Sinopsis novel
Atheis
Oleh Achdiat K.
Mihardja
Atheis
menceritakan kehidupan seseorang bernama Hasan. Hasan dibesarkan ditengah
keluarga yang menganut tarekat. Setelah dewasa, Hasan mengikuti tarekat seperti
yang diamalkan oleh kedua orang tuanya. Meski sesungguhnya keterlibatannya
dalam tarekat itu sebagai kompensasi dari kekecewaannya karena harus kehilangan
kekasihnya, Rukmini. Namun, sejak ia menganut ilmu mistik makin rajinlah ia
beribadah.
Bahkan
amalan-amalan mistik yang berat pun ia jalankan, seperti berpuasa sampai tujuh hari tujuh malam lamanya, mandi di kali
Cikapundung sampai empat puluh kali selama satu malam dari sembahyang isya
sampai subuh, mengunci diri dalam kamar tiga hari tiga malam lamanya, dengan
tidak makan, tidak tidur, tidak bercakap-cakap sama orang lain (halaman
24). Dengan menjalankan amalan-amalan tarekat tersebut, Hasan merasa seolah-olah sudah menjadi
seorang-orang yang sudah sempurna dalam hal berbati kepada Tuhan (halaman
23). Oleh karena itu, Hasan merasa, ‘perasaan
sempurna” itu membikin aku brangan-angan ingin menginsafkan orang lain akan
kebaikab dan kebenaran ilmu tarekat yang kupeluk itu”. (halaman 23.)
Suatu
hari, Hasan bertemu dengan Rusli teman kecilnya di kantor Jawatan Air. Rusli
memperkenalkan Hasan pada seseorang wanita yang bersamanya, Kartini. Hasan
seolah menemuikan sosok Rukmini pada diri Kartini. Ia jatuh cinta pada bekas
istri rentenir tua keturunan Arab itu.
Kehidupan
Rusli dan Kartini yang demikian bebas, membuat Hasan bertekat untuk menyadarkan
mereka. Namun, menghadapi Rusli yang pemikirannya rasional dan tahu banyak
mengenai materialisme, tekad Hasan jadi porak-poranda. Hasan yang dibesarkan
dilingkungan mistisme, terbiasa melakukan amalan-amalan yang tidak logis, tak
berdaya berhadapan dengan seorang matrealis seperti Rusli yang berpegang pada
paham Nietzshe, “Ah, mengapa Saudara
berkata begitu? Itu pikiran kolot. Tuhan tidak ada, Saudara!” (halaman 67).
Hasan
tidak mampu membantan argumentasi-argumentasi yang dikemukakan oleh Rusli.
Bahkan, Rusli malah balik mengkhotbahi dirinya. Sejak kecil Hasan terbiasa
mendapatkan pelajaran agama melalui dogma dan dongeng-dongeng mengenai surga
dan neraka. Setelah besar pun ia menerima saja perintah gurunya untuk melakukan
amalan-amalan mistis yang tentu saja tak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad
SAW. Oleh sebab itu, keyakinan agamanya tidak didasari argumentasi-argumentasi
yang kuat dari Al-Quran dan As-Sunnah.
Akibatnya,
keyakinan seperti rumah laba-laba, rapuh dan mudah hancur. Perdebatan dengan
Rusli berdampak pada keyakinannya. Pikiranya diganggu oleh perkataan-perkataan
Rusli. Mendenging-denging lagi suara
Rusli yang mengatakan bahwa kita, harus pandai meneropong soal-soal hidup
dengan pikiran yang bebas lepas, dengan pikiran dan penglihatan yang tak boleh
dipikin kabur oleh fanatisme dan dogma. (halaman 74).
Perkataan-perkataan
Rusli itu menjelma jadi badai di kepalanya. Pertemuannya dengan Anwar
mengatakan, “Tuhan itu adalah aku
sendiri...”(halaman 108), kian menghadirkan pergulatan pemikiran di
pikirannya. Kehadirannya dalam pertemuan dengan Bung Parta yang memiliki
pemikiran, “Tekniklah tuhan kita.”(halaman
120) di rumah Rusli, makin menghancurkan sendi-sendi keimanannya.
Suatu
ketika ia pulang ke rumah di kampungnya bersama Anwar. Ayahnya melihat
perubahan pada diri Hasan. Namun, ketika ayahnya berusaha menasihati Hasan, ia
malah menentang ayahnya dengan pemikiran-pemikiran yang diajarkan oleh
pemikiran barunya. Penentangan itu kian dipertegas dengan rencananya minikahi
Kartini.
Orang
tuanya yang berharap Hasan menikah dengan Fatimah, saudara angkatnya, tentu
tidak merestui rencana itu. Namun, Hasan tetap nekat menikahi Kartini. Perkawinan
Hasan dengan Kartini tewrnyata tidak membuahkan kebahagiaan seperti yang mereka
dambakan. Kartini meneruskan kebiasaan hidup bebasnya, pergi tanpa suami dengan
siapa saja.
Hal itu
membuat Hasan dibakar cemburu. Pada suatu hari, tengah Hasan menunggu
kedatangan istrinya itu, Kartini datang bersama-sama dengan Anwar. Kemarahan
Hasan memuncak, ia memukuli istrinya itu. Kartini meninggalkan rumahnya. Ia
pergi tanpa tujuan. Di jalan ia bertemu dengan Anwar. Atas bujukan Anwar,
Kartini mau diajak bermalam di suatu hotel bersama-sama dengan Anwar. Oleh
karena, Anwar berusaha untuk memperkosanya, Kartini lari dari penginapan itu
dengan meneruskan perjalanannya ke Kebon Manggu.
Hasan
menyesali perbuatannya selama ini. Ia mengutuk teman-temannya yang telah
membawanta ke jalan sesat, jalan yang membawa dirinya menjadi seorang atheis.
Hasan berusaha kembali ke jalan hidup semula, hidup dengan berpegang pada
ajaran agama Islam. Mendengar kabar bahwa ayahnya sedang sakit parah, Hasan
pulang menjenguknya. Menjelang ajalnya, ayahnya masih sempat mengusir Hasan
yang menungguinya. Setelah Hasan keluar dari kamar tidur, ayahnya meninggal
dengan tenang.
Ketika
pulang ke Bandung, terjadilah kusukeiho.
Hasan terpaksa mencari tempat berlindung di suatu bunker bersama-sama dengan
orang-orang yang senasib. Di tempat perlindungan itulah terngiang-ngiang suara
ayahnya di hatinya, menasihati, memarahi, mengutuk-ngutuk perbuatannya yang
telah menyimpang dari ajaran agama Islam. Pentakit tbc yang menyerang Hasan
kambuh. Ia merasa tak kuat melanjutka perjalanan. Hasan pun mencari penginapan
terdekat untuk istirahat. Ia sampai pada sebuah penginapan.
Dari
daftar tamu penginapan itu, didapati nama Kartini dan Anwar. Setelah mendapat
penjelasan dari pelayan hotel, Hasan semakin yakin bahwa Kartini telah berbuat
serong dengan Anwar. Meledaklah amarahnya, ia lari keluar pada malam gelap
untuk membalas dendam pada Anwar. Sementara itu, sirine mengaung-ngaung tanda
bahaya udara. Semua lampu dimatikan, setiap orang mencari perlindungan.
Hasan
sudah gelap mata, ia tak lagi pedulikan tanda bahaya. Ia terus
berlari menerobos gulita. Tiba-tiba... Tar! Tar! Aduh! Hasan jatuh tersungkur.
Paha kirinya tertembus peluru. Hasan terguling-guling sebentar di atas aspal,
sebelum melepaskan kata-kata “Allahu
Akbar!” lalu tak bergerak lagi. “Mata-mata
, ya! Mata-mata , ya! Orang jahat! Bakeru!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar