BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara
etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari
akar Cas atau sas dan –tra. Cas dalam
bentuk kata kerja yang diturunkan memiliki arti mengarahkan, mengajar,
memberikan suatu petunjuk ataupun intruksi.
Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa sastra Indonesia ialah sastra berbahasa
Indonesia, sedangkan hasilnya adalah sekian banyak puisi, cerita pendek, novel,
roman, dan naskah drama berbahasa Indonesia. Akan tetapi definisi yang singkat
dan sederhana itu didebat dengan pendapat yang mengatakan bawa sastra Indonesia
adalah keseluruhan sastra yang berkembang di Indonesia selama ini.
Sastra
juga dapat dikatakan menghibur dengan cara menyajkan keindahan, memberikan
makna terhadap kehidupan (kematian, kesengsaraan, maupun kegembiraan), atau
memberikan pelepasan ke dunia imajinasi seperti novel.
Novel
umumnya terdiri dari sejumlah bab yang masing-masing berisi cerita yang
berbeda. Hubungan antar bab, kadang–kadang merupakan hubungan sebab akibat,
atau hubungan kronologis biasa saja, bab yang satu merupakan kelanjutan dari
bab-bab yang lain. Jika membaca satu bab novel saja secara acak, kita tidak
akan mendapatkan cerita yang utuh, hanya bagaikan membaca sebuah pragmen saja.
Novel
bersifat realistis, sedang romansa putis dan epik. Hal itu menunjukkan bahwa
novel dan roman berasal dari sumber yang berbeda. Novel berkembang dari
bentuk-bentuk naratif nonfiksi, misalnya surat, biografi, kronik, atau sejarah.
Novel lebih mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang lebih
mendalam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian teori Semiotika ?
2. Siapa
saja tokoh-tokoh teori Semiotika ?
3. Apa
itu Semiotika Strukturalisme ?
C.
TujuanMasalah
1.
Menjelaskan pengertian teori Semiotika.
2. Mendeskripsikan
Siapa saja tokoh-tokoh teori Semiotika.
3. Menjelaskantentang
Semiotika Strukturalisme.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Teori Semiotika
Semiotik
(semiotics) berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti tanda atau sign.
Tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif,
mampu menggantikan suatu yang lain (stand for something else) yang dapat
dipikirkan atau dibayangkan (Broadbent, 1980). Semiotik adalah ilmu yang
mempelajari sistem tanda atau teori tentang pemberian tanda.
Istilah
semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika sedangkan di Eropa lebih banyak
menggunakan sitilah semiologi. Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan
dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda,
seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tanda (van Zoest, 1993:1). A.
Teew (1984: 6) mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi
dan kemudian disempurnakan menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan
semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat
komunikasi yang khas di dalam masyarakat mana pun.
Bahasa
sebagai sistem tanda seringkali mengandung ‘sesuatu’ yang misterius. Sesuatu
yang terlihat terkadang tidak sesuai dengan realita yang sesungguhnya. Oleh
karena itu, pengguna bahasalah – manusia – yang mempunyai otoritas untuk
melihat dan mencari seperti apa ‘sesuatu’ yang tidak tampak pada bahasa.
Teori
semiotik adalah teori kritikan pascamodern, ia memahami karya sastra melalui
tanda-tanda atau perlambangan yang ditemui di dalam teks. Teori ini berpendapat
bahwa dalam sebuah teks terdapat banyak tanda dan pembaca atau penganalisis
harus memahami apa yang dimaksudkan dengan tanda-tanda tersebut. Hubungan antara
tanda dengan acuan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Ikon
Ada
kemiripan antara acuan dengan tanda. Tanda merupakan gambar/arti langsung dari
petanda. Misalnya, foto merupakan gambaran langsung yang difoto. Ikon masih
dapat dibedakan atas dua macam, yakni ikon tipologis, kemiripan yang tampak
disini adalah kemiripan rasional. Jadi, didalam tanda tampak juga hubungan
antara unsur-unsur yang diacu, contohnya susunan kata dalam kalimat, dan ikon
metaforis, ikon jenis ini tidak ada kemiripan antara tanda dengan acuannya,
yang mirip bukanlah tanda dengan acuan melainkan antar dua acuan dengan tanda
yang sama. Kata kancil misalnya, mempunyai acuan ‘binatang
kancil’
dan sekaligus ‘kecerdikan
2. Indeks
Istilah
indeks berati bahwa antara tanda dan acuannya ada kedekatan ekstensial. Penanda
merupakan akibat dari petanda (hubungan sebab akibat). Misalnya, mendung
merupakan tanda bahwa hari akan hujan, asap menandakan adanya api. Dalam karya
sastra, gambaran suasana muram biasanya merupakan indeks bahwa tokoh sedang
bersusah hati.
3. Simbol
Simbol
yang ada tentunya sudah mendapat persetujuan antara pemakai tanda dengan
acuannya. Misalnya, bahasa merupakan simbol yang paling lengkap, terbentuk
secara konvensional, hubungan kata dengan artinya dan sebagainya. Ada tiga
macam simbol yang dikenal, yakni (1) simbol pribadi, misalnya seseorang
menangis bila mendengar sebuah lagu gembira karena lagu itu telah menjadi
lambang pribadi ketika orang yang dicintainya meninggal dunia, (2) simbol pemufakatan,
misalnya burung Garuda/Pancasila, bintang= keutuhan, padi dan kapas= keadilan
sosial, dan (3) simbol universal, misalnya bunga adalah lambang cinta, laut
adalah lambang kehidupan yang dinamis.
B. Tokoh-tokoh Semiotika
Dari sebagian banyak literatur
tentang semiotik mengungkapkan bahwa semiotik bermula dari ilmu linguistik
dengan tokohnya Ferdinand de Saussure. Tidak hanya dikenal sebagai bapak
linguistik, ia juga dikenal sebagai tokoh linguistik modern dalam bukunya
Course in General Linguistics (1916). Selain itu ada tokoh yang penting dalam
semiotik adalah Charles Sanders Peirce (1839-1914), Charles William Morris
(1901-1979), Roland Barthes (1915-1980), Algirdas Greimas (1917-1992), Yuri
Lotman (1922-1993), Christian Metz (1923-1993), Umberto Eco (1932), dan Julia
Kristeva (1941). Dalam ilmu antropologi ada Claude Levi Strauss (1980) dan
Jacues Lacan (1901-1981) dalam psikoanalisis.
1. Teori Semiotik Saussure
Menurut
Saussure, bahasa itu merupakan suatu sistem tanda (sign). Tanda adalah kesatuan
dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda
(signified). Penanda adalah aspek material dari bahasa dan petanda adalah
gambaran mental, pikiran atau konsep atau aspek mental dari bahasa. Istilah
form (bentuk) dan content (materi, isi) diistilahkan juga dengan expression dan
content, yang satu berwujud bunyi dan yang lain berwujud idea.
Menurut
Saussure, langue adalah suatu sistem tanda yang mengungkapkan gagasan, dan oleh
karenanya dapat dikomparatifkan dengan tulisan, dengan abjad tuna rungu, ritus
simbolis, bentuk sopan santun, dengan tanda-tanda militer, dan lain-lain
(Hidayat, 2006: 107-108).
2. Teori Semiotik Peirce
Menurut
Pierce, manusia dapat berfikir dengan sarana tanda, manusia hanya dapat
berkomunikasi dengan sarana tanda. Semiotika merupakan persamaan dari kata
logika, dan logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar. Tanda-tanda
memungkinkan manusia berfikir, berhubungan dengan orang lain dan memberi makna
pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta.
Bagi Pierce, semiotika adalah suatu
tindakan (action), pengaruh (influence) atau kerja sama tiga subjek, yaitu
tanda (sign), objek (object), dan interpretan (interpretant). Pierce membedakan
tiga konsep dasar semiotik, yaitu: 1) semiotik sintaksis yang mempelajari
hubungan antar tanda. Hubungan ini tidak terbatas pada sistem yang sama; 2)
semiotik semantik yang mempelajari hubungan antara tanda, objek, dan
interpretannya. Ketiganya membentuk hubungan dalam melakukan proses semiotis; 3)
semiotik pragmatik yang mempelajari hubungan antara tanda, pemakai tanda, dan
pemakaian tanda. Pendekatan yang dilakukan oleh Pierce adalah pendekatan
triadic, karena mencakup tiga hal yakni tanda, hal yang diwakilinya serta
kognisi yang terjadi pada pikiran seseorang pada waktu menangkap tanda
tersebut.
C. Semiotika Strukturalisme
Analisis
stuktural karya sastra dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi, mengkaji
dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang
bersangkutan. Mula-mula diidentifikasi dan dideskripsikan, misalnya bagaimana
kedaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh, dan penokohan, latar, sudut pandang,
dan lain-lain. Setelah itu dijelaskan bagaimana hubungan antar unsur sehingga
masing-masing itu membentuk totalitas makna yang padu (Nurgiyantoro, 2002:31).
Dengan demikian, analisis struktural tidak cukup dilakukan dengan sekedar
mendeskripsikan unsur tertentu seperti peristiwa, alur, latar, dan tokoh.
Analisis struktural merupakan prioritas pertama sebelum diterapkannya analisis
yang lain.
Strukturalis
mencoba mendeskripsikan sistem tanda sebagai bahasa-bahasa. Alisme Strauss
dengan Mith dalam teori kinship dan totemisme, Lacan dengan unconcious, Barthes
dan Greimas dengan grammer of narrative. Mereka bekerja mencari struktur dalam
(deep structure) dari bentuk struktur luar (surface structure) sebuah fenomena.
Strukturalisme dan semiotik dinamakan oleh Ferdinand de Saussure dengan
semiologi (Hoed, 2002: 1).
Strukturalisme
adalah satu aliran filsafat yang muncul di Prancis. Istilah “strukturalisme”
sering membingunkan berbagai kalangan. Hal ini disebabkan istilah “struktur”
sendiri bnayak digunakan dalam berbagai bidang tau disiplin begitu juga dengan
istilah strukturalisme. Istilah strukturalisme tidak hanya digunakan dalam
bidang kesusastraan, tetapi juga dalam bidang-bidang yang lain, seperti
biologi, psikologi, sejarah, filsafat, bahasa linguistic , dan disiplin
ilmu-ilmu yang lainnya.
Pengertian
lain strukturalisme adalah suatu cara berfikir yang memandang seluruh realitas
sebagai keseluruhan yang terdiri dari struktur-struktur yang saling berkaitan,
atau dengan kata lain, strukturalisme adalah salah satu cara pandang yang
menekankan pada persepsi dan deskripsi tentang struktur yang mencakup keutuhan,
transformasi, dan pengaturan diri (Hidayat, 2006: 101-102).
Fokus
utama strukturalis adalah bahwa alam dunia dapat dipahami selama kita mampu
mengungkap adanya struktur yang menjamin keteraturan, atau pola sistematika
benda, kejadian, kata-kata, dan fenomena. Strukturalisme adalah teori yang
menyatakan bahwa seluruh organisasi manusia ditentukan secara luas oleh
struktur sosial atau psikologi yang mempunyai logika independen yang menarik,
berkaitan dengan maksud, keinginan, maupun tujuan manusia. Bagi Freud, mungkin
struktur itu adalah psyche (psikis), bagi Marx, struktur itu adalah economy,
dan bagi Saussure, struktur itu adalah language (bahasa).
Strukturalisme
berkembang sejak Levy Strauss mengungkapkan bahwa hubungan antara bahasa dan
mitos menjadi posisi sentral. Pemikiran primitif menampakkan dirinya dalam
struktur-struktur mitosnya sebanyak struktur bahasanya. Menurutnya, mitos
memiliki hubungan dengan bahasa karena merupakan suatu bentuk pengucapan
manusia sehingga analisisnya bisa diperluas ke bidang linguistik struktural.
Sebuah mitos, secara individual melahirkan parole yang memberikan kontribusi
terhadap struktur.
Sedikitnya, ada lima pandangan Saussure yang
kemudian menjadi peletak dasar strukturalisme, yaitu:
1.) signifier
(penanda) dan signified (petanda);
2.) form (bentuk) dan
content (isi);
3.) langue (bahasa)
dan parole (tuturan, ujaran);
4.) synchronic
(sinkronik) dan diachronic (diakronik); serta
5.) syntagmatic
(sintagmatik) dan associative (paradigmatik) (Sobur, 2004: 46).
Menurut
Saussure, bahasa itu merupakan suatu sistem tanda (sign). Tanda adalah kesatuan
dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda
(signified). Penanda adalah aspek material dari bahasa dan petanda adalah
gambaran mental, pikiran atau konsep atau aspek mental dari bahasa. Istilah
form (bentuk) dan content (materi, isi) diistilahkan juga dengan expression dan
content, yang satu berwujud bunyi dan yang lain berwujud idea.
Langange
adalah suatu kemampuan bahasa yang ada pada setiap manusia yang bersifat
pembawaan. Ia merujuk pada suatu fenomena bahasa secara umum, artinya langange
memiliki segi individual dan segi sosial sehingga lahirlah dari langange itu
dua aspek, yaitu langue dan parole. Singkatnya, langange adalah bahasa pada
umumnya. Aminuddin (2003: 40) mengatakan bahwa langange merupakan wujud dari
pengelompokan parole yang nantinya akan menimbulkan dialek maupun register.
Langue
adalah totalitas dari kumpulan fakta suatu bahasa yang ada pada setiap orang.
Langue adalah sesuatu yang berkadar individual tapi juga sosial universal.
Menurut Saussure, langue ini ada dalam benak orang, bukan hanya
absraksi-abstraksi. Suatu masyarakat bahasa secara konvensional dan manasuka
menyetujui satu totalitas aturan dalam berbahasa dan mereka mengerti dengan
totalitas ini. Karena sifatnya pembawaan setiap manusia, maka langue itu
abstrak dan tertentu pada suatu bahasa. Sebagai contoh, semua orang Indonesia
memiliki langue bahasa Indonesia, tetapi jika orang Indonesia mempelajari
bahasa Inggris maka langue mereka pun akan bertambah, yaitu langue bahasa
Inggris (Alwasilah, 1993: 78)
Parole
adalah wujud bahasa yang digunakan anggota masyarakat bahasa itu dalam
pemakaian (Aminuddin, 2003: 40). Selain itu parole adalah ujaran atau ucapan
seseorang, yaitu apa yang diucapkan dan apa yang didengar oleh pihak penanggap
ujaran.
Yang
dimaksud dengan sinkronik adalah deskripsi tentang ‘keadaan tertentu bahasa
tersebut pada suatu masa’. Sinkronik mempelajari bahasa tanpa mempersoalkan
urutan waktu, sinkronik bersifat horizontal. Misalnya menyelidiki pengguna
bahasa Arab pada zaman Jahiliyah.
Sedangkan
yang dimaksud dengan diakronis adalah ‘menelusuri waktu’ (Bertens, 2001: 184).
Diakronis adalah deskripsi tentang perkembangan sejarah bahasa. Contohnya studi
diakronis bahasa Arab mungkin mengalami perkembangan di masa catatan awal
sampai sekarang ini. Atau diakronis adalah disiplin linguistik yang mempelajari
bahas dari masa ke masa. Studi ini bersifat vertical.
D. Kajian Novel Kupu-kupu Kertas
Analisis 1: kutelan mentah-mentah [23]
“maaf, pak haji. Aku tidak
sengaja.aku terburu-buru, maaf sekali lagi maaf!” kata anak itu sambil berlari
meninggalkan Haji Kadir yang masih menggerutu dengan omelan yang khas, ”Dasar,
kurang ajar! Awas nanti jika ketemu, akan kutelan mentah-mentah.
Indeks : akan kutelan mentah-mentah disini sebab akibat haji
kadir sedang marah kepada seorang anak laki-laki.
Simbol: kutelan mentah-mentah biasa seseorang memakan
sesuatu berupa makanan, tetapi disini maknanya diberi pelajaran.
Analisis 2: seekor
kucing malang [59]
Tiga tahun kemudian. Di pasar
besar Malang, Rangga bagaikan seekor kucing malang, yang mencoba untuk
menancapkan kuku-kuku rapuhnya di antara kerasnya kehidupan.
Ikon: seekor kucing menggambarkan Rangga
Indeks: seekor kucing disini sebab akibat rangga berusaha
mencari makan.
Simbol: seekor kucing ibaratkan seorang pengemis yang sangat
malang yang sedang meminta-meminta.
Analisis 3: memporak porandakan hati dan perasaannya [82]
Shirly terlalu
senang dengan detik yang memporak porandakan perasaan dan hatinya. Dan bukan
lagi seperti gado-gado yang bercampur aduk, melainkan seperti tomat yang
dibelender, bercampur dengan gula, air, es batu yang teraduk dalam satu tempat.
Ikon: gado-gado atau tomat disini
mencerminkan hati shrly yang sangat senang sekali seakan tak bisa dilukiskan.
Indeks: sebab akibat tokoh shrly
bertemu dengan sosok idamannya yaitu rangga yang sangat tampan.
Analisis 4: kaku seperti robot
[84]
Rangga pria
yang cukup pendiam, kaku seperti robot, tau memamng karena shrly yang belum
mengenalnya lebih dekat.
Ikon: kaku seperti robot
melambangkan sifat rangga yang pasif/pendiam
Indeks: sebab akibat karena belum
akrab dengan tokoh shrly
Analisis 5 : seperti lipatan
kertas [94]
Lalu Bu Yanti
memamndangi wajah shrly. Ia lihat shrly seperti mencari-cari sesuatu dalam
angan-angannya. Kadang wajah itu begitu serius, seperti lipatan kertas. Ditekuk
kuat. Kemudian menghembuskan nafas dan tersenyum pada mamanya ringan.
Ikon: lipatan kertas melambangkan
wajah yang serius
Indeks: sebab akibat shrly yang
sedang jatuh cinta
Analisis 6 : seperti sepotong kayu [176]
Rangga mencari pegangan supaya
bisa lebih menjangkau shrly. Ia meraih lengan yang kaku seperti sepotong kayu.
Ketika menariknya untuk berdiri, tubuh shrly gemetar tidak terkontrol. Ia
merengkuh dan mendekapnya erat. Gadis itu membenamkan keplanya dalam-dalam di
bahu Rangga.
Ikon: sepotong kayu melambangkan sosok shrly yang sangat
kedinginan membeku bagaikan es batu.
Indeks: sebab akibat kehujanan di luar jendela karena ingin
mencoba bunuh diri.
Analisis 7: bermasam
muka [184]
Marah? Saat ini Rangga tidk bisa marah, kalau dulu ia bakal
diam seribu bahasa dan bermasam muka dan setelah itu pasti ia bakal meminta
maaf dan mulai mengeluarkan suara manja meluluhkan hati.
Ikon: bermasam muka tanda orang yang cemberut
Indeks: sebab Rangga tidak mampu berkata-kata lagi hanya
bisa terdiam.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari
pembahasan diatas dapat disimpulakan bahwa semiotik merupakan ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
sebuah tanda yang memiliki makna. Tanda-tanda tersebut dapat berupa pengalaman,
pikiran, perasaan, gagasan yang dapat dilengkapi kehidupan ini, walaupun
dikatakan bahwa bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap dan sempurna.
Ilmu semiotik dalam karya sastra berupa novel biasanya menggunakan simbol.
Semiotik menjadi satu istilah untuk kajian sastra yang berisi lambang-lambang
atau kode-kode yang mempunyai arti atau makna tertentu. Arti atau makna itu
berkaitan dengan sistem yang dianut.
Semiotik digunakan untuk memeberikan
makna kepada tanda-tanda sesudah penelitian struktural. Sedangkan,
strukturalisme adalah suatu cara berfikir yang memandang seluruh realitas
sebagai keseluruhan yang terdiri dari struktur-struktur yang saling berkaitan,
atau dengan kata lain.
B. Saran
Saran untuk mahasiswa, agar dapat
melakukan pengkajian terhadap novel dengan menggunakan kajian Semiotika dan
Strukturalisme. Semoga dengan adanya pembahasan diatas dapat membantu
pengkajian tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiman,
Kris. Jejaring Tanda-Tanda Strukturalisme
dan Semiotik. Magelang: Indonesia Tera. 2004.
K.S,
Yudiono. Pengantar Sejarah Sastra
Indonesia. Jakarta: Grasindo. 2007.
Nurgiyantoro,
Burhan. Teori Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2005.
Deny Wijaya.
Kupu-kupu Kertas. Surabaya : Regina Media. 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar