. Peraturan Menteri Perdagangan tersebut
bermaksud untuk mengatur dan melindungi petani garam di Indonesia
mengingat Indonesia mempunyai wilayah maritim dengan panjang pantainya
sekitar 81.000 km² (Nontji, 1986:4). Kebutuhan garam di daerah Jawa
Timur dan Indonesia pada umumnya bisa diperoleh di Madura khususnya di
Desa Bunder, Desa Bunder berada di Kecamatan Pademawu Kabupaten
Pamekasan. Secara geografis Desa Bunder mempunyai temperatur udara yang
sangat panas karena terletak di dataran rendah dan berbatasan langsung
dengan Selat Madura. Dengan kondisi seperti itu, Desa Bunder mudah
dialiri atau digenangi air laut. Oleh karena itu, penduduk Desa Bunder
memanfaatkan luas genangan air laut sebagai tambak garam, dan dijadikan
sebagai mata pencaharian. Untuk memenuhi kebutuhannya masyarakat bekerja
sebagai petani garam, penghasilan petani ditentukan oleh besar kecilnya
hasil panen garam. Usaha ini sifatnya hanya terbatas karena sangat
tergantung pada musim kemarau. Selain itu sumber daya ekonomi petani
garam tergantung pada tanah, tenaga kerja, modal dan keterampilan
menejemen.
Pada awal tahun 1970-an, hasil yang
diperoleh petani garam sangat sedikit yaitu 1.900 ton, selain itu faktor
penghasilan petani di tentukan oleh besar kecilnya garam yang
tergantung pada musim. Selain itu petani juga banyak terikat oleh para
tengkulak yang sudah memberikan modal kepada mereka dengan menyerahkan
hasil produksi garam yang harganya telah ditentukan, sehingga harga yang
ditawarkan sangatlah rendah. Para petani tidak dapat berbuat apa-apa
karena petani sudah merasa berhutang budi kepada para tengkulak
tersebut. Keadaan ini terus berlangsung sampai pada tahun 1976, baru
pada tahun 1977 pemerintah melakukan kebijakan dengan diadakannya tata
niaga garam. Dengan diadakannya kebijakan tersebut diharapkan memberikan
dampak positif bagi petani garam. Hal ini juga dikatakan oleh Mashuri
(1996:70) bahwa sebelum tahun 1988 kondisi petani garam di Madura bisa
dikatakan makmur, karena didukung banyaknya permintaan kebutuhan garam
setiap tahun meningkat seiring dengan pertambahan penduduk di Indonesia.
Tingginya permintaan akan kebutuhan garam mempengaruhi naiknya harga,
sehingga hal tersebut membuat petani garam mampu memenuhi kebutuhan
perekonomian dan kehidupannya
Pada tahun 1988 kehidupan petani garam
mengalami suatu perubahan yang tidak menguntungkan yaitu pendapatan
petani dari produksi garam tidak bisa menutupi biaya produksi yang
mereka keluarkan, bukan hanya itu petani juga tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hal ini disebabkan karena garam yang dipasarkan
antarpulau salah satunya ke Sumatera Utara ditolak. Penolakan ini sesuai
dengan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara yang berisi tentang
pengaturan pemasaran garam antar pulau ke Sumatera Utara dengan
menugaskan PT. Garam sebagai pengawas pengendali mutu. Ini dimaksudkan
agar garam yang beredar di wilayah ini adalah garam beryodium. Dengan
adanya SK Gubernur tersebut menghambat laju pemasaran yang dilakukan
untuk luar daerah. Hal inilah yang menyebabkan garam yang ada di Desa
Bunder tidak terjual. Karena tidak terjualnya garam tersebut,
mempengaruhi kehidupan petani garam baik dalam kehidupan sosial maupun
ekonomi masyarakat petani garam di Desa Bunder. Sehingga petani garam
mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari keterangan
di atas terlihat bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi pada
masyarakat petani garam, dimana perubahan tersebut terjadi secara
dinamis yang terus menerus terjadi di kalangan petani garam. Tema ini
merupakan kajian yang menarik untuk diteliti karena Desa Bunder
menghasilkan garam yang cukup besar dibandingkan dengan desa-desa
penghasil garam yang ada di Pamekasan.
Selain latar belakang di atas alasan
lain yang melatar belakangi penulis tertarik untuk meneliti permasalahan
ini adalah : 1) masalah kesejarahan masyarakat petani garam khusunya di
Desa Bunder belum diteliti; 2) ingin mengkaji lebih mendalam dinamika
sosial ekonomi masyarakat petani garam di Desa Bunder Kecamatan
Pademawu, Kabupaten Pamekasan.
Berdasarkan latar belakang permasalahan
di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam melalui penulisan
skripsi dengan judul “Dinamika Masyarakat Petani Garam Di Desa Bunder Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan Pada Tahun 1977-1988”.
1.2 Penegasan Pengertian Judul
Sebelum mengupas lebih lanjut
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, perlu diberi
penegasan judul untuk menghindari persepsi lain. Hal yang perlu
dijelaskan oleh penulis adalah Dinamika Masyarakat Petani garam yang
terjadi di komunitas masyarakat petani garam di Desa Bunder, Kecamatan
Pademawu, Kabupaten Pamekasan.
Pengertian dari dinamika masyarakat
adalah gerak masyarakat secara terus menerus yang menimbulkan perubahan
dalam tata hidup masyarakat (Depdikbud, 1991: 234). Sedangkan pengertian
dari masyarakat petani garam adalah suatu kelompok manusia yang di
dalamnya melakukan suatu aktifitas bertani garam. Jadi pengertian dari
Dinamika Masyarakat Petani Garam Di Desa Bunder, Kacamatan Pademawu,
Kabupaten Pamekasan adalah gerak kehidupan masyarakat petani garam yang
terus menerus yang terjadi di Desa Bunder, Kacamatan Pademawu, Kabupaten
Pamekasan selama kurun waktu 1977 sampai 1988.
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan
Agar penelitian yang dilakukan tidak
menyimpang dari fokus permasalahan yang akan dibahas, maka diperlukan
suatu batasan ruang lingkup waktu, tempat dan materi. Ruang lingkup
spasial/tempat dalam penelitian ini dilakukan di Desa Bunder, Kecamatan
Pademawu, Kabupaten Pamekasan. Pemilihan lokasi tersebut dengan
pertimbangan masyarakat petani garam di Desa Bunder ini lebih banyak
dibandingkan di desa-desa lainnya yang juga memproduksi garam.
Mengenai batas awal dalam penelitian ini
adalah tahun 1977. Pada saat itu terjadi perubahan yang signifikan
terhadap kehidupan petani garam di Desa Bunder baik peningkatan
pendapatan dan pemasaran garam. Tahun 1988 sebagai batas akhir dengan
pertimbangan bahwa pada tahun itu sudah mengalami perubahan disegala
tata kehidupan masyarakat petani garam baik dari segi ekonomi,
pemasaran, dan produksi sebagai akibat dari diberlakukannya Surat
Keputusan Gubernur Sumatera Utara tentang pemasaran antar pulau
khususnya di Desa Bunder, Kecamatan Pademawu. Sedangkan ruang lingkup
materi dalam penelitian ini adalah: latar belakang kehidupan sosial
ekonomi petani garam pada1977, usaha tambak garam di Desa Bunder,
Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan. dan kehidupan petani garam di
Desa Bunder, Kecamatan Pademawu pada tahun 1977-1988.
1.4. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang dan ruang lingkup yang telah diuraikan tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1) bagaimana latar belakang
lingkungan dan kondisi sosial ekonomi petani garam di Desa Bunder
Kabupaten Pamekasan pada tahun 1977?
2) bagaimana usaha tambak garam di Desa Bunder Kabupaten Pamekasan pada thun 1977-1988 ?
3) bagaimana kehidupan petani garam di Desa Bunder, Kecamatan Pademawu pada tahun 1977-1988?
1.5 Tujuan Penelitian
Setiap usaha atau kegiatan tertentu
mempunyai tujuan yang ingin di capai. Berdasarkan uraian sub bab diatas
maka tujuan penelitian adalah:
1) ingin mengkaji latar belakang
kehidupan sosial ekonomi masyarakat petani garam di Desa Bunder,
Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan pada tahun 1977.
2) ingin mengkaji usaha tambak garam dan kehidupan petani garam di Desa Bunder Kecamatan Pademawu pada tahun 1977-1988.
3) ingin mengkaji kehidupan petani garam di Desa Bunder, Kecamatan Pademawu pada tahun 1977-1988.
1.6 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1) diharapkan penelitian ini dapat
menambah khasanah tentang kehidupan petani garam yang ada di Desa
Bunder Kecamatan Pademawu,
2) diharapkan penelitian ini menjadi suatu inspirasi untuk memajukan petani garam di Desa Bunder Kecamatan Pademawu;
3) hasil penelitian ini diharapkan
menjadi sumber informasi kepada petani garam khususnya di Desa Bunder
Kecamatan Pademawu;
4) hasil penelitian ini diharapkan
menjadi sumber inspirasi bagi pemerintah daerah dan pusat dalam
mengembangkan petani garam khususnya di Kabupaten Pamekasan, dan
5) diharapkan penelitian ini dapat
memberi sebuah masukan-masukan bagi pembaca yang ingin membahas lebih
jauh tentang kehidupan petani garam.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka ini mengemukakan kajian
penelitian terdahulu yang berhubungan dengan industri garam, baik yang
diterbitkan dalam bentuk buku maupun yang tidak diterbitkan, misalnya
barupa laporan penelitian dan skripsi.
Kuntowijoyo (2002) dalam bukunya yang berjudul “Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940”
menjelaskan bahwa garam memiliki keuntungan yang besar bagi pemerintah
kolonial maupun penduduk Madura, yaitu dengan memproduksi garam ini
pemerintah kolonial dapat menambah pendapatan keuangan, sedangkan bagi
penduduk merupakan mata pencaharian pada musim kemarau. Tidak hanya itu,
dalam perkembangannya garam tidak hanya sebagai mata pencaharian
penduduk akan tetapi sudah menjadi kebutuhan masyarakat dan industri.
Sumintarsih (2001) dalam penelitiannya yang berjudul “Sketsa Kehidupan dan Hubungan Petani Garam”
menjelaskan bahwa garam merupakan komuditi penting, karena dibutuhkan
oleh semua orang. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari
tetapi juga dibutuhkan oleh pabrik-pabrik maupun industri-industri yang
memerlukan garam sebagai bahan produksinya. Berkaitan dengan kegunaan
garam dikemukakan juga oleh Murhajanni (2005) dalam bukunya yang
berjudul “Kerusuhan Sosial di Madura Kasus Waduk Nipah dan Ladang Garam”
kegunaan garam adalah sebagai pengawet ikan, juga dapat mempengaruhi
tingkat kecerdasan seorang anak, selain itu garam dapat digunakan
sebagai bahan pembuatan obat dalam bidang kedokteran. Pembuatan garam
sebagai obat dapat dilakukan oleh masyarakat yang mempunyai kemampuan
teknologi atau dengan kata lain bagi masyarakat yang memiliki
pengetahuan.
Produksi garam merupakan produk musiman,
yaitu antara Juni sampai Oktober dan sangat tergantung pada faktor
iklim sehingga produksinya berfluktuasi. faktor iklim atau cuaca sangat
mempengaruhi produksi garam, karena air laut pada musim kemarau akan
lebih cepat menguap. Sedangkan pada musim penghujan akan mempengaruhi
pembuatan garam, karena akan mengencerkan air laut sehingga menjadi muda
kembali.
Herawati (2004) dalam artikelnya yang berjudul “Petani Garam Di Kecamatan Kalianget, di Desa Karanganyar, Kabupaten Sumenep”, mengemukakan
bahwa produksi garam dipengaruhi oleh kondisi tanah, kondisi angin, dan
kondisi tempat. Adapun tanah yang baik untuk produksi garam adalah
tanah hitam atau istilah setempat disebut dengan tanah raja. Angin juga
ikut menentukan produksi garam. Apabila pada saat pembuatan garam itu
angin relatif kencang maka, pertumbuhan garam akan lebih cepat dan
produksinya lebih banyak dan mengkristal besar-besar. Namun bila dalam
proses produksi itu anginnya kurang kencang, maka produksi garamnya
berkurang dan kristal-kristal garam akan halus. Letak pembuatan garam
juga akan berpengaruh terhadap produksinya, tempat yang paling bagus
adalah lahan yang menghadap ke timur, yaitu menghadap ke laut dan
terbitnya sinar matahari.
Menurut Sari (2003), dalam skripsinya yang berjudul “Analisis perkembangan dan Elastisitas Penyerapan Industri Garam Rakyat di Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep” dikatakan
bahwa Garam dalam produksinya membutuhkan mesin dan peralatan serta
tenaga kerja. Sehingga masing-masing faktor produksi dalam pembuatan
garam sangat dibutuhkan juga tempat dan lokasi yang strategis. Hal ini
disebabkan karena pembuatan garam haruslah dekat dengan pantai, sehingga
proses pembuatan garam akan lancar, efektif dan efisien. Dengan
demikian penentuan lokasi perlu memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi biaya produksi dan distribusi barang yang dihasilkan.
Disisi lain bagi petani, modal adalah
sangat penting untuk usaha taninya. Karena tinggi rendahnya hasil
produksi ditentukan oleh tingkat penerapan teknologi pertanian, salah
satunya adalah penggunaan sarana produksi pertanian misalnya tanah,
tenaga kerja, dan modal yang apabila faktor tersebut dapat dipenuhi maka
petani bisa memperbaiki kehidupannya (Prayitno, 1987).
Usaha-usaha untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup, terjadi dalam suatu golongan masyarakat melalui
suatu proses sosial sehingga terjadi suatu interaksi sosial yang
menimbulkan dampak sosial dalam masyarakat. Dampak sosial ini terjadi
karena adanya usaha manusia dalam memperbaiki nasibnya dengan cara
menyesuaikan diri terhadap keadaan sekelilingnya.
Dari keterangan di atas dapat diketahui
bahwa kondisi lingkungan alam yang ada khususnya di Madura berpengaruh
terhadap manusia dalam menentukan suatu usaha yaitu untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Seperti diungkapkan oleh Geertz (1963) dalam bukunya
yang berjudul ”Involusi Pertanian proses perubahan ekologi di Indonesia”,
bahwa ada suatu adaptasi manusia untuk berusaha mempergunakan
habitatnya dengan mengganti jenis yang lain agar hal yang baru tersebut
mempunyai fungsi di dalam suatu komunitas tanpa mengubah ekosistem yang
ada.Dalam hal ini di Desa Bunder Kecamatan Pademawu merupakan petani
yang memanfaatkan lahan yang ada menjadi lahan yang produktif dan bisa
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu, sebagian besar
penduduknya memanfaatkan lahan sebagai lahan garam. Namun tidak semudah
itu petani garam memenuhi kebutuhan keluarganya, banyak
fenomena-fenomena baik itu bagaimana mereka memenuhi kebutuhan dalam
keadaan krisis, entah itu dalam keadaan berhutang, menjual barang-barang
berharga milik mereka serta meminjam kepada Bank. Keadaan seperti
inilah mereka harus hadapi semua kesulitan-kesulitan yang muncul.
Pratondo (1982) dalam skripsinya yang berjudul “Pembelian
Garam Rakyat dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Perusahaan dan Petani
Garam atas dasar Floor Price Dari Pemerintah Pada PN. Garam
Kalianget-Madura” menjelaskan bahwa sebelum ditugaskan sebagai
pemegang Stoknas garam, pada tahun 1970-an telah melakukan pembelian
terhadap garam rakyat sampai pada tahun 1976 dengan maksud untuk
membantu meningkatkan pendapatan petani garam berekonomi lemah, walaupun
belum memuaskan. Setelah PN. Garam ditugaskan sebagai pemegang stoknas
garam yaitu tahun 1977 PN. Garam melakukan pembelian yang jumlahnya
lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya.
Ardi (1985) dalam skripsinya yang berjudul “Mekanisme Pengolahan Dan Sistem Pamasaran Garam Rakyat ke Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan Madura”menjelaskan
bahwa produksi garam rakyat pada umumnya termasuk pengusaha yang lemah,
untuk memulai usahanya petani garam selalu kekurangan modal. Kelemahan
inilah yang banyak dimanfaatkan oleh pedagang swasta (tengkulak) dengan
memberikan pinjaman modal kerja dengan jaminan hasil produksinya. Harga
garam ditentukan oleh pemberi modal dengan harga yang sangat rendah, hal
ini mengakibatkan pendapatan petani garam rendah.
Pada tahun 1970-1976 adalah masa dimana
petani garam selalu dibayang-bayangi oleh para pedagang swasta
(tengkulak) akibat dari lemahnya modal yang dimiliki petani garam
sehingga hasil yang diperoleh petani garam sangat rendah. Dengan
diadakannya tataniaga garam sebisa mungkin dapat memberikan dampak
positif bagi petani garam. PN. Garam ditugaskan untuk melakukan
pembelian terhadap garam rakyat, selain itu pemerintah juga menetapkan
harga dasar sekaligus PN. Garam sebagai pemegang stok nasional.
Hasil penelitian Mashuri (1996) yang berjudul Dinamika Sosial Budaya Masyarakat Madura (Industri Garam dan Permasalahanya)
menjelaskan bahwa akibat terhentinya pemasokan garam rakyat ke daerah
Sumatera Utara dan Sumatera Barat perusahaan-perusahaan yang ada di
sentra produsen menurunkan tingkat pembelian garam dari petani. Seleksi
terhadap kualitas garam yang dibeli dari petani garam juga semakin
ketat. Akibatnya garam yang diproduksi oleh para petani menjadi
menumpuk, sehingga mereka kesulitan juga untuk memasarkan garam
produksinya. Hal ini sebagai akibat dari dikeluarkannya SK Gubernur
Sumatera Utara tentang pemasaran garam antar pulau, dan sebagai pengatur
dalam pemasaran tersebut ditangani oleh PN. Garam.
Hal ini dijelaskan juga oleh Suyanto (1996) dalam bukunya yang berjudul Kemiskinan dan Kebijakan Pembangunan : Kumpulan Hasil Penelitian bahwa
sikap Kalimantan Barat dan Sumatra Utara menolak garam dari Jawa Timur
atau pulau Madura pada khususnya sangat merugikan petani garam.
Penolakan itu bukan saja menyebabkan stok garam yang menumpuk di Pulau
Madura, lebih dari itu jika situasi pasar mengalami kemacetan secara
berlarut-larut membuat garam yang ada disetiap sentra produksi menumpuk
dan dibiarkan terlantar , tentunya hal seperti ini membuat petani
menjadi kebingungan dalam memasarkan garamnya.
Tidak terjualnya garam tersebut,
disebabkan proses pembuatan garam masih dilakukan dengan sangat
sederhana sehingga tidak dapat memenuhi standart yang ditentukan,
seperti yang terdapat dalam tulisan Rostiati dalam Herawati (1995)
berjudul ”Masyarakat Petani Garam dan Tambak:Kasus di Desa Purwareja, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang”,pembuatan
garam di pantai utara jawa Tengah, melalui tahapan-tahapan yaitu dari
pengerjaan lahan tambak dengan cara dikeringkan sampai beberapa hari,
kemudian lahan tersebut dibuat menjana. Peralatan yang digunakan adalah
secara tradisional atau sederhana, yakni menggunakan alat yang terbuat
dari bahan kayu atau bambu.
Hasil penelitian Soetandyo (1994) yang berjudul “Problema Pemasaran dan Mekanisme Survial Petani Garam di Pulau Madura”
menjelaskan bahwa petani garam dikategorikan sebagai kelompok
masyarakat rentan karena dua alasan. Pertama akibat harga garam yang
turun drastis dan kesulitan dalam pemasaran garam. Kedua pada umumnya
petani tidak memiliki penyangga ekonomi sehingga senantiasa menghadapi
situasi krisis dalam kehidupan sehari-hari.
Keberadaan kerabat di kalangan
masyarakat pedesaan memang tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk
mensosialisasikan anak-anaknya, akan tetapi kerabat juga berfungsi
sebagai kelompok primer yang menopang dan memberikan jaminan sosial
ekonomi bagi anggota kerabatnya. Dalam kehidupan petani garam prinsip
solidaritas dan perasaan saling tergantung masih kuat, dimana anggota
keluarga yang lebih tua dan yang lebih mapan, biasanya akan menjadi
tempat untuk diminta bantuan. Hal ini adalah salah satu yang sangat
membantu dalam kelompok masyarakat miskin untuk bertahan hidup.
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas
masyarakat petani garam terjadi suatu perubahan-perubahanyang terjadi
dalam kehidupan petani garam, yang disebabkan oleh faktor ekstern
masalnya dalam pemasarannya dan intern dalam hal produksiny, modal
tenaga kerja, lahan, kondisi cuaca. Dari berbagai faktor tersebut memicu
untuk memperbaiki keadaan hidupnya yang nantinya mempengaruhi seluruh
aspek kehidupan petani garam.
BAB 3. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dipergunakan
peneliti dalam penyusunan skripsi ini adalah metode sejarah. Langkah
awal dalam metode sejarah adalah heuristik sebagai proses untuk
menemukan sumber-sumber yang dipergunakan sebagai bahan penulisan
sejarah. Sumber yang digunakan ada dua yaitu sumber primer dan sumber
sekunder. Sumber primer yang akan banyak digunakan adalah sumber
tertulis dan sumber lisan sumber sekunder sebagai penunjang bahan atau
data, akan menggunakan buku-buku atau literatur-literatur yang
mendukung. Pengumpulan data ini menggunakan tekhnik yaitu:observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Koentjaraningrat (Ed.1997:108) menyatakan
bahwa observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan
pengamatan terhadap lingkungan dan prilaku dari objek yang diteliti.
Cara observasi yang penulis lakukan adalah aktivitas petani garam,
mengamati kehidupan sehari-hari petani garam, baik kehidupan di
lingkungan rumah maupun kehidupan di lingkungan pekerjaannya. Wawancara
yang dilakukan peneliti adalah untuk mengumpulkan keterangan lisan.
Tekhnik wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk
merekontruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi yang
dilakukan dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dengan
orang yang diwawancarai (Burhan Bungin, Ed. 2001:143). Wawancara
dilakukan dengan para petani garam, tengkulak dan instansi terkait
misalnya PT. Garam dan KUD serta dengan pimpinan desa baik formal maupun
informal yang dianggap mengetahui keadaan sosial ekonomi petani garam.
Sedangkan menurut Kartodirdjo (1993:16) metode dokumentasi adalah cara
mengumpulkan data melalui sumber tertulis berupa arsip-arsip, buku-buku
tentang teori, dalil dan pendapat yang berhubungan dengan penelitian.
Penulis mengambil dokumen yang berupa arsip-arsip laporan penelitian,
surat kabar, majalah, artikel, jurnal dan data pendukung yang diperoleh
dari instansi terkait, Seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kantor
Kecamatan Pademawu, KUD, dan PT. Garam.
Setelah dikumpulkan sumber-sumber
sejarah baik tertulis maupun lisan, maka langkah selanjutnya kritik
sumber. Kritik sumber adalah metode untuk menilai, menyeleksi dan
membandingkan sumber yang diperoleh guna mengadakan penulisan sejarah.
(Notosusanto, 1978:38). Tujuan dilakukan langkah ini adalah untuk
mengetahui kebenaran isi, keaslian, dan keutuhan dari sumber-sumber
tersebut. Kritik ini dilakukan dengan dua cara yaitu kritik ekstern dan
kritik intern. Kritik ekstern adalah sumber untuk membuktikan kebenaran
bahan-bahan sejarah yang terkandung dalam sumber. Sedangkan kritik
intern yaitu menganalisis isi (substansi) yang terkandung di dalamnya
sehingga didapatkan fakta yang benar-benar otentik.
Langkah selanjutnya adalah interpretasi.
Interpretasi dilakukan karena berbagai fakta yang telah ditemukan dalam
kegiatan kritik tersebut masih terpisah-pisah. Oleh karena itu berbagai
fakta yang lepas antara satu sama yang lain harus diinterpretasikan
dengan cara menghubungkan sehingga menjadi satu kesatuan yang harmonis
dan masuk akal (Notosusanto,1974:41). Fakta yang telah dipilih dan
ditetapkan sebagai sumber-sumber sejarah dalam penelitian dirangkaikan
dan dibangun sendiri secara kronologis, rasional, dan faktual serta
kausalitas sehingga menjadi suatu kisah sejarah yang benar.
Pendekatan teori dan suatu konsep
digunakan untuk mempermudah dalam proses analisis dan sintesis.
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan
sosiologi ekonomi. Pendekatan ini dapat digunakan sebagai alat
menganalisis mengenai tingkah laku individu atau kelompok yang melakukan
interaksi dalam pemenuhan kebutuhan. Konsep ini diperkenalkan oleh J.
Smelser yang menyebutkan bahwa untuk memenuhi dan menganalisis tentang
suatu aspek kehidupan sosial tidak dapat mengabaikan peranan ekonomi
dari kehidupan sosial masyarakat yang mempengaruhi ekonomi. Sebaliknya
aspek-aspek non ekonomi dari kehidupan sosial juga mempengaruhi ekonomi
itu sendiri. Oleh karena itu aspek ekonomi dan non ekonomi terhadap
kehidupan sosial saling berkaitan (1987: 65).
Teori Fungsional mengidentifikasikan
bahwa masyarakat pada dasarnya terintegrasi atas dasar kata sepakat.
Interaksi sosial di antara individu tumbuh dan berkembang atas
kesepakatan bersama dengan para anggota masyarakat (Nasikun,
1984:11-12), masyarakat tidak dapat dipandang sebagai suatu hal yang
berdiri sendiri, tetapi sebagai suatu sistem masyarakat yang terikat
(Soekanto, 1986:5-7). Masyarakat petani garam merupakan suatu sistem
yang mengalami perkembangan yang mana dalam setiap bagian masyarakat
melaksanakan fungsinya masing-masing. Dalam sebuah komunitas petani
garam seperti KUD, PT. Garam, petani garam, pedagang perantara dan
lembaga-lembaga pemasaran garam, mereka melaksanakan suatu fungsinya
masing-masing akan tetapi mempunyai hubungan fungsional.
Langkah terakhir dalam metode sejarah
adalah historiografi. Menurut Gottschalk (1980: 32) historiografi adalah
kegiatan rekontruksi yang imajinatif berdasarkan data yang diperoleh
dengan menempuh proses metode sejarah. Menurut Notosusanto (1871: 24)
historiografi adalah kegiatan akhir dari penelitian sejarah, yaitu
berupa kegiatan merumuskan kisah sejarah secara kronologis dan
sistematis. Tujuan dari historiografi ini adalah menuliskan hasil
interpretasi agar menjadi kisah sejarah tidak hanya menjabarkan
fakta-fakta tetapi dengan uraian-uraian secara obyektif mengenai
pokok-pokok masalah sehingga nantinya akan terwujud kisah sejarah.
Historiografi tidak hanya menggambarkan
suatu fenomena tetapi juga menerangkan hubungan sebab-akibat dan
perhitungan imajinatif seperti halny tentang melukiskan kembali peristiw
yang terjadi di Desa Bunder dengan apa adanya sesuai dengan situasi dan
kondisi waktu yang diteliti yang diawali dengan industri garam di Desa
Bunder serta dampak bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Desa
Bunder, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan. Hasil akhir dari proses
rekonstruksi dalam penulisan skripsi ini disajikan per bab, yaitu: bab
I pendahuluan; bab 2 tinjauan pustaka mengemukakan kajian penelitian
terdahulu yang berhubungan dengan produksi garam, baik yang diterbitkan
dalam bentuk buku, maupun yang tidak diterbitkan, misalnya berupa
laporan penelitian dan skripsi; bab 3 metode penelitian; yang
menggunakan metode sejarah dengan langkah-langkahnya yaitu heuristik,
kritik, interpretasi, dan historiografi; bab 4 mengulas tentang latar
belakang lingkungan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat petani garam
di Desa Bunder, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan yang mencakup
keadaan geografis, keadaan penduduk dan struktur sosial, dan latar
belakang historis kehidupan petani garam di Desa Bunder, Kecamatan
Pademawu sampai tahun 1977, budidaya tambak garam di Desa Bunder,
Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan meliputi produksi garam dan
perkembangan teknologinya, pemasaran, dan kehidupan petani garam
meliputi pendapatan, kesejahteraan petani garam, dampak bagi kehidupan
sosial ekonomi masyarakat petani garam tahun 1977-1988; Bab 5 adalah
bagian akhir dari tulisan ini yaitu penutup yang berisi tentang
kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan-permasalahan yang
tertera pada bab I dan saran dari penulis.
BAB 3
ILMU SEJARAH DENGAN ILMU-ILMU SOSIAL SUATU HUBUNGAN METODELOGIS
Ilmu sejarah merupakan merupakan salah
satu bagian dari ilmu pengetahuan sosial yang mempunyai obyek pengkajian
yang cukup luas. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ilmu
sejarah tidak hanya mengkaji tentang masa lalu tetapi sejarah mengkaji
peristiwa atau kejadian satu menit yang lalu ( sekarang) dan tentunya
membuat suatu perediksi untuk masa selanjutnya. karena luas dan
berkembangnya ilmu sejarah sejalan dengan ilmu manusia itiu sendiri.
maka tidak menutup kemungkinan mengharuskan berhubungan dengan hampir
semua cabang ilmu–ilmu sosial dan ilmu-ilmu lainya sebagai ilmu bantu
sejarah, dengan kata lain ilmu sejarah membutuhkan disiplin ilmu yang
lainnya.
Gambaran bahwa ilmu sejarah membutuhkan
ilmu bantu yang lain, hal ini sangatlah berguna dalam fase Heuristik
(pencarian dan pengumpulan sumber sejarah). Ilmu-ilmu bantu yang
dimanfaatkan dalam pencaraian dan pengumpulan sumbertersebut tentunya
ilmu bantu yang mendukung seharusnya juga sesuai dengan fokus-fokus
penelitiannya yang mencakup sejak dari sejarah yang paling ”purba”
sampai pada yang mutakhir. Buku Introduction dari Lang Lois
dan Seignobos, sejak tahap satu penelitian telah mewajibkan sejarawan
untuk mengetahui dan menggunakan ilmu bantu ini (Carrard,1992: 4).
Dalam bab ini selain menjelaskan
ilmu-ilmu bantu sejarah juga akan dijelaskan bagaimana hubungan ilmu
sejarah dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, dan juga akan dijelaskan apakah
ilmu sejarah juga dapat dikatakan dengan ilmu humaniora.
Adapun ilmu bantu sejarah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Ilmu Bantu Sejarah dan hubungannya dengan Ilmu-Ilmu Sosial
Dalam pengantar ilmu sejarah pernah disebutkan bahwa sejarah adalah art dan science (seni
dan ilmu), sejarah sebagai seni karena sejarah dimasukkan dalam sastra
karena penggunaan narasi yang dominan. Menurut Herodutus (484?-425? SM)
sebagai “bapak sejarah” malah telah memulai sejarah tersebut bagian dari
sebuah cerita (history-telling) dan sejak itu sejarah dimasukkan dalam ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora) (Gee, 1990: 37; Ladurie 1981:26-27).
Sejarah dikatakan sebagai ilmu (science)
adalah ilmu karena mempunyai metode penelitian ilmiah yang bisa
dipertanggung jawabkan. Langkah–langkah heuristik dan kritik-kritik
sumber yang dilakukan adalah metode-metode objektif ilmiah yang umum
sekali dalam penelitian sejarah. Kemudian sebagai ilmu, sejarah sebagai
termasuk dari berbagai macam iulmu sosial karena fokus kajiannya adalah
manusia (sebagai individu maupun dalam kelompok masyarakat). Sejarah
juga dikatakan sebagai ilmu tertua yang embrionya sudah ada dalam bentuk
mitos dan tradisi-tradisi manusia yang hidupnya paling sederhana. (The
Liang Gee, 1950:36). Tentu saja cara pendekatannya dalam mengkaji
manusia itu tidak sama, meskipun dalam perkembangannya ilmu sejarah pada
abad ke-20 ini antara ilmu sosial sudah berdampingan (Coexist). Menurut
sejarawan Perancis Imanuel le Roy Ladurie (1981:26-27) bahwa telah ada
sejak pakar-pakar teori ilmu sosial seperti Karl Marx, Max Weber, Emile
Durkheim, dan Sigmund Freud, dimana kedua belah pihak saling menukar
konsep-konsep dan saling melewati perbatasan kajian masing-masing.
Dalam kerjasama yang telah diterangkan
diatas, ilmu sosial telah menggunakan pendekatan historis untuk
mengungkapkan kecendrungan- kecendrungan serta pola-pola umum sebelum
melakukan ramalan-ramalan ( prediksi). Masa yang akan datang (Sartono
Kartodirjdo, 1992:209).
Menurut Prof. Dr Helius Sjamsuddin
(2007;228) Sebenaranya sejarah mempunyai kedudukan yang sangat unik
didalam rumpun ilmu-ilmu sosial. Meskipun sejarah termasuk sebagai
bagian dari ilmu-ilmu sosial, namun antara sejarah dengan ilmu sosial
lainnya masih dapat dibedakan, untuk kepentingan penjelasan, perbedaan
ilmu sejarah dengan ilmu sosial lainnya itu dapat disebutkan sebagai
berikut:
Sejarah | Ilmu-ilmu sosial lain |
ü Kelampauan (past) ü Temporal (spacial) ü Diakronik ü Idiografik ü Partikularistik ü Terjadi sekali (unique event) ü Tidak teratur ü Tidak dapat dieksperimen dan diuji ulang ü Tidak untuk meramal |
Ø Kekinian (present,future) Ø Atemporal (aspasial) Ø Sinkronik Ø Nomotetik Ø Generalistik Ø Terjadi berulang-ulang ( repetition) Ø Beraturan (reguler) Ø Dapat di eksperimen dan diuji ulang Ø Dapat untuk meramal/prediksi |
Kajian sejarah terikat pada waktu
(temporal), terutama pada kelampauan (past). Faktor foktor waktu ini
yang dapat membedakan sejarah dengan ilmu-ilmu sosial yang lainnya.
Sehingga sejarah dikatakan sebagai iolmu yang berketerkaitan dengan
manusia ( individu dan masyarakat). Pada masa lalu (past), sedangkan
ilmu sosial adalah kajian tentang manusia (individu dan masyrakat
(present). Tidak jarang ilmu-ilmu sosial digunakan untuk kepentingan
masa yang akan datang, atau untuk meramalkan (memprediksi)
kemungkinan-kemungkinan masa yang akan datang (futere). Tetapi perlu
ditegaskan disini bahwa dalam kajian masa lalu dari sejarah itu
terkandung sebuah proses dan perseptif sejarah, artinya masa lalu bukan
untuk masa lalu, melainkan masa lalu sebagai titik tolak untuk masa yang
akan datang dan selanjutnya. Karena pengertian yang implisit ini
sejarah juga dapat digunakan untuk memprediksi masa yang akan datang
meskipun para praktisi sejarawan sendiri tidak begitu peduli atau paling
tidak hanya menunjukkan kecendrungan (trends). Ibit.
Selain faktor waktu, kajian sejarah
terikat pada tempat (spacial) tertentu. Suatu peristiwa yang berhubungan
dengan manusia pasti terjadi disuatu tempat tertentu. Jika kapan
ditanyakan kapan dan dimana terjadi peristiwa proklamasi kemerdekaan
Indonesia, misalnya, jawabannya pasti (kalau ingin lengkap) tanggal 17
agustus 1945, hari jumat pukul 10.00, bertepatan dengan bulan puasa dan
di Jakarta. Jadi tempat proklamasi itu di Jakarta bukan ditempat-tempat
lain, jadi perlu ditekankan kembali, jika sejarah hanya memperhatikan
peristiwa individual yang hyanya sekali terjadi (eenmalig) atau tidak
teratur sedangkan kajian-kajian ilmu sosial lain bukan tidak
memperhatikan masa lampau atau tempat tertentu. Hanya kelampauan dan
tempat khusus ini tidak terlalu dihiraukan. Bagi ilmu sosial peristiwa
prokalamsi di Indonesia (Jakarta) itu dapat terjadi dimana saja dan
kapan saja (Bandung, Madura, Banyuwangi, Jember, Bondowoso, Padang,
Makasar; dulu, sekarang, atau akan datang).
Selanjutnya antara sejarah dan ilmu-ilmu
sosial berbeda dalam pendekatan dan persepektif. Jika sejarah
mengunakan perspektif diakronik sedangkan ilmu-ilmu sosial menggunakan
perspektif singkronik. Kajian sejarah juga di identik dengan kronologis
(dalam urutan dan konteks waktu) dan kejadian-kejadian yang penting
bersifat vertikal maka dari itu diperlukan sebuah pendekatan yang
diakronik, sedangkan ilmu-ilmu sosial melihat fenomena
peristiwa-peristiwa yang hampir sama pada tempat-tempat yang lainnya
yang berbeda waktu dan tempatnya sehungga garisnya bisa dikatakan
horisontal, jadi hanya bisa melihat persamaannya tanpa melihat
perbedaannya setipa kejadian-kejadian peristiwa tersebut.
Menurut Sugiyanto dalam bukunya Diktat
Pengantar Ilmu Sejarah bahwa Ilmu sejarah berhubungan erat dengan
ilmu-ilmu sosial, bahkan dewasa ini bahwa sejarah merupakan komponen
dari ilmu sosial. Hal ini tidak terlepas dari obyek sejarah dan memiliki
tiga dimensi sebagai titik beratnya yakni masa lampau, masa kini,dan
msa depan. Sedangkan ilmu –ilmu sosial lainya lebih menitik beratkan
masa kini dan masa depan. Ilmu sejarah juga membutuhkan bantuan ilmu
eksak (seperti ilmu kimia, biologi ) guna menjelaskan usia sumber kono
yang diperoleh juga kerangka manusia, utamanya berhubungan dengan
penulisan. Sejarah kuno guna menguji keaslian sumbernya (1996:14).
Dari beberapa gambaran itulah hubungan
antara ilmu sejarah dengan ilmu-ilmu sosial dimana antara ilmu tersebut
saling membutuhkan disiplin ilmu yang lainnya.
Dilihat Gambaran diatas itulah hubungan
secara umum. Lebih khususnya akan diberikan gambaran pula setiap
masing-masing rumpun ilmu sosial agar mudah dimengerti. Setiap rumpun
ilmu sosial yang dimaksud hubungannya dengan ilmu sejarah, antara lain:
Sejarah dalam prakteknya mempunyai
metode yang tentunya membedakan antara ilmu yang lain. Metode tersebut
antara lain: heuristic, kritik (ekstern dan intern), interpretasi dan
historiografi.
Dalam proses hiuristik ( pengumpulan
sumber sejarah) tentunya ilmu sejarah membutuhkan ilmu Bantu untuk
menghasilkan karya sejarah.
Menurut Von Humbold, ilmu Bantu sejarah antara lain:
a) Phililogi : ialah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki dokumen dokumen bahasa yang bernilai
literature dan kulturil umum dengan latar belakang kebudayaanya.
b) Palaeografi : ialah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki dan menulis tentang macan-macam tulisan
purba. Yang palin berjasa dalam bidang ini adalah Jean F. Campolin
(1822) yang berhasil mengungkapkan rahasis tuliasan Hieroglif, tulisan
Heratik kursif dan tulisan demotic; serta Sir Henri Rawlensen (1847)
yang berhasil membaca Kuneifomn Persia kuna dan babilonia.
c) Ilmu tentang dokumen:
naska-naska tulisan tangan terutama tertuju dalam bahasa diplomatis.
Tentu saja bahasa diplomatis ini sangat berbeda dengan bahasa pergaulan
biasa.
d) Heraldic: ilmu lambing-lambang
pengenalan mula-mula timbul di Eropa dizaman pertengan ketika kaum
bangsawan melengkapi perisai, topeng dan kepala baju besi untuk
berperang dengan tanda-tanda tertentu sebagai tanda pengenal dalam
peperangan. Lambang–lambang ini kemudian digunakan secara turun-temurun
dalam peperangan, juga dikota-kota juga digunakan sebagai lambang dan
logo kota, dan sebagainya.
e) Numismatic : ilmu untuk mengenal berbagai mata uang kuno. Dari bahasa yunani, nomisma artinya: mata uang. Contoh:
ü Mata uang dijaman Belanda
ü Mata uang dijaman Jepang
ü Mata uang Indonesia ( zaman RIS dan mata uang sekarang).
ü Mata uang yang pernah diberlakukan
apada masa kerajaan dan kesultanan Buton, mejadi alat tukar yang tidak
hanya menjadi wilayah Kesultanan buton tapi digunakan oleh para pedagang
yang berhubungan dengan Buton.
Kelima bidang ilmu diatas, adalah ilmu
yang sangat berguna untuk membantu ilmu sejarah, baik saat meneliti
sumber-sumber, kritik sumber maupun pada penulisan laporan akhir
penulisan sejarah.
Selain ilmu Bantu sejarah yang sudah disebutkan diatas, masih ada beberapa ilmu Bantu yang dianggap penting bagi ilmu sejarah.
Menurut Louis Gottchalk dalam bukunya “understanding history” terjemahan Nogroho Notosusanto. Antara lain:
1. epigrafi (klasik): ahli
merestorasi dan megedit teks-teks prasasti kuno yang ditemukan pada
batu nisan monument dan bangunan-bangunan.
2. arkeologi: ilmu kepurbakalaan.
Ahli arkeologi mengali terrain-terrein kuno dan memberikan kepada
sejarawan informasi yang diperoleh dari artefak. Seperti patung,
mouselium, barang pecah belah, bangunan-bangunan dan sebagainya.
3. genealogi: ilmu yang mengongentasi
silsilah atau keturunan berdasarkan hubungan darah, misalnya silsilah
dinasti raja-raja cina atau raja-raja mataram atau majapahit di
Indonesia. Ahli genealogi juga dapat menyusun kamus-kamus genealogi
dan table-tabel genealogi.
4. lexikografi: ahli lexikografi
mempersiapkan kamus dari kata-kata, memberikan asal usulnya dan sejarah
serta contohnya dari pada pemakaiannya yang beraneka ragam. Banyak
pengetahuan sejarah yang menarik akan lenyap jika ahli lexikografi tidak
merekam asal usul banyak kata-kata seperti: bonfire, Chaufinisme,
clima,boycott,lynch, mecamodize dan lain-lain.
5. sigillografi: ahli untuk melakukan
otentikasi dan menanggali materi dan dengan membuat demikian telah
memberikan ujian tambahan bagi otentisitas dokumen bermateri asli.
6. bibliografi: ilmu kepustakaan yang
memberikan informasi mengenai buku-buku dan pengarangnya.
Mengontentikasi incunabula yautu edisi-edisi dan edisi-edisi pertama
dan hal-hal yang jarang didapat, menemukan unsure-unsur tipuan/pemalsuan
dan mengidentifikasi hal-hal yang anonym.
Selain ilmu Bantu diatas, perlu
ditambahkan kembali yang menjadi ilmu Bantu sejarah. Terutama ilmu yang
mempelajari masa manusia sebelum mengenal tulisan disebut ilmu
prasejarah, ilmu Bantu tersebut antara lain:
1) Paleoantropologi:
ilmu yang mempelajari bentuk manusia yang paling sederhana hingga
manusia jaman sekarang. Menurut Teuku Jakub, 1990:65-66) ilmu ini
bertujuan merekontruksi asal-usul manusia, evolusinya, pesebarannya,
lingkungan, cara hidup dan kebudayaannya.
Bagi ilmu sejarah, paleoantropologi
telah memberikan sumbangan apa yang telah dilakukan oleh peneliti
sejarah yaitu E. Debois (1890) menemukan berupa tulang raham didekat
desa Trinil, dipinggil aliran begawan Solo tidak jauh dari Ngawi,
kemudian ditemukan lagi ditempat-tempat lain pada waktu yang tidak sama.
juga peneliti yang bernama G.H.R . Von Koening Swald dan F. Weiden
Reich (1931-1934) menemukan sebelas fosil-fosil tengkorak di Desa
Ngandong dilembah Begawan Solo.
2) Paleontology:
Ilmu yang mengkaji bentuk-bentuk kehidupan purba yang pernah ada dimuka
bumi, terutama fosil-fosil disebut paleontologi. Kajian paleontology
erat sekali dengan geologi,fisika, botani (tumbuh-tumbuhan) zoologi
(ilmu hewan).
Bagi ilmu sejarah, paleontologi
merupakan preode prasejarah dalam arti luas yakni ketika manusia
dianggap belum ada dimuka bumi, bantuannya bagi sejarah ialah kajian
yang dapat menunjukkan secara hipotesis pada lapisan-lapisan geologi
mana tau kira-kira kapan manusia ada didalam evolusi geologi.
3) Geologi : ilmu yang mempelajari tentang lapisan-lapisan tanah.
Zaman prasejarah tidak meninggal bukti
tertulis, tetapi zaman prasejarah hanya meninggalkan benda-benda hasil
kebudayaan manusia. Umur peninggalan budaya tersebut dapat diketahui
apabila dibantu oleh ilmu sebagai berikut:
1. tipologi : ilmu
yang mempelajari cara penentuan umur benda berdasarkan bentuknya. Makin
sederhana Bentuk benda peninggalan tersebut makin tua benda usianya.
2. sratigrafi: ilmu
yang mempelajari cara penentuan umur benda peninggalan berdasarkan
lapisan tanah tempat benda itu ditemukan. Lapisan tanah paling atas
adalah lapisan tanah yang paling mudah, sedangkan tanah yang berada pada
lapisan bawah adalah lapisan yang paling tua.
3. kimiawi : ilmu yang mempelajari cara penentuan umur peninggalan berdasarkan unsur-unsur kimia yang dikandung benda tersebut.
Beberapa gambaran yang menjadi ilmu
bantu sejarah, dibawah ini juga digambarkan beberapa disiplin ilmu
sosial lainnya, antara lain:
a) Ilmu politik
Hubungan antar ilmu politik dengan
sejarah dilukiskan dengan tepat dan jelas oleh seseorang serjana
politik Inggris Sir Robertseeley, dikatakan: ”histori without politikal science has no fruit ; ”politikal sciance without historihas no fruit ”
dengan ucapan ini Seeley telah dapat memperlihatkan adanya hubungan
yang erat dan intrinsik antara hubungan ilmu pengetahuan itu. Namun
tidaklah tepat pendapatnya yang menyatakan bahwa sejarah sebenarnya
adalah politik pada jaman lampau. Sedangkan ilmu politik dewasa ini
adalah sejarah hari kemudian. (”histori is pastpolitic and present politics future histori).diktum Seeley mengakibatkan identifikasi sejarah denga ilmu politik.( dalam karya P Isjwara,SH,1974:74)
b). Ilmu Sosiologi
Sosiologi mempelajari masyakat,yakni
kehidupan manusia dalam kelompok-kelompok, kelompok dengan kelompok,
kelakuannya dengan perkembanganya; semua itu dipelajari dengan tujuan
untuk mencapai pengetahuan sintesisguna dapat memahami seluruh
masyarakat (J H AF Mayor Polak ,1964:10-11 ) ilmu sosiologi dapat
memberikan bantuan pada ilmu sejarah mengenai seluk beluk masyarakat,
apakah itu merupakan suatu tujuan struktural atau sisi lainya.
c). Ilmu Atropologi
Atropologi yaitu ilmu yang mempelajari
tentang manusia, dengan tujuan akademiknya yaitu mencapai pengertian
tentang mahluk manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna ,
bentuk fisiknya, masyarakat ,dan kebudayaanya. Antropologi memberikan
bahan ’prehistori sebagai pangkal bagi tiap penulis sejarah
dari tiap bahasa dunia.kecuali itu, banyak masalah pada historigrafi
dari sejarah suatu bangsa dapat dipecahkan dengan metode-metode
antropologi. Banyak sumber sejarah berupa prasasti,dokumen, naskah
tradisional, dan arsip kon. Sering hanya memberikan peristiwa-peristiwa
sejarah yang terbatas kepada bidang politik saja. Konsep-konsep
kehidupan masyakat yang dikebangkan oleh antropologi dan ilmu sosial
lainnya. Akan memberikan pengertian banyak kepada seorang ahli sejarah
untuk menguasailata belkang peristiwa. Sebaliknya otropolog, juga
memerlukan sejarah. Terutama sejarah suku-suku bangsa yang
didangi.(kuntjaningrat, 1980: 47)
d). Ilmu Arkheologi
Ilmu arkheologi (atau ilmu sejarah
kebudayaan purbakala)pada mulanya meneliti sejarah kebudayaan-kebudayaan
kono dalam zaman purba, seperti kebudayaan yunani dan romawi
klasik,kebudayaan mesir kuno, kebudaan mesopotania kuno dsb.
Temuan-temuan arkeologis ini penting sebagai ilmu bantu sejarah karena
dalam penelitian-penelitian ilmiah yang dilakukan dapat memberikan
informasi tentang dimana, bilamana, bagaimana kebudayaan atau suatu
peradapan yang tinggi. Di Amerika arkeologi merupakan cabang dari ilmu
antropologi tetpi di Eropa arkeologi merupakan bagian dari ilmu sejarah,
meskipun demikian sejarah dapat mengambil manfaat dari padanya.
e). Ilmu Geografi (Khususnya Geografi Kesejarahan)
Dalam karya daldjuni,geografi
kesejarahan jilid 1 dibuktikan: historikal geographi penelahab secara
geografis atas suatu pereode dikatakan bahwa ” historikal geographi is
geographiof the past”. Ilmu geografi penting artinya bagi sejarah, sebab
sejarah tidak lepas dari faktor giografi.
d). Ilmu Pilologi
Filologi berasal dari kata yunani yaitu
dari kata philos dan logos. Philos berarti kawan keinginan untuk
bertutur dan akhirnya menjadi cinta atau bijaksana.; logos berarti kata
kemudian menjadi ilmu. Yang termasuk filologi ialah etimos atau
sesungguhnya, yairtu pengetahuan untuk meneliti asal bahasa dan asal
–usul kata. Filologi adalah ilmu yang mempelajari tentang ilmu
kehidupan bahasa dan kesusastraan suatu bangsa atau rumpun bangsa.
(Hugiono dan PK Poerwantana,1987: 37 ).
f). Ilmu Piagam
Ilmu piagam sering disebut dengan
diplomatik yaitu ilmu yang menylidiki keaslian piagam masa lalu. ilmu
piagam memungkinkan kita untuk membaca ,emnerti,menguji, keaslian
piagam. piagam ialah kesaksian hukum tertilis dalam bentuk yang sesuai
dengan tujuanya tentang hal-hal yang bersifat yuridis. Misalnya prasati
(ibid).
g). Kronologi
Kronologo (ilmu penghitung waktu
)terbagi tiga yaitu ilmu penghitung waktu sejarah,matemtika , dan
teknik. Yang pertama tujuan mendapatkan bahan-bahan tentamng waktu
kejadian sejarah. Kedua:menjabarkan kaidah-kaidah ilmu hitung waktu
teknik menjadi rumusan ilmu teknik. Ketiga: mempelajari pengertian waktu
itu sendiri kemudian membentuk pengetahuan kalender (ibid).
h). Paleografi dan Epigrafi
kajian tentang tulisan-tulisan kuno,
termasuk ilmu membaca, menentukan waktu (tanggal) dan menganalisis
tulisan-tulisan kuno yang ditulis diatas papirus, tembikar, kayu,daun
lontar. informasi yang diberikan oleh tulisan-tulisan kuno tersebut
walaupun singkat informasinya namun dapat menjadi bahan pengetahuan
sejarah dari masa kemasa.
i). Ikonografi
ilmu tentang arca-arca atau patung-patung kuno dari zaman prasejarah dan/atau sejarah.
Ilmu Sejarah, Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora
Seperti yang telah dijelaskan diatas,
menurut Herodutus sebagai “bapak sejarah” malah telah memulai sejarah
tersebut bagian dari sebuah cerita (history-telling) dan sejak itu
sejarah dimasukkan dalam ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora) (Gee, 1990: 37; Ladurie 1981:26-27).
Berdasarkan pendapat diatas memang
semula sejarah dimasukkan dalam humaniora ( Humanities) ilmu-ilmu
kemanusiaan. Dalam perkembangannya sejarah juga dianggap sebagai salah
satu dari ilmu-ilmu sosial. Tanpa harus membedakan antara humaniora dan
ilmu-ilmu sosial, kita juga harus secara proporsinal dapat melihat juga
ada yang menggap sejarah sebagai humaniora dan atau juga mengapa sejarah
juga termasuk salah satu bagian dari ilmu –ilmu sosial. Golongan
pertama melihat sejarah sebagai res gestae (pas event, peristiwa-peristiwa masa lalu) dan historya rerum gestarum
(narrarive about past event, narasi tentang peristiwa masa lalu)
(Topolski, 1976:53-54), golongan kedua melihat sejarah sebagai salah
satu ilmu dalam kelompok sosial Sciences (ilmu-ilmu sosial).
apapaun perbedaanya, kedua-keduanya tetap menempatkan manusia sebagai
objek kajiannya, baik manusia sebagai individu maupun kelompok
masyrakat.
Ilmu humaniora yaitu ilmu yang menitik
beratkan kepada contoh-contoh yang baikdan juga norma yang baik. Yang
diambil dari massa lampau, humaniora banyak membicarakan masalah
pemeliharaan warisan budaya ,yakni pengalaman-pengalaman pikiran:adat
istiadat, sopan santun, agama, lembaga, tokoh-tokoh sastra,seni, musik,
dsb. Guna mendapatkan contoh-contoh yang unik.
Pengetahuan humaniora dapat dicapai
melalui sejarah, karena sejarah membicarakan pula warisan budaya,
pengalaman pikiran, adat istiadat, sopan santun agama, lembaga,
tokoh-tokoh sastra, seni, musik ilmu dan kearifan manusia pada masa
lampau (lihat karya Louis Gottschalk, Nugroho Noto
Susanto,penterjemah,1975:21 ).
Manusia sebagai mahluk sosial,
intelektual dan mahluk budaya, ketiga-tiganya memmandang pada masa
lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Namun ilmu-ilmu sosial
menitik beratkan pada masa kini dan masa yang akan datang, dan bagi
humaniora lebih menitik beratkan pada masa lampau; sedangkan ilmu
sejarah lebih menitik beratkan pada ketiga dimensi waktu, yaitu masa
lampau, masa sekarang (kini) dan masa yang akan datang, namun sedikit
penekanan lagi bagi para historian pada masa lampau dan masa kini, walau
masa yang akan datang tetap menjadi perhatian mereka.
Pada ilmu sosial, lebih mengutamakan
pada masalah sosial yang aada yang kaitannnya dengan nilai-nilai moral
dan pranata-pranata sosial serta hubungan individu dan masyarakat;
sedangkan pada humaniora, banyak membicarakan masalah pemeliharaan
warisan budaya, adat istiadat, lembaga agama.
Kegunaan praktis sejarah sebagai
humaniora dalam pendidikan tidak hanya mempunyai arti besar bagi
pengembangan identitas pribadi para individu-individu, tetapi juga
kesadaran identitas suatu bangsa secara keseluruhan . Bangsa-bangsa
Afrika yang lama dijajah oleh bangsa Barat, misalnya, menggunakan
sejarah sebagai intrumens untuk membangkitkan identitas nasional dan
kebudayaan hitam Afrika ( Tosh, 1985:4). Sejarah Indonesia dengan
sendirinya mengajarkan tentang perjalanan panjang dan sulit suatu bangsa
yang semula bersal dari kelompok etnis dan kebudayaan yang
terpecah-pecah yang akhirnya menujuh integrasi nasional - menjadi suatu
bangsa yang satu, yang mempunyai cita-cita kemajuan, kebudayaan, dan
kemanusiannya
BAB 4
HISTORIOGRAFI
Perkembangan sejarah mempunyai arti yang
dapat membedakan antara kejadian sejarah dan penulisan sejarah. Sejarah
dalam arti objektif adalah kejadian sejarah yang sebenarnya, terjadi
hanya sekali dan dan bersifat unik (History As Actuality). Sebab semua
dari peristiwa sejarah tidak semuanya dapat dikatakan sebagai kejadian
sejarah apabila didalamnya tidak mencakup dari beberapa karakteristik
ilmu sejarah yaitu Partikular, Unique event dan enmalik. Sedangkan
sejarah dalam arti subyektif ialah gambaran atau cerita serta tulisan
tentang suatu kejadian itu, sering disebut juga History as Writen atau
historiografi (Sartono Kartidhirjo, 1968:10)
Menurut Ahmad Adaby Darban
mendifinisikan Historiografi menjadi dua pengertian yaitu dalam arti
luas dan sempit. Historiografi dalam arti sempit ialah perkembangan
penulisan sejarah dalam peradapan dunia. Dengan adanya historiografi,
umat manusia dapat melihat perkembangan dunia, termasuk didalamnya
maslaah peradaban, social, ekonomi, kebudayaan, agama dan sebagainya.
Disamping itu juga dengan adanya historiografi akan dapat menggugah
kreaktifitas manusia untuk mengembangkan peradabannya. Dengan kata lain
bahwa tampa adanya historiografi adanya Pre-retreat atau berada pada
zaman primitive. Historiorafi dalam arti luas ilaha perkembangan
penulisan dalam didalamnya juga memuat Theori dan metodelogi sejarah.
Oleh karena itu bila membicarakan historiografi akan juga menyangkut
masalah teori dan metodeloginya.
Untuk memahami karya historiografi perlu
dipahami sepenuhnya baik pada sifat maupun hakekat lingkungan
kebudayaan serta zaman sejarah itu ditulis. Sebab pada hakekatnya juga
historiografi itu merupakan representasi dari kesadaran sejarawan dalam
zamannya dan lingkungan kebudayaan ditempat sejarawan itu hidup.
(Sartono Kartidhirjo, 1968:10) oleh karena itu, perlu disadari dengan
seksama, bahwa suatu hasil penulisan sejarah atau historiografi itu
senantiasa terpengaruh oleh berbagai hal antara lain lingkungan zaman
dan kebudayaan semasa sejarah itu ditulis.
Pandangan sejarawan terhadap peristiwa
sejarah yang dituangkan dalam penulisannya itu akan dipengaruhi oleh
situasi zaman dan lingkungan kebudayaan dimana sejarawan itu hidup.
Dengan kata lain pandangan sejarawan itu selalu mewakili zaman dan
kebudayaannya. Sejarawan didalam membuat pengertian terhadap fenomena
sejarah. Sejarawan akam menggunakan pandangannya, pandangan yang global
yang berlaku umum pada lingkungan sejarawan itu. Seringkali pandangan
itu juga dihubungkan dengan jiwa zaman sebagai tampak jelas sebagai
pola pikiran atau ideology yang dominant, (Sartono Kartidhirjo,
1983:4). Dengan demikian historiografi itu mewakili jiwa zamannya dan
kehidupan kebudayaan pada zamannya.
Sebenarnya ketika kita mempelajari
historiografi pada hakekatnya kita mempelajari sejarah penulisan
sejarah. Didalamnya terdapat penulisan sejarah , pengaruh zaman dan
lingkungan dan lingkungan kebudayaan pada setiap penulisan sejarah,
perkembangan penggunaan teori dan metodologi sejarah dan seni
pengungkapan serta penyajian sejarah.
BAB 5
PENGARUH ZAMAN DAN KEBUDAYAAN TERHADAP HISTORIOGRAFI
Seperti yang telah dijelaskan sebelunya
bahwa historiografi tersebut itu mewakili jiwa zamannya dan kehidupan
kebudayaan pada zamannya. Pada pembahasan berikut ini akan dijelaskan
secara runtut mengenai gambaran tentang historiografi beserta
tokoh-tokoh historiografi dari zaman kezaman dan dari lingkungan
kebudayaan yang berbeda pula.
4.1 Penulisan Sejarah Pada Zaman Herodutus dan Tuchydides
Pengetahuan sejarah pada masa lampau
manusia berkembang mulai dengan bentuk lisan (tradisi Lisan). Setelah
manusia mengenal tulisan, seperti hieropliph (3000 BC); zaman
BBybles-Thoentela (1900 BC), maka manusia mulai mengnungkapkan
pengetahuannya masa lampaunya mengenai tulisan. Pada awal pengungkapan
masa lampau melalui tulisan inilah masih banyak dipengaruhi oleh
bahasa lisan dan biasanya dalam bentuk syair atau puisi. Namun apabila
dilihat dari dari segi perbedaannya antara tradisi lisan dengan tradisi
tulisan antara lain sebgai berikut: Pada tradisi lisan lebih bersifat
mitos, emosi, romantis, ephos dan Fiction, sedangkan pada tradisi
tulisan mulai berkembang kearah lebih histories, rational, factual dan
istoria.
Munculnya Herodutus sebgai bapak sejarah
tidaklah berdiri sendiri, namun merupakan hasil dari proses perjalanan
penulisan sejarah sebelumnya. Sebelum Herodutus sudah ada beberapa
penulis yang bercorak mendekti sejarah, namun belum dikatakan sebagai
penulisan sejrh yang sebenarnya misalnya Hellanicus dari Lebos dan
hecatoos dari Miletus adalah penulis geneologi dan Dyonysar dari Persia
yang telah menulis syair riwayat Persia.
Herodutus dilahirkan di Hellicarnicus
pada abad ke 5 BC yang merupakan daerah dibawah kekuasaan Athena. Masa
hidupnya digunakan untuk mengembara hingga ke benua Asia dan Afrika
(Herodutus:1965). Ia lama berada di Asia depan dan di Afrika ia lama
tinggal di Mesir. Dari pengembaraannya itu, ternyata mempengaruhi
dirinya untuk memahami kebudayaan–kebudayaan di daerah yang telah
dikunjungi, sehingga hal inilah yang mendorong Herodutus untuk
mempelopori penulisan-penulisan masa lampau dengan bentuk logoraphio yang kemudian lebih dikenal dengan bentuk prosa. Dimulainya penulisan sejarah dengan bentuk logoraphio atau
prosa ternyata dikit demi sedikit dapat membedakan dari tradisi yang
mengandung unsur-unsur mistis berubah mendekati rasional.
Perubahan bentuk penulisan dari bentuk
Syair atau puisi dan unsur-unsur mistis sedikit berubah kedalam bentuk
prosa merupakan jasa besarnya terutama dalam penulisan sejarah yang
merupakan dari pada historiografi. Penulisan sejarah sampai masa kini
sebagai penerus tradisi dari penulisan sejarah yang berbentuk prosa yang
dipelopori oleh bapak sejarawan Herodutus.
Tulisan Herodutus tentang perang Persia
475 SM merupakan karya sejarah yang pertama yang berbentuk prosa. Isi
dari tulisan tersebut pada dasarnya merangkum secara komprehensif yaitu
seluruh aspek aktivitas manusia baik dalam bidang social, kebudayaan,
politik dan sebagainya (Peter Gay and Gerald J. Gavanaugh: 1972).
Kondisi penulisan yang dipaparkannya merupakan realitas dari sejarah
pada zamannya. Herodutus
Masih dipandang sebagai historiografi yang hidup pada masa transisi dari tradisi lisan zaman yunani yang masih mengandung epos dan mitos dengan penulisan sejarah yang menuju kearah rasional .
oleh karena itulah, jika dalam karyanya masih masih terdapat rethoric
tulisannya dengan gaya bahasa lisan dan cerminan mitos didalamnya masih
kuat.
Lain halnya dengan Thucydides merupakan
bapak sejarawan kedua. Dalam penulisannya lebih condong pada sejarah
kontemporer dan obyek penelitiaannya sejaman dengan kehidupannya.
Tulisan yang diangkat sejarah The Peloponnesian War (431-404 SM) sudah
berbentuk logoraphio seperti halnya Herodutus. Tapi yang
membedakannya Thucydides telah menggunakan sejarah kritis yang terbatas
pada kritik sumber dan bahasa yang digunakan adalah bahasa ilmiah,
namun tidak sekomprehensif Herodutus sedangkan Thucydides lebih pada
permasalahan politik dan meliter serta tokoh-tokoh besar saja yang
berkuasa dan berperan pada masa itu. Sehingga dalam penulisannya lebih
condong kearah subyektivitas.
4.2 Penulisan Sejarah Pada Zaman Yunani dan Romawi
Kebudayaan romawi dan yunani mempunyai
perbedaan yang prinsipial namun keduanya mempunya hubungan yang sangat
erat. Yunani mempunyai cirri dan pedagang yang dapat memakmurkan
hidupnya, maka di yunani terdapat kebebasan. Kebebasan di yunani
mendorong adanya kreativitas seni dan kebebasan berfikir untuk
mengembangkan alam pikiran manusiadalam berfilsafat. Oleh karena itu
segala aspek kebudayaan,filsafat,satera, mental dan sejarah. Dapat
berkembang dengan bebas. Hal ini menandakan kebudayaan rokhaniyah lebih
tinggi sebagai ukuran peradaban suatu bangsa.
Peradaban Romawi perkembanganya lain
dengan perkembangan kebudayaan yunani. Romawu lebih mengutamakan fisik
dalam rangka menopang suatu kekuasaan imperium yang besar, dengan
geopolitik yang luas, maka diperlukan perlengkapan, yaitu antara lain :
tata Negara yang baik dan teratur,Militeryang kuat dan mempuni untuk
menjaga stabilitas imperium dan kaidah serta lembaga hokum yang
berwibawa, dan memelihara hubungan yang baik anatar manusia. Imperium
Romawi adalah merupakan kesatuan politik yang mendukung suatu wibawa
system lembaga politik. Keungulan Romawi terletak pada fisik dan
pengorganisasian,siasat,strategi serta taktik, yang kesemuanya itu
menjadi sebuah system politik yang kuat dan efisien.
Walaupun yunani adalah daerah dibawah
kekuasaan romawi, namun orang romawi banyak menggunakan orang yunani
untuk mendidik genarasi mudanya, untuk dipersiapkan menjadi orang
tangguh dikalangan romawi. Maka apabila diukur dari peradapan manusia,
bangsa romawi lebih condong dalam hal phisik, sedangkan yunani lebih
condong dalam hal rukhaniah. Dengan demikian peradaban yunani lebih
unggul dibandingkan dengan Romawi.
Dalam bidang historiografi, yunani lebih
bebas berkarya dalam menentukan teman-temannya.historiografi yunani
antara lain Herodutus dan Tuchidides. Di dalam Historiografi Romawi
banyak dipengaruhi oleh kebudayaan dan system pemerintahan yang
berlaku dizamannya. Pada umumnya historiografi romawi menunjukkan sifat
patriotic (menunjukkan kegemilangan imperium romawi) dan mengandung
imajinasi.
Sejarawan romawi sebagai contoh:
Titus Livius merupakan sejarawan yang
mencerminkan kebudayaannya. Ia seorang meliter dan kemudian
melepaskannya menjadi seorang pengarang khususnya sejarawan. Dalam
penulisannya banyak mengungkapkan kebebasan imperium romawi dan
menggambarkan kehidupan rakyat kecil, kehidupan buruh dan kekejaman para
mandor terhadap para pekerja.
4.3 Penulisan Sejarah pada Abad pertengahan
Abad pertengahan adalah yang bercirikan
agama Kristen. Dimana agama Kristen berhasil menguasai dan mempengaruhi
segala aspek kehidupan. Kehidupan seseorang selalu dibenturkan dengan
tujuan akhir dan segala kehidupan ditentukan oleh Tuhan. Begitu pila
dengan ilmu pengetahuan semuanya banyak diarahkan pada pengetahuan
agama, terutama teologi. Pemikiran filsafat yang berkembang adalah
filsafat Skolastiek yaitu pemikiran filsafat yang dilingkari bingkai
gereja dan untuk alat pembenaran agama.
Semua aktivitas dan segala perkembangan
yang terpengaruh oleh gereja. Maka, keberadaan historiografi juga tidak
luput dari pengaruh kebudayaan dalam kehidupan sejarawan pada waktu
itu. Hal ini tampak dalam menentukan periodosasi yang disesuaikan dengan
kitap injil dan jalannya sejarah secara linear(menuju tujuan akhir
yang bahagia dialam baka). Disamping itu pandangan sejarawan abad
pertengahan menganggap bahwa sejarah itu tidak ditentukan oleh manusia,
tetapi merupakan penyelenggaraan Tuhan.
Historiografi pertengahan yang
digambarkan oleh ST. Augustine (Augustinus 354-430) zaman kehidupan
Augustinus ini diantara peralihan zaman klasik kezaman abad pertengahan.
Dari sini dapat dilihat di dalam penulisan sejarahnya. Disatu piha k
dipengaruhi zaman klasik dan zaman pertengahan.
Pandangan sejarawan yang dikemukakan
oleh Agustinus ialah keselamatan yaitu menganggap bahwa proses sejarah
deakletika pertentangan kejahatan dan kebaikan antara kebenaran dan
kesalahan yang pada akhirnya kenbenrannlah yang menang. Hal ini
digambarkan dalam karya City of God (Civitas Dei).
4.4 Penulisan Sejarah Di Timur Tengah Zaman Ibn Kholdun
Di Asia barat pada abad ke 14-15 muncul
seorang sosiolog dan sejarawan yang telah berhasil menunjukkan beberapa
teori dan metode baru dalam ilmu sejarah. Dalam usahanya ia menggunakan
pendekatan multi dimensional. Ia mengungkapkan ilmu sejarah dengan
pendekatan ilmu sosiologi.
Ibn Kholdum hidup berlatar belakang dari
lingkunagan agama islam, waktu mudanya banyak beragama islam, ilmu
sastra, serta ilmu huklum. Ia juga belajar sejarah pada kakeknya yang
dikenal sebagaiu sejarawan. Jadi kehidupan kebudayaan Timur Tengah dan
islam, banyak mempengaruhiu hasil karya penulisan Ibn Kholdum. Kehidupan
suku-suku di Arab seperti pengelompokan berdasarkan ikatan darah pada
suatu tempat yang kecil dan terbatas. Kemudian berkembang menjadi suku
yang bersifat kebangsaan dan ikatan agama sebagai ikatan antar agama,
menjadi dasar dari pengamatan dan kemudian diangkat menjadi suatu teori
sosilogi dan sejarah perkembangan bangsa-bangsa di timur tengah.
Konsepsi ajaran islam tentang kehidupan manusia yaitu keseimbangan dan
keharmonisan hidup didunia dan akhirat mempengaruhi dalam karya
penulisan Ibn kholdum.
Karya Ibn kholdum yang terkenal ialah
Muqodimah. Dalam karyanya itu tampak beberapa pandangan dan teori yang
dikemukakan Kholdum tentang sejarah dan sosiologi. Didalam bidang
sejarah pangdangan filsafat Ibn Kholdum yaitu bahwa gerak sejarah
berpangkal pada hakekat tuhan. Namun orientasi dari jalannya sejarah
bukan untuk akherat tapi untuk kehidupan duniawi. Oleh karena itu
dengan tegas ia mengatakan bahwa tujuan akhir dari jalannya sejarah
untuk menyadarkan masyarakat agar dapat mencapai kemajuan hidup yang
baik di dunia. Didalam mengamati sejarah mempunyai perhatian yang
khusus dari analisa dari kelanjutan suatu causa. Suatu kelanjutan dari
suatu causa (sebab) itu ialah suatu kehidupan yang timbul, berkembang
dan merosot dan kemudian timbul kembali.
4.5 Penulisan Sejarah Pada Zaman Renaissance
Zaman renaissance termasuk permulaan
abad modern. Cirri-ciri zaman renaissance ialah pertama: kehidupan
manusia dihargai, bahkan menjadi pusat perhatian dalam segala hal
(anthoposentrisme);kedua: mencerminkan kehidupan yang sekuler dan
humanities dan ketiga adanya kebebasan berkreasi, berfikir dan
mengeluarkan pendapat. Dengan demikian, maka renaissance merupakan
perubahan yang menyolok dengan situasi kehidupan di abad pertengahan.
Penulisan sejarah pada zaman renaissance
ternyata juga terpengaruh oleh situasi zaman dan kebudayaan yang
berkembang pada masa itu. Oleh karena itu pandangan sejarah pada masa
itu adalah perubahan dari theosentrisme (abad pertengahan) ke
anthoposentrisme (renaissance) pandangan sejarah zaman renaissance
mengatakan bahwa perjalanan sejarah sanagat ditentukan oleh manusia,
bukan atas peranan Tuhan.
Salah satu contoh dari penulisan sejarah
zaman renaissance ialah karya Machiavelli yang berjudul History of
Florence berjumlah delapan jilid. Di dalam karya itu ia menulis secara
impiris dan pengunkapan kenyataan yang pernah dialami. Digambarkan
adannya konflik kekuasaan bangsawan sendiri, konflik antara bangsawaan
dan rakyat dan kehancuran Italia akibat intervensi asing (Barbar).
Machiavelli berpendapat bahwa fungsi
sejarah sebagai bahan pengajar melalui contoh-contoh yang praktis. Ia
lebih berminat menulis masalah-masalah yang kontemporer, dengan
menggunakan pendekatan politis, memang sebenarnya ia lebih dalam bidang
politiknya.
Di dalam bidang politik, Machiavelli
mempunyai konsep dan pendapat yang banyak dipengaruhi oleh situasi
zamannya juga. Ia ingin membebaskan moral dalam kehidupan politik
dan tujuan lebih penting untuk mendapatkan kekuasaan dari pada
terbelenggu moral. Maka konsep politik ini sering disebut dengan untuk
mencapai tujuan dengan menghalalkan segala cara: hal ini sesungguhnya
gambaran realitas dan machiaveli terdapat situasi politik pada
zamannya, yang sering terjadi konflik perebutan kekuasaan di Italia.
4.6 Penulisan Sejarah Pada Abad 18
Abad ke 18 adalah abad rasionalisme dan
sekuralisme yang ditandai dengan semakin perkembangannya kepercayaan
pada diri manusia sendiri terutama dalam bidang berfikir dan
mementingkan kehidupan duniawi rasionalisme ini nampak jelas , dengan
adanya tuntutan manusia untuk menggunakan logika, berfikir kritis,
skiptis dan realitifis.
Mabillon adalah seorang sejarawan abad
ke 18 yang berhasil menulis karyannya berjudul On Diplomaties. Di
dalam bukunya ini ia mengemukakan dan memperkenalkan kerja penulisan
sejarah dengan menggunakan kritik terhadap sumber sejarah, khususnya
kritik ekstern dalam rangka menentukan autentisitas sumber. Oleh
karena itu Mabillon merupakan seorang yang telah berjasa dalam
memulai menggunakan metode kritis dalam sejarah. Hal ini merupakan
cerminan situasi zaman abad ke 18 yang rasionalis dan kritis.
Studi Mabillon dimulai dengan meneliti
dokumen-dokumen dan surat perjanjian yang ada di St. Muir. Didalam
mengadakan kritik sumber secara ekstern ini menggunakan ukuran: 1). Gaya
penulisan dokumen itu sesuai tidak dengan karakter zaman. 2). Bentuk
dan formal dan serta bahan yang digunakan sesuai tidak dengan karakter
zamannya.3) identitas berupa segel-cap dan tanda tangan sesuai tidak
dengan asli lainnya yang sejaman. Demikianlah jasa mabillon yang
telah memulai dengan menggunakan metode kritis terhadap sumber.
4.7 Penulisan Sejarah Pada Zaman Romantic
Penulisan sejrah pada zaman
romantisisme pada abad ke 19 dipengaruhi pula oleh iklim zamannya. Oleh
karena itu, terlebih dahulu dibicarakan tentang ciri-ciri zaman
romantic.
Pada abad 19 mulai muncul perhatian
kembali terhadap masa lampau eropa pada abad pertengahan. Gerakan para
kaum romantic adalah menaruh perhatian dan berusaha untuk sumber daya
bangsa sendiri.munculnya romantic ditandai oleh adanya hokum adapt di
Jerman .
Adanya romantisme ini kemudian mendorong
adanya penggalian identitas masa lampau dari suatu bangsa yang
dipergunakan untuk membedakan denhgan bangsa lain. Dalam hal ini
melahirkan nasionalisme dan lebih jauh lagi mendorong munculnya sejarah
nasional. Munculnya sejarah nasional hal ini disebabkan setiap bangsa
mempunyai kebutuhan untuk mencari identitas yang khusus dan jasa
perjuangan yang besar sebagai suatu bangsa, agar dapat membedakan
dengan bangsa lainnya. Munculnya sejarah nasional ini ternyata
menambah suatu corak baru dalam bidang historiografi.
Nasional merupakan suatu unit dari
sejarah, yang dapat menyediakan sumber-sumber sejarah dalam suatu
tempat tertentu, sehingga akan mempermudah pula penulisan sejarah
diangkat nasional ini.dengan demikian sejarah nasional merupakan bidang
studi yang perlu dikembangkan.
4.8 Penulisan Sejarah Zaman Ranke
Ranke, seorang
sejarawan yang memberikan reaksi terhadap aliran romantisme. Bila di
dalam zaman romantic penulisan sejarah banyak dihanyutkan oleh
perasaan dan dibumbui oleh komentar serta keindahan. Maka Ranke tampil
mengadakan reaksi menentang romantisme sejarah. Ranke mengemukakan
bahwa perlu dibuangnya bungkus perasaan dalam sejarah, dengan menulis
sejarah sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya.
Didalam menuliskan sejarahj yang
sesungguhnya terjadi, maka perlu adanya metode kritis dalam sejarah.
Bila Mabillon telah mempelopori metode kritik dalam sejarah terhadap
ekstern dari sumber, maka Ranke lebih menyempurnakan lagi dengan
mengadakan kritik intern dalam sejarah. Intinya dalam kritik sumber
sejarah menurut ranke perlu yang namanya kritik ekstern dan kritik
internnya.
Ranke mengemukakan, bahwa untuk mencapai
dalam penulisan sejarah, sebagaimana sesungguhnya terjadi itu,
diperlukan kearah mencatat kebenaran factual. Untuk mencari kebenaran
factual diperlukan metode yaitu metode kritis. Didalam metode sejarah
kritis terdapat langkah-langkah antara lain: kritik ekstern dan intern
terhadap sumber mempunyai sikap kritis, dan menggunakan perbandingan
sumber. Ranke didalam penulisan sejarah berusaha untuk dapat se
obyektif mungkin dan yakin bahwa sejarah dapat ditulis secara obyektif
dan mampu menerangkan yang sebenarnya terjadi. Maka dengan metode kritis
tersebut sejarah dianggap syah sebagai ilmu sejarah.
BAB 6
PERKEMBANGAN HISTORIOGRAFI INDONESIA
Dalam sebuah historiografi yang
dapat disamakan dengan mempelajari sejarahnya penulisan sejarah.seperti
yang telah dipaparkan oleh Adaby Darban pada bab sebelumnya.
Mempelajari sejarah penulisan (Historiografi) berarti bahwa setiap zaman
penulisan sejarah akan berbeda, menurut perspektif seorang sejarawan
pada saat penulisan tersebut. Sehingga dalam sebuah penulisan atau historiografi
terdapat perkembangan penulisan sejarah dengan pengaruh zaman,
lingkungan, kebudayaan pada setiap penulisan sejarah, perkembangan
penggunaan teori dan metodologi dan seni pengungkapan serta penyajian
sejarah.
Historigrafi berkembang dan menurut jiwa zaman seorang sejarawan, menjadikan historiografi diklarifikasikan. Dalam sebuah historiografi Indonesia terutama dibagi atas dua historiografi besar yaitu, historiografi tradisional dan historiografi Indonesia modern. Historiogarafi Indonesia tradisional dipengaruhi oleh jiwa zaman yang banyak mengandung unsur-unsur mitos atau mitologi.Sedangkan dalam historiografi
Indonesia modern unsur tersebut tidak diketahui, namun bila dalam
penulisan masih terdapat mitos, hal itu dapat dikategorikan dalam historiografi Indonesia tradisional.
Untuk memahami historiografi Indonesia,
terlebih dahulu yang harus dipelajari jenis dari historigrafi
Indonesia. Seperti yang dijelaskan diatas, bahwa Penulisan sejarah
(historiografi) di Indonesia umumnya sebuah historiografi Indonesia terutama dibagi atas dua historiografi besar yaitu, historiografi tradisional dan historiografi
Indonesia modern, tetapi juga tidak bisa dilepaskan bahwa sebelum
muncul historiografi Indonesia Modern terdapat sebab-akibat yaitu
diawali masa historiografi kolonial. Jadi dalam perkembangan
historiografi Indonesia digolongkan kedalam tiga tahapan perkembangan
yaitu historiografi tradisional, historiografi kolonial, dan
historiografi modern Indonesia. Dan setiap historiografi tersebut
masing-masing memililiki ciri-ciri yang berbeda dan jenis yang
dihasilkanpun berbeda.
5.1 Historiografi Tradisional
Historiografi tradisional merupakan
penulisan sejarah yang berdasarkan tradisi suatu etnis atau
masyarakat setempat. Tentunya hasil penulisan sejarah yang
ditinggalkan, penulisannya yang digarap secara tradisional (tidak
menggunakan keilmuan analitis dan kritis modern).
Historiografi tradisional adalah tradisi
penulisan sejarah yang berlaku pada masa setelah masyarakat Indonesia
mengenal tulisan, baik pada Zaman Hindu-Budha maupun pada Zaman Islam.
pada abad 4 M sampai abad 17 M.
Perkembangan historiografi di indonesia
dimulai pada zaman kerajaan yang dipelopori oleh empu prapanca yang
menulis kitab Negarakertagama. Pada zaman ini yang menjadi penulis
sejarah adalah para pujangga-pujangga yang bertujuan untuk memuji dan
mengkultuskan Raja sebagai pusat kosmik, dan lebih kepada konsep
Istana-sentris.
Adapun ciri-ciri historiografi tradisional yaitu:
Adapun ciri-ciri historiografi tradisional yaitu:
a. Penulisannya bersifat
istana sentris yaitu berpusat pada keinginan dan kepentingan raja.
Berisi masalah-masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa.
Menyangkut raja dan kehidupan istana.
b. Memiliki subjektifitas
yang tinggi sebab penulis hanya mencatat peristiwa penting di kerajaan
dan permintaan sang raja.
c. Etnosentris, Penulisan
selalu bersifat kedaerahan, Hanya terpaut pada suku bangsa tertentu. Dan
sangaty berpusat pada kedaerahan
d. Bersifat melegitimasi (melegalkan/mensahkan) suatu kekuasaan sehingga seringkali anakronitis (tidak cocok)
e. Supranatural, Dalam hal
ini kekuatan kekuatan gaib yang tidak bias diterima dengan akal sehat
sering terdapat di dalamnya
f. Kebanyakan karya-karya
tersebut kuat dalam genealogi (silsilah) tetapi lemah dalam hal
kronologi dan detil-detil biografis.
g. Pada umumnya tidak disusun
secara ilmiah tetapi sering kali data-datanya bercampur dengan unsur
mitos dan realitas (penuh dengan unsur mitos).
h. Sumber-sumber datanya sulit untuk ditelusuri kembali bahkan terkadang mustahil untuk dibuktikan.
i. Dipengaruhi oleh faktor
budaya masyarakat dimana naskah tersebut ditulis sehingga merupakan
hasil kebudayaan suatu masyarakat.
j. Cenderung menampilkan unsur politik semata untuk menujukkan kejayaan dan kekuasaan sang raja.
k. anonim (umumnya pengarangnya tidak jelas)
l. bentuk dari Historiografi tradisional:
Babad Tanah Jawi, Babad Kraton, Babad Diponegoro, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Silsilah Raja Perak, Hikayat Tanah Hitu, Kronik Banjarmasin, dsb.
Babad Tanah Jawi, Babad Kraton, Babad Diponegoro, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Silsilah Raja Perak, Hikayat Tanah Hitu, Kronik Banjarmasin, dsb.
Ditinjau dari unsur-unsur yang terdapat didalam berbagai historiografi tradisional antara lain:
- genealogi, berfungsi sebagai faktor legitimasi dan awal semua penulisan sejarah tradisional.
- asal usul rajakula yang mistis dan legendaris
- mitodologi melayu polinesia: perkawinan dengan bidaddari atau orang suci
- legenda pembuangan anak
- legenda permulaan kerajaan
dilihat dari segi pemegang peran, tertutup tokoh pemegang peran tersebut juga memiliki pula riwayat yang sama:
- kelahiran diliputi misteri
- sering diketahui ibunya dan bukan ayahnya
- terjadi supernatural pada saat kelahiran
- tokoh yang bersangkutan sejak bayi telah mengeluarkan cahaya dalam perkembangannya dianggap sebagai wahyu atau pulung.
- memiliki karisma atau wibawa yang khas, sehingga mampu menarik pihak lain sebagai berikut.
Historiografi tradisional dapat dibagi menjadi tiga bentuk:
1. Historiografi Tradisional Kuno
Ciri-ciri historiografi tradisional kuno sebgai berikut
a. Merupakan hasil terjemahan
kebudayaan Hindu, misalnya sebagai dampak penyebaran agama hindu budha
dari India yang sampai ke Indonesia berakibat juga dengan munculnya
pengaruh pada hasil-hasil kebudayaan hal ini tampak terlihat adanya
kitab-kitab dari India yang diterjemahkan dalam bahasa setempat
misalnya kitab ramayana dan mahabara. Ramayana merupakan sebuak kitab
yang ditulis oleh walmiki.
b. Bersifat Religiomagis,
karya-karya historiografi didominasi oleh unsur kepercayaan. Hal ini
dimaksudkan dalam rangka penyebaran agama. Contoh historiografinya
adalah Aji saka, bubuksa dan sutasoma.
c. Bersifat karatonsentris.
Karaton dijadikan sebagai pusat segala kegiatan masyarakat. contoh hal
ini terlihat dalam kitab negarakertagama yang isinya menceritakan
kerajaan Singasari pada masa pemerintahan Ken Arok sampai pemerintahan
Hayam Wuruk dari kerajaan Majapahit.
d. Untuk menaikkan martabat kasta brahmana, misalnya terdapat dalam kitab calon arang dan ajisaka.
2. historiografi tradisional tengah
Ciri-ciri historiografi tradisional
misalnya terdapat terdalam Kidung pararaton, sundayana, pamancangan dan
panji. Ciri-ciri kidung antara lain:
- peristiwanya terjadi di luar keraton
- bersifat etnosentris
- bersifat naratif konsepsional
- bersifat nonofficial
3. historiografi tradisional baru
Historiografi tradisional baru biasanya berupa babad, kronik dan hikayat. Ciri-ciri historiografi tradisional baru antara lain:
- unsur-unsur bergaya islam jawa
- bersifat kronologi
- bersifat etnosentris
- bersifat feodalistik
Banyak sejarawan yang awalnya sampai
tahun 1960-an tidak mau menggunakan naskah-naskah tersebut sebagai
sumber atau referensi karya ilmiah. Akan tetapi, pada perkembangannya
karena melalui berbagai penelitian membuktikan bahwa bayak hal yang
ditulis dalam naskah tradisional tersebut dapat terungkap pula dalam
sumber-sumber sejarah yang lain maka mereka mulai menganggap bahwa
naskah/ historiografi tradisional tersebut dapat pula dijadikan sumber
atau acuan sejarah.
Historiografi Kolonial
Ada pada abad 17-abad 20 M.
Historiografi kolonial merupakan historiografi warisan kolonial dan
penulisannya digunakan untuk kepentingan penjajah.
Ciri-cirinya:
Ciri-cirinya:
a. Tujuannya untuk
memperkuat kekuasaan mereka di Indonesia. Jadi disusun untuk membenarkan
penguasaan bangsa mereka terhadap bangsa pribumi (Indonesia). Sehingga
untuk kepentingan tersebut mereka melupakan pertimbangan ilmiah.
b. Selain itu semuanya didominasi untuk tindakan dan politik kolonial.
c. Historiografi
kolonial hanya mengungkapkan mengenai orang-orang Belanda dan peristiwa
di negeri Belanda serta mengagung-agungkan peran orang Belanda sedangkan
orang-orang Indonesia hanya dijadikan sebagai objek.
d. Historiografi kolonial memandang peristiwa menggunakan sudut pandang kolonial. Sifat historiografi kolonial eropasentris.
e. Ditujukan untuk melemahkan semanangat para pejuang atau rakyat Indonesia.
Sumber-sumber historiografi kolonial
berasal dari dokumen-dokumen VOC, Geewoon Archief dan Gehem Achief,
Wilde Vaart; catatan pelayaran orang orang belanda di perairan,
Koloniale Verslagen laporan tahunan pemerintah belanda.
Seperti contohya: Orang Belanda menyebut
”pemberontakan” bagi setiap perlawanan yang dilakukan oleh daerah untuk
melawan kekuasaan Belanda/ kekuasaan asing yang menduduki tanah airnya.
Oleh Belanda itu dianggap sebagai ”perlawanan terhadap kekuasaannya
yang sah sebagai pemilik Indonesia”. Seperti Perlawanan yang dilakukan
oleh Diponegoro, Belanda menganggap itu sebagai ”Pemberontakan
Diponegoro”.
Telah ada upaya untuk melakukan kritik terhadap beberapa tulisan orang Belanda seperti tulisan Geschiedenis van Nederlandsche-Indie
(Sejarah Hindia Belanda) oleh Stapel yang dikritik J.C van Leur. Salah
satu ungkapannya”jangan melihat kehidupan masyarakat hanya dari atas
geladak kapal saja”, artinya jangan menuliskan masyarakat Hindia hanya
dari sudut penguasa saja dengan mengabaikan sumber-sumber pribumi
sehingga peranan pribumi tidak nampak sementara yang ada hanyalah
aktivitas bangsa Belanda di Hindia
Tetapi justru pendapat Stapel yang tenar
di kalangan masyarakat Indonesia, salah satu pendapatnya yang masih
dipercaya dan melekat dalam benak sebagian besar masyarakat Indonesia
adalah bahwa bangsa Indonesia telah dijajah Belanda selama 350 tahun
(1595-1545). Hal ini berarti bahwa bangsa Indonesia dijajah sejak tahun
1595 sewaktu Cornelis de Houtman berangkat dari negeri Belanda untuk
mencari pulau penghasil rempah-rempah di dunia Timur. Dia sampai di
Indonesia tahun 1596. Indonesia masih mengalami kekuasaan VOC
(1602-1619), Inggris (1811-1816), Van den Bosh (1816-1830), Penghapusan
Tanam Paksa(1830-1870), Liberalisme (1870-1900), Politik Etis
(1900-1922), Sistem Administrasi Belanda (1922-1942), Jepang
(1942-1945).
Historiografi kolonial ini bersamaan
dengan berakhirnya historiografi tradisional. Karena pada saat itu
Indonesia sedang sedang di kuasai oleh kolonialis Belanda. Pada saat
Indonesia dibawah pemerintahan kolonial, penulisan sejarah digunakan
untuk kepentingan penjajah. Sejarah yang ditulis pada saat itu tentang
peristiwa dinegeri Belanda dan Indonesia disini hanya sebagai
bagaian dari ekspansi bangsa Belanda. Jadi orang belanda yang
ditonjolkan sehingga penulisannya pun menggunakan
eropasentris/nerlandosentris.
Bagi para sejarawan Indonesia,
pengetahuan tentang bahasa Belanda dan sumber-sumber Belanda mutlak
diperlukan. Hampir semua dokumen resmi dan sebagian besar memoar pribadi
serta gambaran mengenai negeri ini, yang muncul selama lima puluh tahun
terakhir, tertulis dalam bahasa tersebut. Tanpa itu, penelitian
mengenai aspek mana pun dari sejarah Indonesia mustahil dilakukan. Namun
dilihat sepintas lalu, sebagian besar sumber-sumber Belanda mungkin
tampak tidak penting kaitannya dengan sejarah Indonesia. Seorang
sejarawan Indonesia berhak bertanya: apa peduliku pada berita-berita
yang dicatat oleh suatu bangsa lain selain bangsa Indonesia?
Laporan-laporan resmi Belanda pasti melukiskan kehidupan serta tindakan
orang Belanda, dan bukan orang Indonesia. Laporan itu ditulis dengan
sudut pandang Eropa, bukan Asia.
Semua itu merupakan keberatan yang
meyakinkan, namun jawabannya dapat ditemukan. Pertama-tama, seluruh
sumber Belanda saja, yang bersifat naskah dalam tulisan tangan maupun
cetakan harus ditekankan artinya. Berjilid-jilid buku bersampul kulit
dari berita-berita VOC yang dijajarkan dalam almari arsip negara di den
haag saja sudah berjumlah lebih dari dua belas ribu buah. Berita-berita
dari pengganti kompeni, yaitu pemerintah Hindia-Belanda—sebagian dari
antaranya sudah berjilid, sebagian lainnya masih dalam berkas-berkasnya
yang asli—sepuluh kali lebih banyak dari jumlah itu. Tentu sangat ganjil
bila himpunan yang begitu banyak tidak mengandung penjelasan tentang
sekurang-kurangnya beberapa hal yang bersifat non-eropa.
Kedua, para pegawai Belanda di Indonesia
sejak masa yang paling awal, mempunyai banyak kepentingan dan tanggung
jawab di luar kegiatan-kegiatan perdagangan dan tata usaha sehari-hari.
Pada abad ke-17, ketika ketidaktahuan Eropa tentang asia, para pegawai
VOC harus menyiapkan laporan-laporan yang teliti mengenai keadaan di
Indonesia, bagi para tuannya di Belanda dengan sedikit gambaran tentang
keadaan Indonesia, sehingga keputusan yang diambil di Belanda mempunyai
dasar yang lebih kokoh daripada dugaan semata.
Kemudian, ketika pemerintah Hindia
Belanda memerintah di seluruh Indonesia, para pegawainya diharuskan
memberikan laporan tentang seluruh negeri dan setiap rincian tentang
hukum dan kebiasaan setempat yang menarik perhatiannya. Sekali lagi,
tujuannya adalah agar kebijakan pemerintah dapat disesuaikan dengan
tuntutan tampat dan waktu. Umumnya tugas itu dilaksanakan secara lebih
cakap oleh para pegawai Belanda di timur daripada para pegawai kolonial
mana pun.
Sampai kini, kita hanya mampu meninjau
sumber-sumber untuk sejarah Indonesia sebagaimana yang sampai kepada
kita dari zaman kompeni Hindia Timur Belanda. Pada akhir abad ke-18
kompeni mundur dengan cepat. Kompeni tidak berhasil mengatasi
pukulan-pukulan di bidang keuangan yang dideritanya selama perang
Inggris-Belanda pada tahun 1780-1784. Pada tahun 1796 para direkturnya
terpaksa menyerahkan kekuasaan mereka kepada sebuah panitia yang
dibentuk oleh kaum revolusioner pro-Perancis, yang telah merebut
kekuasaan di negeri Belanda pada tahun sebelum itu, dan pada tanggal 31
desember 1799 kompeni dibubarkan.
Dalam jangka waktu enam belas tahun
setelah itu, bangsa Perancis dan Inggris menguasai harta milik Belanda
di Indonesia. Sampai tahun 1811 bangsa Belanda secara nominal masih
memerintah Indonesia, tetapi penguasa yang sebenarnya dari kepulauan
Hindia dan juga negeri Belanda sendiri adalah Napoleon. Pada bulan
september tahun 1811, jawa jatuh ke tangan Inggris sampai tahun 1816,
dimana seluruh bekas milik Belanda di kepulauan tersebut dikembalikan
kepada Belanda, sesuai dengan konvensi London. ”Pemerintah Hindia
Belanda” dilantik di Batavia pada 19 Agustus 1816, dan tetap memegang
kekuasaan Belanda di Indonesia sampai saat mereka diusir Jepang pada
tahun 1942.
Pemerintah baru itu membawa ke Indonesia
suatu jenis tata pemerintahan yang lain dari semua jenis tata
pemerintahan yang pernah ada di negeri ini sebelumnya. Kompeni Hindia
Timur merupakan perusahaan dagang yang mengejar laba, yang hanya
memikirkan transaksi jual beli dengan mengesampingkan apa saja. Kompeni
tidak memiliki misi budaya, tidak berhasrat melakukan campur tangan
dalam tata cara hidup rakyat yang diajak berniaga.
Sumber-sumber non-pemerintah memiliki
keadaan yang sama. Sejak abad ke-17 dan ke-18, hanya sedikit bahan yang
selamat, kecuali dokumen-dokumen kompeni Hindia Timur, karena kompeni
adalah satu-satunya organisasi Belanda yang aktif di wilayah itu. Tetapi
pada abad ke-19 dan abad ke-20 muncul semua jenis badan hukum
non-pemerintah: perusahaan dagang, serikat buruh, partai politik, bank,
perusahaan asuransi, maskapai pelayaran, perusahaan tambang, kantor
impor dan ekspor, sekolah, perkumpulan missionaris, dan sebagainya.
Bagian terbesar diantaranya adalah organisasi orang Belanda, atau
setidaknya yang menggunakan bahasa Belanda. Semuanya mempunyai hubungan
erat dengan hal ihwal Indonesia, dan laporan-laporan mereka harus
dianggap sebagai bahan-bahan sumber Belanda asli untuk sejarah
Indonesia.
A. Manuskrip
Arsip-arsip bekas Kementrian Urusan
Jajahan terbagi atas dua seksi utama: arsip kementrian itu sendiri dan
salinan terjemahan-terjemahan pemerintah Hindia Belanda yang dikirimkan
ke negeri Belanda dari Batavia.
1) Berita-berita kementrian urusan daerah jajahan. Seri yang terkenal dengan nama Gewoon Archief (arsip
biasa) ini, meliputi surat-surat yang keluar dan masuk sehari-hari dari
kementrian ini tentang semua masalah yang ada pada waktu itu tidak
dianggap bersifat rahasia. Berkas sejumlah 1906 buah yang meliputi
jangka waktu 1814-1849 ditempatkan di dalam gudang utama di Bleijenburg,
Den Haag. Yang lebih penting bagi para sejarawan Indonesia ialah Geheim Archief
(arsip rahasia). Pada abad ke-19 banyak masalah yang digolongkan
rahasia, yang sekarang dalam keadaan yang sama tidak akan dimasukan ke
dalam jenis itu. Karena itu, Geheim Archief lebih kaya dalam
segi penjelasan umum dibandingkan dengan yang mungkin terbayang melalui
namanya. Antara lain terkandung di dalamnya pembahasan mengenai
rancangan kebijakan, pernyataan pendapat mengenai tindakan pemerintah
pada masa lampau, dan uraian tentang perundingan dengan negara dan orang
asing. Memang rupanya segala sesuatu yang seandainya diumumkan akan
dapat menyulitkan pemerintah, telah dimasukan ke dalam Geheim Archief dan bukannya Gewoon Archief.
Tentu saja hal itu menyebabkan orang menduga bahwa yang tersebut
pertama lebih dapat diandalkan karena merupakan sumber yang lebih bebas
pengungkapannya.
Berkas-berkas lain dari kementrian urusan jajahan yang bertalian dengan sejarah Indonesia mencakup Kabinetsarchief,
yang memuat keterangan mengenai transaksi dan keputusan pribadi para
menteri urusan jajahan yang silih berganti, maupun sekitar tiga puluh
kumpulan dokumen rahasia yang diserahkan kepada arsip negara oleh para
pejabat yang bertugas di bawah pemerintah Hindia Belanda atau oleh anak
cucu mereka.
2) Berkas-berkas pemerintahan
Hindia Belanda. ”Dekrit Hindia Timur” di mana termuat
transaksi-transaksi pemerintahan Hindia Belanda, terbagi ke dalam empat
sub-judul. Pertama, dibagi menjadi dekrit ”biasa” dan dekrit ”rahasia”;
kedua, dibagi menjadi Dekrit Gubernur Jenderal dalam kedudukannya di
dewan (”in rade”) dan Dekrit Gubernur-Jenderal yang bertindak dalam
kedudukannya sendiri (”buiten rade”). Dengan Regeeringsreglement
tahun 1836, dewan Hindia (”raad van indie”) dilucuti fungsi
eksekutifnya dan menjadi badan penasihat saja. Karenanya, sejak itu
semua dekrit dikeluarkan oleh gubernur jenderal sendiri. Tetapi, sebelum
tahun 1836 Gubernur Jenderal diberi kuasa untuk mengambil keputusan
atas tanggung jawabnya sendiri dalam beberapa hal, tetapi tidak dalam
semua hal. Karena itu dekrit-dekrit yang muncul sampai tahun 1836 keluar
di bawah dua sub-judul: ”in rade” dan ”buiten rade”.
Berikut ini adalah daftar dari pelbagai Koleksi Dekrit Hindia Timur sebagaimana yang terbagi-bagi di dalam arsip negara:
1. Dekrit Gubernur Jenderal Hindia Belanda Bersama Dewan, 1819- 1836
2. Dekrit Rahasia Gubernur Jenderal Hindia Belanda Bersama Dewan, 1819- 1834
3. Dekrit Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Bertindak Sendiri, 1814- 1849
4. Dekrit Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Dekrit Hindia Timur), 1830- 1932
5. Dekrit Rahasia Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Bertindak Sendiri 1819- 1836.
B. Terbitan Resmi
Laporan tahunan pemerintah Hindia Belanda kepada Majelis Perwakilan Tinggi dikenal dengan nama Verslagen, terbit sebagai pelengkap bagi Staatscourant
(diterbitkan di Belanda) sejak tahun 1851/2 dan seterusnya. Fakta dan
angka resmi serta rincian undang-undang, ordonasi dan peraturan
pemerintah yang dapat diterapkan di Indonesia, dapat diperoleh dari Almanak
van Nederlandsch-Indie dan Staatsblad van Nederlandsch-Indie, Bijblad
op het Staatsblad van Nederlandsch-Indie serta Javasche Courant.
Pengumuman tentang kebijakan pemerintah, dan banyak informasi kecil lainnya, dapat ditemukan dalam Handelingen der 1e en 2e Kamer der Staten-Generaal (Laporan Tentang Perdebatan Parlemen). Handelingen van den Volksraad, (Transaksi-Transaksi Dewan Rakyat), diterbitkan sejak tahun 1918 dan seterusnya, yakni tahun pelantikan Volksraad
atau parlemen Hindia Belanda. Banyak bahan untuk sejarah hukum, sejarah
sosial dan sejarah ekonomi dapat juga ditemukan dalam laporan tahunan
pelbagai kementerian pemerintah Hindia Belanda.
C. Sarana Bantu Penelitian
Akhirnya dapat disebutkan dua terbitan
yang bersama-sama memberi uraian yang boleh dikatakan lengkap tentang
sumber-sumber tercetak mengenai sejarah Indonesia yang ada dalam bahasa
Belanda. Keduanya mendaftar bahan sekunder maupun primer, tetapi
referensi yang diberikan cukup terinci sehingga pada umumnya
memungkinkan kita untuk membedakan yang satu dari yang lainnya.
Yang pertama adalah Catalogus der
Koloniale Bibliotheek van het Koninklijk Instituut voor de Taal-, Land-
en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie en het Indisch Genootschap (4
jilid, 1908-1937). Dalam katalog ini disebut hampir seluruh terbitan
sejarah tentang jajahan Belanda yang muncul sampai tahun 1935. karena
itu katalog ini dapat dianggap sebagai bibliografi sejarah Indonesia
yang hampir lengkap yang ditulis sampai tahun itu.
Alat bantu penelitian tambahan yang bernilai adalah J.C Hooykaas dan lain-lain, ed., Repertorium op de Koloniale Litteratuur (11 jilid, 1877-1935). Karya ini merupakan catalogue raisonne
dari semua artikel dalam berbagai majalah, jurnal, dan transaksi
perkumpulan-perkumpulan ilmiah yang berkenaan dengan wilayah Belanda di
seberang lautan, dan diterbitkan dalam wilayah itu atau di negeri
Belanda antara tahun 1595-1932. Kepustakaan majalah Belanda memuat
bahan-bahan rujukan asli secara melimpah ruah. Dalam majalah ilmiah yang
daftar namanya terdapat di dalam repertorium, terdapat banyak
terjemahan kronik Indonesia, berbagai kumpulan dokumen, dan laporan
serta notulen asli dari banyak konperensi dan komisi penyelidik
pemerintah.
Dalam historiografi kolonial ini
memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan historiografi
pada periode yang lainnya. Historiografi kolonial ditulis oleh sejarawan
atau orang-orang pemerintah kolonial yang intinya bahwa yang membuat
adalah orang barat. Pembuatan historiografi ini dimaksudkan untuk
dijadikan sebagai bahan laporan pada pemerintah kerajaan Belanda,
sebagai bahan evaluasi menentukan kebijakan pada daerah kolonial.
Oleh karena motivasinya adalah sebagai
bahan laporan maka yang ditulisnya pun adalah sejarah dan perkembangan
orang-orang asing di daerah kolonial khususnya Indonesia. Sangat sedikit
hasil historiografi kolonial yang menceritakan tentang kondisi rakyat
jajahan, atau bahkan mungkin tidak ada. Toh, kalau pun
tercatat, orang pribumi itu sangat dekat hubungannya dengan orang asing
dan yang telah berjasa pada pemerintah kolonial.
Selain itu, ciri dari historiografi
kolonial masa Hindia Belanda adalah memiliki sifat Europa-Centrisme atau
yang lebih fokusnya adalah Neerlando-Centrsime. Boleh dikatakan bahwa
sifat ini memusatkan perhatiannya kepada sejarah bangsa Belanda dalam
perantauannya, baik dalam pelayarannya maupun permukimannya di benua
lain. Jadi yang primer ialah riwayat perantauan atau kolonisasi bangsa
Belanda, sedangkan peristiwa-peristiwa sekitar bangsa Indonesia sendiri
menjadi sekunder.
Historiografi Nasional/ Modern
Menjelang kemerdekaan Indonesia pada
masa kemerdekaan telah muncul karya karya yang berisi perlawanan
terhadap pemerintah colonial yang di lakukan oleh pahlawan nasional,
Secara umum tulisan ini merupakan ekspresi dan semangat nasionalistis
yang berkobar kobar. Periode ini disebut sebagai periode post Revolusi
atau Historiografi pada masa Pasaca Proklamasi. Tokoh tokoh nasional
menjadi symbol kenasionalan dan memberi identitas bagi bangsa Indonesia,
Jenis sejarah semacam ini perlu di hargai sebagai fungsi sosiopolitik,
yaitu membangkitkan semangat nasional
Penulisan sejarah pada masa pasca
kemerdekaan didominasi oleh penulisan mengenai peristiwa-peristiwa yang
masih hangat waktu itu, yaitu mengenai perjuangan bangsa Indonesia dalam
memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Pada masa ini penulisan
sejarah meliputi beberapa peristiwa penting, misalnya proklamasi
kemerdekaan Indonesia dan pembentukan pemerintahan Republik Indonesia.
Kejadian-kejadian sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia yang meliputi
sebab-sebab serta akibatnya bagi bangsa ini merupakan sorotan utama
para penulis sejarah.
Pada masa ini mulai muncul lagi
penulisan sejarah yang Indonesia sentris yang artinya penulisan sejarah
yang mengutamakan atau mempunyai sudut pandang dari Indonesia sendiri.
Pada masa sebelumnya yaitu masa colonial, penulisan sejarah sangat Eropa
sentris karena yang melakukan penulisan tersebut adalah orang-orang
eropa yang mempunyai sudut pandang bahwa orang eropa merupakan yang
paling baik. Pada masa kemerdekaan ini penulisan sejarah telah
dilakukan oleh bangsa sendiri yang mengenal baik akan keadaan Negara
ini, jadi dapat dipastikan bahwa isi dari penulisan tersebut dapat
dipercaya. Penulisan sejarah yang Indonesia sentris memang sudah dimulai
jauh pada masa kerajaan-kerajaan, tetapi kemudian ketika bangsa barat
masuk ke Indonesia maka era penulisan sejarah yang Indonesia sentris
mulai meredup dan digantikan oleh historiografi yang eropa sentris.
Ada pada abad 20 M sampai dengan
sekarang. Setelah kemerdekaan bangsa Indonesia maka masalah sejarah
nasional mendapat perhatian yang relatif besar terutama untuk
kepentingan pembelajaran di sekolah sekaligus untuk sarana pewarisan
nilai-nilai perjuangan serta jati diri bangsa Indonesia.
Ditandai dengan:
Ditandai dengan:
1. Mulai muncul gerakan
Indonesianisasi dalam berbagai bidang sehingga istilah-istilah asing
khususnya istilah Belanda mulai diindonesiakan selain itu buku-buku
berbahasa Belanda sebagian mulai diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia.
2. Mulai Penulisan
sejarah Indonesia yang berdasarkan pada kepentingan dan kebutuhan bangsa
dan negara Indonesia dengan sudut pandang nasional.
3. Orang-orang dan
bangsa Indonesialah yang menjadi subjek/pembuat sejarah, mereka tidak
lagi hanya sebagai objek seperti pada historiografi kolonial.
4. Penulisan buku sejarah Indonesia yang baru awalnya hanya sekedar menukar posisi antara tokoh Belanda dan tokoh Indonesia.
Jika awalnya tokoh Belanda sebagai
pahlawan sementara orang pribumi sebagai penjahat, maka dengan adanya
Indonesianisasi maka kedudukannya terbalik dimana orang Indonesia
sebagai pahlawan dan orang Belanda sebagai penjahat tetapi alur
ceritanya tetap sama.
Keadaaan yang demikian membuat para
sejarawan dan pengamat sejarah terdorong untuk mengadakan ”Kongres
Sejarah Nasional” yang pertama yaitu pada tahun 1957. Tahun ini
dianggap sebagai titik tolah kesadaran sejarah baru, ( Jurnal of
Southheast Asian History, Vol. VI, No.1 1965). Sementara itu, kurun
historigrafi tradisional dianggap berakhir dengan tulisannya buku
Cristische Bescchouwing van de sadjarah van Banten oleh Hoesein
Djajadiningrat pada tahun 1913 (Djajadiningrat, 1913). Buku itu dengan
cara kritis mengkaji tradisi penulisan babad dalam khasana sastra.
Historiografi Indonesia barulah untuk pertama kalinya muncul dalam
seminar sejarah nasional pertama. Agenda dari seminar itu meliputi
filksafat nasional, periodisasi sejarah Indonesia dan pendidikan
sejarah. Dari sinilah dimulainya nasionalisasi atau untuk menggunakan
istilah saat ini pribuminisasi historiografi Indonesia, (Kuntowijoyo,
2003).
Pada tahun 1970, terjadi perdebatan
dikalangan sejarawan pada khususnya yaitu tentang bagaimana meletakkan
tekanan pada peranan sejrah orang Indonesia dalam sejarah nasional.
Alasan ini tidak lain karena semua kepustakaan sejarah lebih condong
pada peranan orang-orang Eropa (historiografi kolonial) dan melihat
sejarah Indonesia sebagai sejarah ekspansi Eropa di Indonesia . jadi
pada tahun inilah terjadi banyak perubahan pada tahun-tahun setelah 1970
tidak saja dalam arti pemikiran bagaimana sejarah seharusnya ditulis.
Oleh karena itu penulisan sejarah yang seharusnya adalah:
1. Sebuah penulisan
yang tidak sekedar mengubah pendekatan dari eropasentris menjadi
indonesiasentris, tetapi juga menampilkan hal-hal baru yang sebelumnya
belum sempat terungkap.
2. Penulisan sejarah
dengan cara yang konvensional (yang hanya mengandalkan naskah sebagai
sumber sejarah) yang bersifat naratif, deskriptif, kedaerahan, serta
tema-tema politik dan penguasa diganti dengan cara penulisan sejarah
yang kritis (struktural analitis)
3. Menggunakan pendekatan multidimensional.
Caranya yaitu dengan menggunakan teori-teori ilmu sosial untuk menjelaskan kejadiaan sejarah sesuai dengan dimensinya dengan menggunakan sumber-sumber yang lebih beragam daripada masa sebelumnya.
Caranya yaitu dengan menggunakan teori-teori ilmu sosial untuk menjelaskan kejadiaan sejarah sesuai dengan dimensinya dengan menggunakan sumber-sumber yang lebih beragam daripada masa sebelumnya.
4. Mengungkapkan
dinamika masyarakat Indonesia dari berbagai aspek kehidupan yang
kemudian dapat dijadikan bahan kajian untuk memperkaya penulisan sejarah
Indonesia.
Jadi jika kita telusuri usaha penulisan sejarah nasional Indonesia telah menempuh berbagai jalan antaranya:
1) Adanya keinginan untuk
menuliskan sejarah Indonesia yang nasionalistik sebagaimana dicanangkan
dalam seminar sejarah nasional I di yogyakarta pada tahun 1957.
keinginan tersebut telah banyak melahirkan buku-buku pelajaran sejarah
Indonesia yang sesuai dengan cita-cita kemerdekaan dan nasionalisme.
Bersamaan dengan kecendrungan kearah
dekolonisasi dalam penulisan sejarah Indonesia itu, dikalangan
penulis-penulis sejrah tentang Indonesia timbul gagasan untuk berpindah
dari penulisan sejarah yang Europe-centric ke sejarah yang asia-
centric.
2) Keinginan untuk adanya suatu
sejarah Indonesia yang ilmiah seperti dinyatakan dalam seminar Sejarah
Nasional II di yogyakarta pada tahun 1970. Pada seminar Sejarah Nasional
II di yogyakarta pada tahun 1970, Dr. Sartono Kartodirdjo memberikan
pendapat tentang ciri-ciri historiografi Nasional yaitu pertama, mampu
memperhatikan berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Kedua,
menggunakan pendekatan dari berbagai ilmu (multidimensional approach),
ketiga menerapkan sejarah analitis dan ke empat, tidak mengabaikan
sejarah lokal.
keinginan tersebut telah memperluas
ruang lingkup penulisan sejarah dengan masuknya pendekatan-pendekatan
baru. Sekalipun gema dari seruan sejarah ilmiah itu kebanyakan masih
terbatas pada penulisan-penulisan skripsi dan tesis
diperguruan-perguruan tinggi. Kiranya kesadaran baru tentang penulisan
sejarah sudah mendapatkan momentumnya.
Masih dalam dekade tahun 1970-1n ada
usaha untuk menyelenggarakan suatu program sejarah lisan yang dikelolah
oleh arsip nasional bekerjasama dengan para sejarawan dan perguruan
tinggi. Hasil dari usaha terakhir ini sudah tampak sekalipun belum
banyak benar.
Usaha yang ditempuh oleh sejarawan dalam
menuliskan sejarah nasional Indonesia terdiri dari 6 jilid, dimana
pembagian sejarah Nasional tersebut menampilkan beberapa periodisasi
antara lain:
a. Jilid I tentang zaman prasejarah Indonesia
b. Jilid II tentang zaman kuno (awal M-1500M)
c. Jilid III tentang zaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia (±1500-1800).
d. Jilid IV tentang abad ke sembilan belas (±1800-1900)
e. Jilid V tentang zaman kebangkitan nasional dan masa akhir Hindia Belanda (±1900-1942).
f. Jilid VI tentang zaman Jepang dan zaman Republik Indonesia (±1942-1984).
3) Perkembangan selanjutnya adalah
penyelenggaraan seminar sejarah Nasional III di jakarta (1981), pada
saat itu sejarawan Indonesia sudah sadar perlunya teori dan metodologi
dalam penulisan. Arah penulisannya berdasarkan pendekatan ilmu-ilmu
sosial. Selanjutnya pada seminar sejarah nasional Indonesia IV (1985) di
yogyakarta diputuskan bahwa pada penulisan sejarah Indonesia di lakukan
berdasarkan periode dan tema. Sebagai contoh, periode revolusi dan
periode kemerdekaan dengan tema sejarah lokal dan sejarah sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar